Kamis, 16 Januari 2014

Konvensi Sontoloyo


Konvensi Sontoloyo

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Semakin mendekati tahap akhir pelaksanaan Konvensi Capres Partai Demokrat, elektabilitas partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu, tak menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Pagelaran konvensi sendiri seperti tak dilirik publik. Media pun seperti kurang selera menyajikan kegiatan konvensi, mungkin karena dianggap dan dinilai informasi tentang konvensi tak menjadi isu pemberitaan menarik, sehingga kurang mendapat durasi karena minimnya minat publik untuk membaca dan menonton  informasi seputar konvensi tersebut. Disamping itu konvensi dengan sejumlah segmentasi dan agenda poliitik yang sajikan, juga tak menjadi isu politik yang aktual, sehingga minat publik sangat minim untuk mengetahui informasinya dan tak selera untuk mengikuti perkembangannya.  

Harus diakui di satu sisi informasi tentang seleksi capres via Konvensi Partai Demokrat ditaklukkan oleh informasi terkait soal kandidat capres serta sosok capres (maupun sosok yang masih digadang-gadang jadi capres) partai-partai lain. Aktualitas informasi tentang sosok Jokowi menenggelamkan sosok para peserta alias kandidat capres helatan konvensi. Ironisnya informasi dan isu terkait  pencapresan seorang Rhoma Irama, jauh lebih bergaung ketimbang sosok-sosok kandidat capres yang tengah mengikuti seleksi melalui jalur konvensi.

Tak hanya itu, sejumlah informasi aktual juga menenggelamkan informasi tentang konvensi. Informasi soal penahanan Anas Urbaningrum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pemberitaan soal pernyataan ucapan terima kasih Anas terhadap SBY jauh lebih diminati untuk dibaca dan ditonton serta diikuti perkembangannya. Informasi soal banjir Jakarta juga ikut meminggirkan pemberitaan tentang konvensi. Bahkan soal pemberitaan tentang proses sejumlah kasus korupsi diantaranya Kasus Akil, Kasus Ratu Atut, Kasus SKK Migas, Kasus Century dan sejumlah kasus korupsi lainnya yang tengah ditangani KPK juga lebih jadi atensi ketimbang pemberitaan konvensi. Terlebih lagi pemberitaan yang berkaitan dengan Jokowi dan isu pencapresannya serta aktivitasnya sebagai Gubernur DKI, jauh lebih bergaung ketimbang berita tentang konvensi. Yang paling dramatis sejumlah berita keburukan yang terkait dengan Partai Demokrat dan politisinya, termasuk yang berhubungan dengan SBY dan lingkaran istana, sangat diminati oleh publik dari pada pagelaran konvensi yang diadakan Partai Demokrat.

Lalu, sosok 11 bakal capres yang jadi peserta konvensi juga tak mampu memberikan konstribusi untuk membuat acara konvensi tampak bergema dan meriah. Sosok kandidat capres konvensi juga tak mendapat respon dan atensi masyarakat. Bahkan sejak ke 11 kandidat capres konvensi tersebut dilepas ke publik, elektabilitasnya tak mampu menandingi elektabilitas kandidat capres dari partai lain ataupun capres yang masih digadang-gadang  partai lain. Hanya sosok Dahlan Iskan, Anies Baswedan dan Gita Wiryawan, sedikit menonjol dibandingnya peserta konvensi yang lainnya, tapi elektabilitas mereka juga tak mampu menandingi eletabilitas capres dan digadang-gadang jadi capres partai lain.

Secara umum publik juga tampaknya kurang berminat dan kurang respon dengan 11 kandidat capres yang tengah berkompetisi di konvensi capres Partai Demokrat. Kalau dibandingkan dengan sosok capres partai-partai lain, apalagi dibandingkan dengan Jokowi, maka kandidat capres konvensi tak ada apa-apanya.

Selain itu, kondisi Partai Demokrat sekarang ini juga mempengaruhi konvensi. Ada benarnya kata salah seorang anggota Komite Konvensi Effendi Ghazali bahwa hidup matinya konvensi tergantung prilaku elite Partai Demokrat. Pengamat Politik dan Pakar Komunikasi Publik Universitas Indonesia (UI) itu, sebelumnya memprediksi pelaksanaan Konvensi Capres Partai Demokrat tidak akan meriah tahun 2014, dan itu dikarenakan prilaku para elit Partai Demokrat. Effendi Ghazali menilai banyaknya kader partai Demokrat yang diperiksa terkait perkara hukum (kasus korupsi) sangat menentukan citra Partai Demokrat. Citra Partai menurutnya akan sangat mempengaruhi popularitas konvensi.

Faktor prilaku para elite Partai Demokrat yang kerap mengeluarkan pernyataan kontoversial juga mempengaruhi popularitas konvensi. Dinilainya meskipun sudah dibentuk juru bicara tapi pola komunikasi Partai Demokrat tak menunjukkan perbaikan. Faktor yang kedua ini mengarah pada sejumlah elite Partai Demokrat terutama kepada Ruhut Sitompul. Kalau ditangkap dari penilaian Effendi Ghazali, dapat disimpulkan bahwa Ruhut Sitompul sebagai juru bicara resmi Partai Demokrat juga sangat berperan membuat konvensi tak populer.

Disamping pelaksanaan konvensi yang dinilai kurang bergaung, perjalanan pelaksanaan konvensi juga terlihat sisi buruknya. Tentu kita masih ingat ketika terkuak jati diri salah satu anggota komite konvensi yaitu Wisnu Wardhana yang diduga kuat sebagai pemilik  Kernel Oil Ltd. Salah satu petinggi Kernel Oil yakni Simon Tanjaya dijerat oleh KPK selaku pemberi suap kepada Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini dalam Kasus Korupsi SKK Migas. PT Kernel Oil adalah anak perusahaan PT Tri Patra yang menginduk kepada  PT Indika Energi milik Wisnu Wardhana.

Lalu muncul hasil survei yang diumumkan Ruhut Sitompul tanggal 8 Januari yang lalu, yang dicermati penulis juga sebagai sisi buruk penyelenggaraan konvensi.  Hasil survei internal yang menempatkan Dahlan Iskan dan Pramono Edhi Wibowo diposisi pertama dan kedua, dinilai penulis sebagai survei fiktif. Diduga sebagai survei fiktif, karena tak ada penjelasan tetang presentase serta informasi terkait sistem dan metode survei. Apalagi hasil survei yang di umumkan melalui pernyataan Ruhut hanya dua nama saja, dari 11 peserta konvensi, yaitu Dahlan Iskan di posisi pertama dan Pramono Edhi menempati posisi kedua. Sementara ada 9 nama lain tak tahu di urutan keberapa posisinya dari hasil survei yang diumumkan Ruhut. Lalu kapasitas Ruhut yang mengumumkan hasil survei itu, juga bukan di posisi netral, karena dia adalah tim sukses Pramono Edhi Wibowo.

Dalam hal inilah penulis menilai adanya aroma rekayasa untuk memenangkan Pramono Edhi Wibowo di ajang konvensi. Dan penulis telah membuat tulisan terkait hal itu berjudul “Aroma Rekayasa Memenangkan Pramono Edhi di Ajang Konvensi” (Silahkan klik dan baca : http://politik.kompasiana.com/2014/01/10/aroma-rekayasa-memenangkan-pramono-edhi-di-ajang-konvensi-626832.html)

Perekembangan lain yang juga menjadi sisi buruk pelaksanaan konvensi adalah terkait pengunduran diri Hamdi Muluk dari Komite Audit Survei Konvensi Capres Partai Demokrat. Pengunduran diri Hamdi Muluk pada pertengah Desember 2013 yang belakangan baru terkuak an diketahui publik,  membuktikan bahwa konvensi selain tak bergaung juga tak becus penyelenggaraannya.

Menurut Hamdi Mulut, sebagaimana menjadi alasan pengunduran dirinya, bahwa komite tidak serius menyusun dan menggarap pelaksanaan konvensi. Intinya aturan main untuk tim audit tak pernah dibuat, dan surat pengangkatannya secara resmi juga tak pernah diterimanya. Dijelaskan Hamdi, komunikasi terjalin melalui SMS, termasuk ajakan komite kapada Hamdi untuk menjadi tim audit.

Kalaupun kemudian terkait pengunduran diri Hamdi Muluk, Komite Konvensi, melalui Sekretaris Komite Konvensi Suaidi Marasabessy (Selasa 14 Januari 2014) menyatakan bahwa Hamdi Muluk masih hanya sebagai calon tim audit.  Pernyataan Suaidi Marasabessy dianggap sebuah lelucon dan dinilai sebagai pernyataan konyol, sebab Suaidi Marasabessy sebelumnya secara resmi (diberitakan sejumlah media) telah mengumumkan 4 nama yang ditunjuk sebagai Komite Tim Audit Survei Konvensi Capres Partai Demokrat. Keempat nama itu adalah Hamdi Muluk, Thamrin Amal Tomagola, Andrinof Chaniago dan Almuktabar. Aneh dan lucu rasanya, sudah resmi diumumkan, tapi belakangan dikatakan masih calon.

Ketidak becusan penyelenggaraan konvensi juga tergambar dari pernyataan Efendi Ghazali, yang mengancam akan hengkang dari komite konvensi, jika tak ada perubahan sampai akhir bulan ini. Effendi Ghazali juga mengakui kalau pelaksanaan konvensi semakin tak jelas. Dicontohkannya, ketika dia diberi tugas oleh pimpinan komite untuk menganalisa ketidakadilan akses media. Pada saat yang sama dia juga direkomendasikan untuk bertemu dengan dua tokoh yang dianggap komite mengetahui persis mengenai permasalahan itu. Lalu kata Effendi Ghazali, setelah  tugasnya telah rampung dikerjakan dan telah dilaporkan, namun sampai sekarang ditunggunya ternyata tak ada kelanjutannya.

Nah, alasan pengunduran diri Pakar Psikologi Universitas Indonesia itu, dan ancaman dan penjelasan Effendi Ghazali, membuka tabir buruknya penyelenggaraan konvensi Capres Partai Demokrat. Buruknya mekanisme penyelenggaran konvensi menurut penulis merupakan kekonyolan, sebab pelaksanaan konvensi  jauh dari nilai professionalistis atau penuh ketidak beresan. Pengangkatan Hamdi Mulik sebagai anggot Komite Audit Survei Konvensi tanpa ada Surat keputusan resmi dan hanya sekedar via SMS adalah tindakan yang paling konyol yang dilakukan oleh Partai Demokrat yang notabene partai penguasa dan partai pemenang pemilu. Bahkan Tindakan Hamdi Muluk yang mengundurkan diri via SMS juga menambah kekonyolan penyelenggaraan konvensi.

Memang penyelenggaranya adalah partai besar dan partai pemenang pemilu, dan orang-orang yang bekerja menjalan konvensi juga para politisi tingkat tinggi ditambah kalangan professional dan pakar dari berbagai latar belakang keilmuan, tapi kenyataannya konvensi seolah dikelola orang-orang bodoh. Bahkan penulis secara apriori menilai penyelenggaraan konvensi ternyata tak lebih baik dari penyelenggaran pemilihan ketua organisasi tingkat kampung ataupun tingkat kelurahan/desa.  

Kondisi penyelenggaraan konvensi yang demikian, menggambarkan bahwa  pelaksanaan konvensi capres juga dapat dikategorikan sebagai helatan politik kampungan. Bahkan hal yang wajar penulis menilainya sebagai Konvensi Sontoloyo. Terciumnya aroma rekayasa serta terkuaknya sisi buruk dari penyelenggaraan Konvensi Capres Partai Demokrat adalah pertimbangan logika bagi penulis berani menyebut konvensi Capres Partai Demokrat sebagai Konvensi Sontoloyo.  Selain itu pengertian Sontoloyo secara artikulasi adalah konyol, tak beres dan bodoh. Dan menurut penulis penyelenggara Konvensi Capres Partai Demokrat faktanya memang memperlihatkan kekonyolon, ketidakberesan dan kebodohan.  

Klik dan Baca di :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA