Minggu, 03 Maret 2013

Politisasi Artis Jadi Politisi





Politisasi Artis Jadi Politisi

Oleh  : M Alinapiah Simbolon


Banyak artis yang pindah ke jalur politik, ada yang jadi kepala daerah dan ada yang berkiprah di lembaga perwakilan rakyat (DPR dan DPRD). Episode awal proses tranformasi artis menjadi politikus, terjadi ketika adanya helatan politik bernama Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum Legislatif. 

Sejumlah pilkada di berbagai daerah, memang tak sedikit dihiasi wajah artis sebagai kandidat. Salah satu Pilkada yang calonnya didominasi wajah artis adalah Pemilihan Gubernur Jawa barat. Malah Pilgub Jabar, bisa dikatakan ajang persaingan tiga sosok artis. Dan terbukti yang bersaing di tempat teratas adalah pasangan calon yang ada artisnya, dan yang menangpun pasangan calon yang ada artisnya.

Peluang artis untuk jadi politisi sangat besar. Faktornya hanya satu, yaitu popularitas. Artis sudah lebih dulu dikenal publik, jauh sebelum ikut mencalonkan jadi politisi (kepala/wakil kepala daerah dan DPR/DPRD), sehingga ketika artis mengikuti proses  transformasi untuk menjadi politisi, sudah memiliki  popularitas yang jadi nilai plus untuk dipilih oleh masyarakat. Apalagi di republik ini, pengidolaan artis oleh publik masih sangat kental. 

Popularitas yang dimiliki artis, menjadi entry point sekaligus menjadi salah satu konsideran penting bagi partai politik, sehingga  mengedepankan artis untuk dipolitisasi dengan cara diusung sebagai calon pada saat pemilihan kepada daerah maupun pemilihan legislatif. Kebanyakan, artislah yang mendapat tawaran dari partai politik untuk diusung menjadi calon pejabat politik.  Karena melihat peluang keterpilihan artis lebih besar dibandingkan politisi manual (non artis), maka sejumlah partai politik tak merasa jengah dan sungkan menaturalisasi artis dengan jumlah besar untuk dijadikan warga parpol sekaligus di plot jadi calon politisi khususnya politisi di lembaga legislatif dari utusan parpol tersebut. Dan keuntungannya, jika banyak figur artis yang diusung, maka kemungkinan besar partai tersebut berhasil menempatkan lebih banyak politisinya di legislatif, sehingga peluang partai tersebut sebagai partai eksis dan berposisi sebagai partai yang ternominasi, bisa diraih. 

Sebagai catatan, calon dari kalangan artis pada pemilu 2009 sebesar 0,7 persen dari 8.762 jumlah caleg DPR RI. Namun yang berhasil mendapat jatah kursi DPR sebanyak 18 orang, yang terbanyak dari Partai Demokrat yaitu sebanyak 7 orang, Partai Golkar dan PDIP masing-masing 3 orang, PAN dan Gerindra masing-masing  2 orang, dan PPP 1 orang. Meskipun persentasenya sangat kecil dibandingkan  jumlah keselurahan anggota DPR RI, namun tingkat keberhasilan artis meraup banyaknya suara sangat signifikan dibandingkan dengan politisi non artis. Bukti kuat tingginya tingkat keterpilihan artis adalah di daerah pemilihan (dapil) yang ada di jawa barat. Beberapa Dapil di Jabar  berhasil menghantarkan 8 orang artis ke kursi DPR RI. Bahkan ada satu dapil di Jawa Barat yaitu Dapil Jabar II, berhasil mengantar 3 artis ke senayan, disusul Dapil Jabar VIII sebanyak 2 orang artis,  dan Dapil Jabar IV VII dan IX masing-masing 1 orang.

Terlepas kalangan artis yang berubah bentuk jadi politisi, punya latar belang kemampuan berpolitik atau tidak, namun kenyataannya artis memang punya nilai lebih untuk dijual ke publik. Memang ada juga kalangan artis yang sudah jadi politisi, akhirnya ditengah jalan mundur dan kembali ke habitat semula.  Artis yang mengambil sikap seperti itu , bisa saja karena tak punya kualitas personal, sehingga tak mampu berlakon dipanggung politik. Dan banyak pula kalangan artis mampu bertahan di dunia politik dan bahkan punya kemampuan berpolitik melebihi politisi non artis. Dan untuk artis yang mampu seperti itu, karena sang artis selain punya popularitas, juga punya kualitas dan kemampuan berpolitik.

Belakangan ini rekrutman calon legislatif dari kalangan artis untuk dicalonkan pada pemilu 2014, tampaknya akan lebih besar volumenya. Sejumlah partai berkompetisi melakukan pantauan terhadap figur-figur artis. Latar belakangnya dan dasar pemikirannya juga tak berbeda seperti saat pencalonan kalangan artis pada pemilu 2009 lalu. Substansi pertimbangannya adalah tingginya nilai popularitas figur artis untuk bisa dijual ke publik. Memang tak ada salahnya jika parpol dinilai mempolitisi artis untuk dijadikan politisi, dan tak ada pula aturan yang melarang artis jadi politisi, meskipun ada sejumlah kalangan yang menolak artis  sebagai calon legislatif. 

Tampaknya, menjelang pemilu 2014, para artis akan lebih banyak jadi incaran partai politik, apalagi tensi persaingan antar partai dalam meraup suara semakin tinggi. Untuk  memuluskan kompetisi tersebut, ada parpol yang sengaja memperlebar ruang buat artis untuk dijadikan sebagai calon legislatif. Melihat kegencaran parpol dalam hal rekruitmen kalangan artis,  diperkirakan akan banyak artis mengikuti proses polititasi yang dilakukan parpol, dalam rangka mentranformasi artis jadi politisi senayan. 

Satu hal yang disadari dan diyakini oleh artis, sehingga tak menjadi hambatan ketika artis ditawari jadi politisi partai, adalah popularitas mereka, yang otomatis tak perlu mengeluarkan cost ekstra untuk publikasi saat menjadi calon legislatif. Bahkan mereka bisa mendapat publikasi gratis dari media, karena artis yang berkiprah sebagai caleg akan menjadi berita infotaiment menarik buat media. Tak hanya itu, kalangan artis yang ikut caleg juga tak merasa khawatir ketika kalah dalam kompetisi pemilu legislatif. Sebab jika pun tak berhasil sebagai politisi, bagi mereka tak merasa ada halangan kembali berkarir di dunia keartisannya. (***)




Klik dan Baca juga Artikel ini di :

http://politik.kompasiana.com/2013/03/03/politisasi-artis-jadi-politisi-538876.html
http://www.facebook.com/notes/simbolon-m-alinapiah/politisasi-artis-jadi-politisi/10151340829271864




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA