Selasa, 11 Mei 2010

Ketika Oknum Polisi Bertindak Ala Preman…. Pantaskah ? (Tulisan / Artikel)

Ketika Oknum Polisi Bertindak Ala Preman…. Pantaskah ?

Oleh : M. Alinapiah Simbolon SH


“ Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya “

Kalimat diatas penulis kutip dari salah satu alinea yang termaktub pada bagian umum penjelasan UU No 2 Tahun 2002, Dan dalam kalimat tersebut sangat tegas disebutkan dengan dinamika yang ada, maka tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab kepolisian lebih difokuskan dan lebih ditingkatkan kepada pelayanan masyarakat, dan itu memang menjadi harapan masyarakat. Untuk mewujudkan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, yang diperlukan adalah kemampuan sebagai pelayan dari aparatur kepolisian, baik itu aparat polisi dari pangkat terendah hingga pangkat tertinggi.

Meskipun sudah ditegaskan dalam UU, tapi kita juga harus menyadari, masih ada aparat polisi yang secara personal tak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Tapi yang jelas ketidakmampuan tersebut tidaklah harus terefleksikan dengan sikap arogan yang dipertontonkan oleh aparat polisi, atau paling tidak seorang aparat polisi idealnya bisa menahan diri dari sikap arogan tersebut.

Atraksi arogansi yang dilakukan Kapolresta Pematangsiantar AKBP Fatori Sik, dihalaman Mapolresta Siantar terhadap sejumlah insan pers, pada hari Sabtu tanggal 8 Mei 2010 lalu adalah bentuk arogansi berlebihan dari seorang yang namanya polisi. Pantas kah hal itu dilakukan ? Siapapun yang ditanya, bahkan kalangan polisi sekalipun, sudah pasti akan menjawab ‘tidak pantas’, bahkan jawabannya ‘sangat-sangat tidak pantas’ ketika yang melakukan itu adalah seorang pimpinan di kepolisian.


Bertindak Ala Preman

Tindakan kasar yang dipertontonkan Kapolresta Pematangsiatar Fatori Sik, saat meminta kepada sejumlah wartawan untuk menunjukkan hasil rekaman gambar dan rekaman saat dia bertindak arogan ikut melakukan razia lalu lintas, lalu mengancam wartawan akan dipindahkan ke Papua, kemudian melontarkan kata kotor kepada wartawan, serta mencampakkan topi kebesaran dan tongkat komandonya ke hadapan wartawan, dan menantang wartawan berduel dengannya, adalah sebuah tindakan sudah tidak bisa ditolerir. Dan sangat pantas kalau lembaga kepolisiaan mengambil tindakan tegas atas perbuatan seorang pimpinan polisi yang bergaya ala preman itu.

Kalau dikaji ada beberapa hal yang dapat diangkat dari tindakan arogan ala preman yang dilakukan Kapolresta itu, diantaranya menghalang-halangi tugas jurnalistik sebagai tindakan itu melanggar UU Pokok Pers, menghina dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan melanggar KUH Pidana. Dan yang lebih parahnya, AKBP Fatori selaku pejabat tertinggi di Polresta Siantar justru menghina lembaganya sendiri yaitu lembaga kepolisian, dalam hal ini dirinya tidak hanya melanggar UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, juga melanggar aturan lainnya yang menyangkut lingkungan kepolisian, seperti sumpah jabatan dan kode etik kepolisian yang bersumber dari Tri Brata dan Catur Prasatya.

Tak perlu penulis sebutkan satu persatu pasal-pasal dan point apa saja yang telah dilanggar oleh seorang Kapolresta berpangkat AKBP bergelar Sarjana Ilmu Kepolisian yang bernama Fatori tersebut. Yang pasti tindakan arogan ala preman yang dipertontonkannya, telah melanggar tiga Undang Undang dan beberapa aturan kepolisian lainnya. Rasanya sudah tidak ada nilai plus yang melekat di diri AKBP Fatori Sik, sebagai seorang aparat kepolisian yang digaji dan mendapat tunjangan jabatan dari anggarankepolisian yang notabene uang negara.

Ironis memang, ketika topi dan tongkat komando yang merupakan lambang kebesaran dirinya sebagai anggota dan pejabat kepolisian, justru dianggapnya barang murahan yang tak berharga, dan seenaknya dicampakkannya begitu saja, Bahkan dia juga tak menghargai jabatan yang dipercayakan kepadanya, karena saat mencampakkan topi dan tongkat komando dihadapan insan pers, dia juga melontarkan kalimat yang mengindikasikan dirinya tidak senang dengan posisi jabatan yang didudukinya.

Alangkah disayangkan perbuatan AKBP Fatori Sik itu, terlepas apa latar belangkang yang membuatnya bergaya ala preman seperti itu, yang jelas harga diri dan martabat lembaga kepolisian yang seharusnya dijaga dan dijunjung tinggi sebagaimana diucapkannya saat disumpah ketika dia diangkat sebagai polisi, justru telah dijatuhkannya. Malah perbuatan tersebut menambah deretan persoalan dan menambah carut marutnya wajah lembaga kepolisian yang sebelumnya telah diterpa banyak persoalan.

Sungguh tak pantas dan memang sangat tak pantas, jika seorang aparat kepolisian telah menghinakan lembaganya sendiri, apalagi itu dilakukan oleh seorang aparat yang menjabat sebagai pimpinan kepolisian. Apakah perbuatannya itu masih pantas untuk ditolerir? Apakah aparat polisi yang bertindak ala preman seperti itu, harus didiamkan ? dan Apakah aparat kepolisian seperti itu pantas dipelihara dan dipertahankan ? Semua itu berpulang kepada petinggi (stake holder) di lembaga kepolisian, dan penulis yakin petinggi kepolisian tidak akan mentolerir perbuatan polisi seperti itu.

Namun yang pasti dengan paradigma baru di kepolisian, menempatkan polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, dan itu adalah salah satu tugas kepolisian yang diamanatkan UU No 2 Tahun 2002. Tidak hanya itu masyarakat memang menginkan aparat polisi yang bisa “memanusiakan” masyarakat. Tidak hanya itu, masyarakat juga menginginkan sosok para aparat polisi yang bisa melindungi masyarakat terutama dari tindakan preman, bukan aparat polisi yang bergaya ala preman. Semoga polisi, termasuk polisi di Siantar, merupakan polisi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

Penulis
Direktur Eksekutif Government Monitoiring (GoMo) Siantar-Simalungun
dan Vocal Point Institute for Judicial Monitoring (IJM) Siantar-Simalungun

Catatan :
Tulisan ini telah diterbitkan di Harian Siantar 24 Jam, Selasa tanggal 11 Mei 2010





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA