Rabu, 29 Januari 2014

Mendadak Peduli, Politisi Cari Simpati Di Lokasi Pengungsi


Mendadak Peduli, 

Politisi Cari Simpati Di Lokasi Pengungsi

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Capres dan Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto saat
mengunjungi pengungsi banjir jakarta
(foto : wwwpresiden2014.com)
Sejumlah pristiwa bencana alam terjadi menjelang Pemilu Legislatif 2014 dan Pilpres 2014. Bencana Erupsi Gunung Sinabung yang berkepanjangan di Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara serta bencana Banjir musiman di Jakarta berikut bencana banjir ataupun banjir bandang di sejumlah daerah lainnya mengakibatkan terjadinya pengungsian besar-besaran.

Bencana Gunung Sinabung memang lebih tragis jika dibandingkan dengan Bencana Banjir di Jakarta dan banjir atau banjir di beberapa daerah lainnya. Letusan Gunung Sinabung belum juga terhenti dan sudah berlangsung sejak bulan September 2013 yang lalu. Hingga saat ini hampir 30 ribu orang  atau hampir 10 ribu keluarga yang berdomisili di sekitar Gunung tersebut terpaksa menjadi pengungsi, diantara 19 orang meninggal dunia. Karena sampai saat ini letusan gunung tersebut tak menjukkan penurunan aktivitas, maka diperkirakan jumlah pengungsi akan bertambah.

Banjir Jakarta merupakan bencana musiman yang sudah diprediksi kapan datangnya dan kapan berakhirnya, dan biasanya terjadi di bulan Januari hingga Februari setiap tahun, juga membuat sekitar 28 ribu warga Jakarta yang terpaksa harus tinggal untuk sementara di lokasi pengungsian, akibat bencana banjir jakarta sebanyak 23 jiwa meninggal dunia. Selain banjir Jakarta, bencana banjir ataupun banjir bandang di sejumlah daerah lainnya juga membuat ribuan bahkan puluhan ribu warga terpaksa mengungsi, dan tak sedikit tempat tinggal dan harta benda warga hanyut terbawa arus air.

Kehidupan pahit dan menyedihkan menjadi penderitaan puluhan ribu warga yang mengungsi akibat bencana ledakan Gunung Sinabung serta bencana-bencana banjir. Tidur bertumpuk di lokasi-lokasi dan tenda-tenda pengungsian, makan minum di jatah, penyakit rentan datang melanda, bahkan ada yang melahirkan saat dalam pengungsian. Anak-anak para pengungsi untuk  sementara tak bisa bersekolah, begitu juga rumah dan harta benda mereka yang tak bisa dibawa, tak tau bagaimana keadaannya.


Pengungsi korban bencana erupsi Gunung Sinabung
(foto :meterotvnews.com)

Pengungsi korban bencana banjir jakarta
(foto : merdeka.com)
Namun di balik penderitaan puluhan ribu pengungsi korban bencana, tak sedikit orang atau mereka yang menjadikan musibah bencana sebagai momen strategis untuk meraih ambisinya. Sebagian besar dari mereka adalah para politisi yang saat ini tengah berjuang meraih kursi kekuasaan di lembaga legislatif dan berjuang mencari simpati menuju pemilihan presiden.  Lokasi bencana dan lokasi-lokasi pengungsian merupakan bagian daerah pemilihan atau territorial garapan para politisi berstatus calon legislatif, menjadi daerah tujuan pencitraan mereka, dan hak suara warga yang mengungsi menjadi target untuk diraih.

Posko bencana dengan atribut caleg, atribut partai berupa spanduk dan  baliho ditambah, bahkan spanduk bakal capres bertebaran di sekitar lokasi bencana maupun di sekitar lokasi pengungsian.. Semua yang mereka lakukan di tengah berlangsungnya bencana, tak lain dan tak bukan, maksudnya untuk mencitrakan diri sekaligus mencari simpati para pengungsi korban bencana.


Posko banjir Jakarta yang didirikan caleg Partai Golkar
(foto : metrotvnews.com)

Posko banjir caleg PKS di Cikarang
(foto : www.pksciktim.org)

Posko banjir PDIP di Indramayu
 (foto : ciamanuk.com)

Rasa empati yang dikemas dengan gestur seolah ikut prihatin dan raut wajah seolah ikut merasakan penderitaan, serta dibarengi aksi sosial terutama pemberian bantuan, menjadi penunjang dan cara mencari menarik perhatian untuk memuluskan  agar nama dan tampang mereka diingat oleh para pengungsi korban bencana. Malah tak sedikit yang melakukan blusukan ditengah lokasi bencana. Tujuan akhirnya  tentu agar nama dan tampang mereka yang terdaftar dan terpampang  sebagai caleg,  menjadi pilihan di ajang pemilihan umum legislatif tanggal 9 April 2014.


Caleg Partai Hanura memberi sumbangan
kepada pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung
(foto : waspada.co.id)

Caleg PKS di Bekasi membantu evakuasi korban banjir
 (foto : gobekasi.com)

Caleg Partai Nasdem turun mengantar bantuan
di lokasi banjir Tanggerang
 (beta.partainasdem0250.org)

Tak hanya para caleg dengan partai politiknya. Sejumlah sosok yang berambisi menjadi presiden juga tak mau ketinggalan menyambangi lokasi bencana dan lokasi pengungsian, kehadiran mereka juga dibarengi aksi pemberian bantuan kepada para pengungsi. Tujuannya tak lain dan tak bukan untuk cari simpati sekaligus mencitrakan diri dan  meningkatkan  nilai elektabilitas kefigurannya. Sejumlah bakal capres yang ikut bertarung dalam seleksi capres sebuah partai politik besar, tak ketinggalan menyambangi para pengungsi di sejumlah lokasi pengungsian. Ada yagn sok akrab dengan pengungsi, malah ada pula yang nginap dan tidur bersama pengungsi di kamp pengungsian. Ada juga sejumlah tokoh yang digadang-gadang bakal mencapres, datang berkunjung ke lokasi pengungsi dengan mengatasnamakan dan memanfaatkan jabatan atau lembaganya.



Dahlan Iskan bersama anak-anak pengungsi
bencana erupsi Gunung Sinabung (foto :sumutberita.com)
Dahlan Iskan tidur di lokasi pengungsi
bencana erupsi Gunung Sinabung (foto : jpnn.com)
Hidayat Nurwahid blusukan di genangan banjir Jakarta
 (foto : pkssoko.org)
Hatta Rajasa, mengunjungi korban banjir Jakarta
(foto : shnews.com)
Jusuf kalla saat mengunjungi pengungsi
bencana erupsi Gunung Sinabung (foto : antaranwes.com)
Gita Wiryawan saat mengunjungi pengungsi Sinabung
 (foto : ayogitabisa.com)
Berbagai macam cara dilakukan para politisi untuk mencari simpati deengan mencitrakan dirinya dihadapan para pengungsi. Banyak diantara para politisi yang berstatus caleg yang terang-terangan menunjukkan identitas calegnya sekaligus mengkampanyekan dirinya saat menyambangi dan memberikan bantuan kepada para korban bencana. Atribut dan berbagai petunjuk tentang status mereka sebagai caleg lengkap dengan nomor urut dan daerah pemilihan serta partainya, mereka tunjukkan saat berkunjung kelokasi bencana maupu ke lokasi pengungsian. Gubernur DKI Jakarta Jokowi sempat terkejut, sebab saat blusukan menaiki perahu karet dengan sejumlah bawahannya untuk meninjau lokasi banjir, perahu yang mereka tumpangi sempat berpapasan dengan perahu karet yang bertuliskan nama sorang caleg yang masih satu partai dengan Jokowi. Caleg tersebut adalah Effendi Simbolon yang diketahui juga Caleg DPR RI yang diusung  PDIP untuk  Dapil DKI 3. Perahu karet tersebut berisi enam orang yang mengenakan kaos bergambar wajah Effendi Simbolon. Salah seorang dari penumpang perahu karet tersebut sempat meneriakkan yel-yel “ Hidup Pak Effendi Simbolon!”

Ada juga caleg yang bertindak curang saat melakukan pemberian bantuan di lokasi banjir Jakarta.  Selain terang-terang mengkampayekan dirinya sebagai caleg, si politisi juga memberikan bantuan makanan yang ternyata milik pemerintah. Caleg tersebut adalah Dra Wirianingsih Msi, celeg Partai Keadilan Sejahtara (PKS) yang juga anggota DPR RI. Bantuan berupa biskuit susu untuk bayi yang diberikan politisi PKS itu kepada korban banjir ternyata biskuit dari Kementerian Kesehatan. Parahnya lagi di kemasan  biskuit dari kementerian Kesehatan tersebut ditempelkan striker foto Wirianingsih dengan tulisan “Bantuan ini diperjuangkan dan diusahakan oleh Drs Wirianingsih Msi, Anggota DPRRI Komisi IX, Fraksi PKS periode 2009-2014, Caleg DPRRI Dapil DKI 3. Cerdas, Ramah, Peduli”


Bantuan Biskuit dari Kementrian Kesehatan ditempel striker
gambar caleg PKS Drs Wirianingsih Msi , yang dibagikan
kepada korban banjir Jakarta (foto :tribunnews.com)
Memang kunjungan dan pemberian bantuan yang dilakukan para politisi yang mencaleg terkesan dadakan. Mereka mendadak bersikap peduli dan menunjukkan keprihatinan padahal sebelumnya tak terlihat kepedulian dan rasa keprihatinan mereka. Mereka mendadak bergaya merakyat padahal sebelum tak terlihat gaya merakyat mereka.  Kunjungan dan bantuan yang diberikan kepada korban bencana juga bukan karena ketulusan dan panggilan hati nurani melainkan karena adanya kepentingan politik menjelang pemilu legislatif ataupun adanya kepentingan pencitraan menuju pemilu presiden 2014.

Tak ada salahnya dan tak bisa disalahkan jika para politisi mengunjungi pengungsi dan memberi bantuan bagi pengungsi yang menjadi korban bencana.  Juga tak ada larangan, meskipun gaya dan tingkah para politisi tersebut sebagai bentuk kesengajaan dalam rangka  mencitrakan diri dengan tujuan untuk dipilih. Kalaupun ada kecurangan, misalnya bertindak sudah seperti kampanye atau memanfaatkan asset pemerintah, saat mereka mengunjungi dan memberi bantuan kepada korban bencana, itu hanya persoalan etis dan tidak etis, meskipun ada aturan yang melarangnya tapi tak satupun yang terdengar mendapat sanksi. 

Paling tidak ada hal yang patut disyukuri, yakni kehadiran mereka di tengah-tengah korban bencana dan ditimpali pemberian bantuan, sedikit banyak bermanfaat meringankan beban penderitaan para korban bencana. Tak apalah, mumpung bantuan itu memang dibutuhkan korban bencana, kendati pemberian bantuan dilakukan berketepatan menjelang pemilu legislatif, dan murni karena kepentingan politik. Sebab dapat diperkirakan kalaulah misalnya pristiwa bencana terjadi tak berdekatan dengan momen perhelatan politik, jauh kemungkinan akan terlihat para politisi beratribut beramai-ramai menunjukkan kepeduliannya terhadap korban bencana.memang itulah faktanya, dan memang sudah terbukti ketika terjadi banjir Jakarta tahun 2012 dan 2013, nyaris tanpa kehadiran dan tanpa mengalirnya bantuan dari politisi beratribut partai.

Pantas atau tidak,  etis atau tidak,  para politisi yang mencitrakan dirinya di lokasi pengungsi dan di lokasi bencana yang orientasinya mencari simpati, terpulang kepada penilaian. Persoalan apakah mereka akan laku di mata para pengungsi,  itu juga tergantung kepada penilaian, khususnya penilaian dari para pengungsi korban bencana. Yang penting para politisi yang mendadak peduli terhadap pengungsi korban bencana, harus rela ketika apa yang telah mereka berikan kepada pengungsi tak membuahkan imbalan sesuai harapan. Kalau itu terjadi mereka harus ikhlas dan jangan sampai merasa kesal dan menyesal, karena apa yang telah diberikannya tidak ada imbalan pahalanya.



Selasa, 28 Januari 2014

Meragukan Profesionalitas Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019


Meragukan Profesionalitas
Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Pemilu Serentak pada tahun 2019 (Gabungan Pileg dan Pilpres) hasil putusan Mahkamah Konstitusi menuai berbagai tanggapan. Ada yang pro ada yang kontra. Penulis tak ingin membahas lebih jauh soal pro dan kontra, dan termasuk adanya anggapan ada kepentingan dibalik putusan tersebut. Yang pasti untuk sementara Effendi Ghazali dan Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak, meskipun kurang puas tapi masih bisa sedikit tersenyum karena putusan MK tersebut merupakan penggabulan sebagian dari gugatan uji materil terhadap UU Pilpres No 42  Tahun 2008 yang  mereka ajukan .  Sementara Yusril Ihaza Mahendra  yang juga melakukan gugatan yang hampir sama, untuk sementara harus gigit jari karena putusan MK tersebut bukan hasil dari gugatan yang diajukannya.

Harapan sejumlah bakal capres seperti Yusril, Prabowo, Wiranto, Suryadharma Ali atau yang digadang-gadang jadi capres dari partai yang tak berpeluang meraih suara 20 persen pada Pileg 2014 ataupun dari partai kelas ikan teri yang tak yang bakal tak mampu maraih parlementary threshold di pileg 2014, dipastikan tertunda niatnya untuk mencapres tanpa harus koalisi pada pada tahun 2014, karena MK hanya memutuskan pemilu serentak itu berlaku pada tahun 2019. Lalu harapan mereka untuk mencapres pada pemilu serentak 2019,  juga bakal sirna karena MK menolak gugatan penghapusan ambang batas suara partai yang bisa mengajukan capres.

Putusan MK tentang pemilu serentak pada tahun 2019, sudah menjadi harga mati dan harus dilaksanakan. Perangkat aturan yang mengatur terkait hal itu, mau tak mau  kelak harus disesuaikan. Kurun waktu lima tahun adalah waktu yang panjang mempersiapkan segala perangkat untuk mendukung pelaksanaan pemilu serentak 2019.

Penulis bukan pelaku politik praktis dan tidak pula ada kepentingan untuk mencapres, dan penulis juga bukan pendukung salah satu capres.  Sebenarnya bukan tak sepakat dengan pemilu serentak, namun khusus menyikapi putusan MK tetang pemilu serentak, membuat penulis agak terpaksa mengikuti gaya SBY yaitu merasa galau. Tapi kegalauan penulis tak sampai membuat penulis curhat-curhatan dan somasi-somasian seperti yang dilakukan SBY. Soalnya tak ada relevansinya penulis curhat karena putusan MK dan men-somasi MK karena keputusan MK juga tak ada kaitannya dengan soal elektabilitas  dan juga tak mengandung fitnah.

Yang digalaukan penulis adalah hanya soal penyelenggaran pemilu serentak 2019.  Penulis  meragukan penyelenggaraan pemilu serentak akan berlangsung secara profesional. Penulis sangat ragu dengan kemampuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu di negeri ini.  Sebenarnya tak pantas penulis merasa galau ataupun mungkin ada anggapan terlalu dini untuk  merasa ragu soal penyelenggaran pemilu serentak 2019 yang masih lima tahun lebih lagi berlangsung penyelenggaraannya.

Tapi penulis punya alasan logis meragukan kemampuan KPU akan maksimal menyelenggarakan pemilu serentak (Pileg dan Pilpres) pada tahun 2019. Soalnya pada penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 1999, 2004 dan 2009 yang agendanya hanya untuk pemilihan anggota DPR RI DPD RI , DPRD Provisnsi serta DPRD Kabupaten/Kota,  sangat banyak kelemahan. Tak ada perubahan dan kemajuan signifikan, baik dari penyelenggaraan pileg 1999 ke pileg 2004, lalu dari pileg 2004 ke pileg 2009.  Berbagai kelemahan seperti di tiga pileg terdahulu, kemungkinan besar akan terjadi di pileg 2014, dan berpeluang besar tetap terjadi pada pemilu serentak di tahun 2019, karena agenda pemilihannya sudah bertambah, tidak hanya pemilihan anggota DPR RI DPD, DPRD Provisnsi serta DPRD Kabupaten/Kota, tapi juga pemilihan presiden.

Di Pileg  era reformasi yaitu pada tahun 1999, 2004 dan 2009, KPU dinilai tak mampu menyelenggarakannya secara professional. Carut marut penyelenggaraan di tiga pileg   terdahulu menjadi permasalahan rutin. Masalah jumlah daftar pemilih dari pileg  ke pileg tetap menjadi permasalahan serius. Data daftar pemilih sangat amburadul, tak sedikit warga yang sudah lagi tak bermukim diatas dunia alias telah meninggal masih masuk daftar pemilih. Dan tak sedikit pula warga yang pindah alamat masih terdaftar jadi pemilih di tempatnya semula, malah banyak diantaranya terdaftar sebagai di dua tempat (pemilih ganda). Warga yang tak masuk dalam daftar pemilih juga tak tanggung banyaknya. Setiap menjelang pileg pileg sebelumnya,  sampai menjelang Pileg 2014 yang akan berlangsung tiga bulan ke depan, data pemilih dengan berbagai persoalan tetap menjadi dilemma.

Kelemahan yang paling krusial pada pileg  terdahulu adalah pada saat penyelenggaraan di hari pencoblosan di tingkat PTS (Tempat Pemungutan Suara). Masih segar dalam ingatan ketika hari pencoblosan di pemilu legislatif 2009 benar-benar tak berlangsung dengan dengan baik dan lancar.  Faktor banyaknya partai peserta pemilu, dan berjibunnya nama caleg, membuat bingung pelaku pencoblosan, serta membuat repot petugas TPS. Ketidak profesionalan petugas TPS dan peliknya soal administrasi juga menjadi penyebab penyelenggaraan pileg di hari pencoblosan berlangsung amburadul.  12 Jam waktu yang tersedia ternyata sangat tak cukup untuk membereskan  segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan di TPS.

Di tingkat TPS, perhitungan suara, rekapitulasi hasil perhitungan suara serta validasi administrasi hasil perhitungan suara berlangsung hingga subuh dini hari.  Selain itu rekapitulasi hasil perhitungan suara ditingkat TPS pun tak sedikit yang bermasalah, dan tak sedikit pula hasil rekapitulasi terpaksa dilakukan penghitungan ulang di tingkat KPPS. Tak hanya itu, penyelewengan hasil perhitungan suara menjadi kasus yang cukup banyak terjadi pada penyelengaraan pileg tahun 2009 termasuk di  pileg sebelum itu.

Lalu apakah pemilu serentak 2019 (penggabungan pileg dan pilpres) akan berlangsung secara profesional, dan minim kelemahan-kelemahan seperti pada pileg-pileg terdahulu ?

Memang tak bisa dipastikan pemilu serentak bakal berlangsung profesional dan lebih baik dari pemilu terdahulu. Tapi penulis tak salah jika meragukan pemilu serentak 2019 bisa berlangsung profesional. Argumen dari penilaian penulis, adalah kelemahan di pileg-pileg  sebelumnya, dan pesiapan KPU menjelang pileg 2014 yang terkesan yang juga masih banyak kelemahan, sehingga penyelenggaraan Pileg  2014 penulis prediksi akan sama situasinya dengan pileg 2009.

Memang belum tahu pasti berapa banyak partai politik dan jumlah calon legislatif pada pemilu serentak 2019. Dan untuk memastikannya harus dilihat dulu bagaimana pelaksanaan pileg yang akan akan berlangsung 9 April 2014, berikut  pilpres yang akan berlangsung 9 Juli 2014. Namun nasib penyelenggaraan pileg 2014 dengan kontestan 12 partai politik dengan jibunan caleg yang jadi pilihan, menurut penulis tak akan tak jauh beda dengan penyelenggaraan pileg sebelumnya 2009. Di pileg 2014, kebingunan pemilih dan kerepotan petugas TPS pada pelaksanaan pemungutan suara, perhitungan suara serta rekapitulasi dan validasi administrasi hasil perhitungan suara,  tetap akan terjadi.

Kalaupun akan lebih baik, hanya sedikit lebih baiknnya  dari pileg 2009, dan itu pun karena faktor parpol dan caleg yang lebih sedikit jumlahnya dari pileg 2009. Soal persiapan KPU menghadapi pemilu 2014, tak ada ubahnya seperti pesiapan ketika menjelang pemilu 2009, tak ada yang spesial.  Lalu soal daftar pemilih justru tetap amburadul sebagaimana pada tiga pileg sebelumnya.  Demikian pula halnya rendahnya suara golput  (pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya) disemua ajang pemilihan selama era reformasi baik pileg, pilpres maupun pilkada, jumlahnya tetap sangat besar.

Lalu kalau kondisi penyelenggaraan pileg 2014 tak ada perubahan dan tetap banyak kelemahan seperti pileg 2009, maka prediksi penulis soal penyelenggaraan pemilu serentak di tahun 2019 (jika tetap dengan multi partai), kemungkinan besar tak lebih baik dari pemilu 2014. Alasannya pemilu serentak 2019 dengan dua agenda pemilihan sekaigus yaitu pemilihan legislatif  dan pemilihan presiden, sudah pasti akan jauh lebih tinggi tingkat kebingungannya dan tingkat kerepotannya.  Yang pasti kompleksitas persoalan di pemilu serentak 2019 dengan dua agenda pemilihan akan lebih banyak. Inilah dasar pertimbangan penulis menilai bahwa  profesionalitas penyelenggaraan pemilu serentak 2019 untuk sementara tetap menjadi sebuah keraguan.

Namun, sebagai warga negara menginginkan pemilihan umum menghasilkan legislator dan pemimpin negara yang berkualitas dan merakyat, penulis sangat berharap pemilu serentak 2019 termasuk juga pileg 2014 dan pilpres 2014  dapat  berlangsung professional. Waktu lima tahun lebih waktu yang sangat lama untuk membuat perencanaan matang agar pemilu serentak 2019 terselenggara dengan baik.  Proses demokrasi suatu negara, tercermin melalui penyelenggaraan pemilunya.

Klik dan baca juga di :






Julukan Reformis Tak (Lagi) Pantas Disandang Amin Rais


Julukan Reformis
Tak (Lagi) Pantas Disandang Amin Rais

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Dulunya kepiawaian Amin Rais dalam berpolitik tak perlu disangsikan. Dia dijuluki Bapak Reformasi karena turun langsung mendukung aksi mahasiswa ketika bergulirnya tuntutuan reformasi. Setelah reformasi berhasil, dan Pemerintahan Orde Baru dibawah kekuasaan Suharto runtuh, Amin pun mendirikan Partai Amanat Nasinal (PAN), dia pun memimpin partai bentukannya itu dengan jabatan Ketua Umum. Di Pemiu 1999 sebagai partai baru PAN masuk kategori partai menengah. Hebatnya lagi, karena kepiawaiannya Amin Rais berhasil menduduki posisi sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), meskipun suara PAN di Pileg 1999 hanya 7,4 persen (34 kursi DPR).

Pada Pilpres 2014 yang merupakan Pilpres yang secara langsung untuk pertama kalinya, Amin Rais berpasangan dengan Siswono Yudhohusodo, maju sebagai capres. Sayangnya Amin Rais takluk di putaran pertama. Pasca gagal di pilpres, Amin Rais tampak tak berambisi lagi berlama-lama berkutat di jalur kekuasaan. Terbukti Amin Rais tak lagi berambisi menancapkan cengkramannya di Partai Amanat Nasional (PAN). Dia mengambil keputusan cukup satu periode memimpin PAN, walaupun saat itu, jika dia berkeinginan melanjutkan tampuk kepemimpinannya di PAN dipastikan tak ada yang berani menghadang. Saat itu penulis menilai sosok Amin Rais memang pantas dijuluki sebagai seorang Reformis. Dengan tak melanjutkan kekuasaannya di PAN, Amin Rais menunjukkan dirinya sebagai sosok yang tak ambisius, dan tak kemaruk kekuasaan.

Sutrisno Bachir yang dielusnya berhasil terpilih Ketua Umum PAN, dan Amin Rais pun berposisi sebagai sesepuh dengan jabatan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional. Jabatan itu pun tetap dipegangnya setelah kepemimpinan Sutrisno Bachir beralih ke Hatta Radjasa, sebab nama besar Amin masih dianggap sangat diperlukan untuk tetap menjaga eksistensi PAN.

Sejak tak lagi memimpin PAN, nama Amin Rais sesekali muncul ke permukaan, Komentar-komentar  Amin Rais selaku tokoh yang dijuluki reformis jarang terdengar. Dalam posisi demikian penulis dan mungkin banyak kalangan semakin salut dengan sikap Amin Rais yang tak meneruskan kiprahnya mengejar kekuasaan. Dengan memposisikan diri demikian Amin pun menjadi tokoh yang disegani dan dianggap benar-benar seorang negarawan, dan julukan tokoh reformis pun tetap melekat pada sosok mantan Ketua MPR tersebut.

Eksistensi ketokohan dan kenegarawan Amin Rais mulai terusik. sejak dia menyerang secara membabi buta menjelekkan sosok Jokowi  menjelang putaran kedua Pilgub DKI Jakarta. Setelah putaran pertama Pilgub DKI,  Amin Rais yang berpihak kepada Pasangan Foke-Nara (karena PAN mengalihkan dukugannya kepada pasangan incumbent), mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengejutkan. Dia menyerang pasangan Jokowi_Ahok dengan memojokkan Jokowi yang notabene lawan pasangan Foke-Nara di putaran kedua Pilgub DKI. Jokowi dituding Amin sebagai walikota gagal. Amin Rais mengganggap predikat Jokowi sebagai salah satu walikota terbaik di dunia terlalu berlebihan dan menyesatkan. Selama Jokowi menjabat Walikota Solo, angka kemiskinan di kota Solo naik cukup tajam.

Sikap Amin Rais yang menjelekkan Jokowi dan dianggap sebagai kampanye hitam, sangat bertolak belakang dengan kredibilitas Amin Rais yang selama ini dinilai sebagai politisi yang cerdas dan sebagai seorang reformis.  Lalu kekalahan Foke-Nara, telah mengorbankan kredibilitas Amin Rais sebagai seroang negarawan dan sosok yang reformis, sebab lantang suara Amin Rais yang menjelekkan Jokowi, ternyata tak efektif mempengaruhi rakyat Jakarta untuk tidak memilih pasangan Jokowi-Ahok, dan juga tak juga berhasil mempengaruhi rakyat Jakarta untuk menjatuhkan pilihannya kepada pasangan Foke-Nara. Justru ada pemikiran serangan Amin Rais terhadap Jokowi justru jadi bumerang.  Rakyat jadi tak simpati dengan Amin Rais sehingga juga berimbas jadi tak menyukai dan tak memilih Foke-Nara.

Kekalahan pasangan pasangan Foke-Nara yang didukung Amin Rais, ternyata tak menyadarkan Amin Rais. Mantan Ketua Umum Muhammadiyah tersebut, semakin intens menyerang Jokowi. Dikatakannya kemenangan pasangan Jokowi-Ahok akan mengancam iklim demokrasi di Jakarta. Sebab menurutnya Ahok didukung pebisnis (tanpa menyebut etnis). Barisan pebisnis yang berada di belakang pasangan Jokowi-Ahok sangat berpotensi mencaplok kekuatan politik. “Saya terus terang sangat khawatir, perkimpoian politik dan bisnis ini bisa mengancam demokrasi dan kontraproduktif dengan kepentingan rakyat,” ujar Amin Rais saat itu pada acara Rakerda DPD PAN Solo.

Ditegaskannya, kemenangan Jokowi-Ahok tidak akan membawa perubahan apapun buat DKI Jakarta. Dia bawah kepemimpinan Jokowi-Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, maka kekuatan ekonomi kecil di Jakarta akan semakin tergilas dengan kekuatan ekonomi besar yang berada di rangkaian gerbong Ahok (pebisnis yang berada di belakang Ahok). Tak hanya itu, Amin Rais mengindikasikan kekalahan pasangan Foke-Nara karena pasangan Jokowi Ahok telah membayar pers. Dia tak mengakui kemenangan Jokowi Ahok sebagai kemenangan Rakyat. Dia mengatakan salah satu faktor kemenangan Jokowi Ahok karena bisa mengendalikan media massa.

Serangan Amin Rais, menyikapi kemenangan Jokowi Ahok,  terkesan tanpa alasan faktual alias gelap mata. Apa yang ditudingkannya terkesan berdasarkan asumsi akal-akalan dan asal-asalan, Intinya asumsi dan tudingan yang terlontar dari mulut Amin Rais menggambarkan sosok Amin Rais tak lagi sinkron dengan predikatnya sebagai tokoh  yang reformis dan politisi yang cerdas. Asumsi dan tudingannya juga sangat tak selaras dengan predikat akademis yang disandangnya yaitu seorang yang bergelar Profesor Doktor dan berbagai gelar akademis lainnya.

Entah karena sudah semakin tua sehingga mulai pikun ataupun mungkin ada unsur dendam, Amin Rais tampaknya tetap konsisten menyerang sosok Jokowi. Amin seolah tak peduli kredibilitas dan citranya memudar, Amin Rais juga tak peduli asumsi dan tudingan yang dialamatkan kepada Jokowi saat baru terpilih Gubernur DKI ternyata tidak terbukti. Setahun kepemimpinan Jokowi-Ahok,  Amin Rais kembali melakukan serangan terhadap sosok Jokowi, dan serangannya itu terkait karena banyaknya dukungan yang menginginkan Jokowi jadi calon presiden (Capres).

Tetap dengan pertimbangan tak mendasar, Amin meragukan Jokowi punya komitmen nasionalisme yang kuat, kendati Jokowi.berasal dari partai nasionalis. Amin menilai Jokowi bisa saja seperti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat menjabat presiden. Kebijakan Megawati yang menjual saham PT Indosat ke pihak asing dan pembebasan utang pengusaha hitam, merupakan kebijakan yang berlawanan dengan semangat nasionalisme. Amin juga menilai kelompok politik Islam belum tentu mau berkoalisi dengan Jokowi jika dia mencalonkan jadi presiden. (pernyatan ini sempat membingungkan karena sebelumnya Amin Rais pernah mewacanakan menggadang kemungkinan duet Jokowi dengan Hatta Rajasa)

Tak berapa lama setelah itu, penjelekan terhadap sosok Jokowi kembali terlontar dan bergema.  Penilaian Amin Rais terhadap Jokowi tetap terkesan akal-akalan dan asal-asalan dan juga tekesan menilai dari sudut pandang yang sempit. Dia menyamakan Jokowi seperti mantan Presiden Filipina  Joseph Estrada. Jokowi dan Estrada menurutnya dipilih rakyat karena popular, kendati dikatakan Jokowi tak separah Estrada.  Setelah itu masih ada sejumlah pernyataan Amin Rais kerap menyindir Jokowi. Belakangan saat terjadinya banjir Jakarta, juga dimanfaatkan Amin Rais untuk mendiskreditkan Jokowi. Dia meminta agar Jokowi meminta maaf kepada warga Jakarta karena Jokowi belum bisa mengatasi banjir.

Disadari Amin Rais atau tidak, serangannya terhadap Jokowi, justru menambah terpicunya kebencian publik terhadapnya. Minimal publik yang senang dengan sosok Jokowi dan jumlahnya sangat signifikan (yang kemungkinan juga sebagaian besar pada awalnya simpati dengan Amin Rais), akhirnya berubah pikiran jadi hilang simpati dengan sosok Amin Rais.

Sebagai seorang yang dianggap reformis, cerdas dan punya latar belakang akademis dengan berbagai gelar tingkat tinggi, Amin Rais tak pantas melakukan serangan dengan cara-cara kontroversial terhadap Jokowi. Seorang Amin Rais yang beratribut Profesor Doktor, dan berbagai gelar akademis lainnya, menurut penulis sangat tak pantas melakukan serangan dengan asumsi dan tudingan yang terlalu dangkal terhadap kepemimpinan Jokowi baik saat sebagai Walikota Solo maupun sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Penilaian Amin Rais bahwa Jokowi bukan sosok pemimpin yang berhasil, adalah penilaian dari kalangan minoritas,  di tengah banyak kalangan yang menganggap Jokowi sebagai pemimpin yang berhasil. Ditambah lagi ada kesan rasa kebencian yang ditunjukkan Amin Rais dibalik serangannya terhadap Jokowi. Soalnya sejak berkoar kembali, fokus yang menjadi objek kritikan Amin Rais hanya seputar sosok Jokowi, Sementara sebagai sosok yang dikenal kritis, berbagai persoalan bangsa termasuk soal kepemimpinan SBY yang diwarnai banyaknya kasus korupsi nyaris tak pernah disikapinya. Dalam hal ini penulis menilai kebencian Amin Rais terhadap Jokowi, membuat Amin Rais mengabaikan atau tak mengakui fakta dan realita soal kepemimpinan Jokowi yang memang membawa perubahan. 

Sebagai sosok yang reformis dan cerdas dan berlatar belakang akademisi, jika berasumsi seharusnya Amin Rais, bukan berposisi kontra (bermusuhan) dengan Jokowi. Jika pun mengkritik seharusnya tidak tendensius. Sosok dan gaya kepemimpinan Jokowi yang dikenal merakyat merupakan substansi dari nilai-nilai reformasi (pembaharuan). Komitmen kepemimpinan Jokowi yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat adalah merupakan cita-cita murni reformasi. Lalu sikap kontradiktif yang berkali-kali dipertontonkan Amin Rais terhadap kepemimpinan Jokowi, merupakan pengangkangan terhadap perbuatan Jokowi yang sangat kental nilai reformasinya. Jelas, apa yang telah diperbuat Amin Rais terhadap Jokowi, dipastikan sangat tak pantas dilakukan oleh sosok yang sebelumnya dikenal berpredikat reformis.

Dengan demikian, menurut penulis  julukan reformis tak (lagi) pantas disandang oleh seorang Amin Rais.  Sikap yang dibuatnya, membuat sosok Amin Rais turun level. Jujur penulis katakan saat ini Amin Rais tak ubahnya (sudah persis) seperti Ruhut Sitompul alias selevel dengan  si orang yang berjuluk si Poltak tersebut. Keduanya nyaris sama terutama dalam hal menyerang Jokowi. Jika dibandingkan dengan Amin Rais termasuk dengan Ruhut, Jokowi ternyata jauh lebih elegan dan jauh lebih dewasa dalam berpolitik, Soalnya serangan dari kedua politisi tersebut tak pernah direspon secara emosional oleh Jokowi. Hebatnya, di tengah banyaknya kalangan yang membela Jokowi dari berbagai serangan, malah Jokowi sendiri tak meladeninya, dan justru serangan dan  penjelekan terhadapnya sebagai kritikan yang positif.


Selasa, 21 Januari 2014

Sandiwara Bertopeng (Puisi)


Sandiwara Bertopeng

Oleh : M Alinapiah Simbolon



Dongak keangkuhan mereka
Cibiran ketus bahasa mereka
Binar sorotan mapas mereka
Sejatinya masih mewujud dan melekat di  jasad dan rohani sebagian besar dari
mereka-mereka itu

Kikir senyuman dan keramahan
Pelit santun dan rasa hormat
Irit belas kasih dan rasa peduli
Sejujurnya  masih melekat dan masih tersekat di sifat dan tampilan  mayoritas dari
mereka-mereka itu.

Berbuat semata karena maksud
Bertindak sesuatu tanpa panggilan  jiwa
Berlaku tanpa refleksi keikhlasan
Sebenarnya masih menjadi bagian dari gontaian langkah-langkah kebanyakan dari
mereka-mereka itu

Sekarang…… Mereka-mereka itu kini tengah bertransformasi.
Mereka-mereka itu saat ini sedang berubah wujud laksana insan yang paripurna.
Gerak mengangguk dan merunduk
Tutur kata lemah lembut
Pandangan tanpa lototan
Kini tengah mereka aktingkan.

Raut ramah dengan seyum tersungging
Gaya santun dengan gaya bertabik
Sikap peduli dengan sikap welas asih
Saat ini lagi mereka pertontonkan…...

Berbuat laksana tiada pamrih
Bertindak layaknya karena terpanggil
Berprilaku seolah karena keikhlasan
Sekarang ini sedang mereka perankan…..

Mereka-mereka itu tengah bersandiwara…..
Sandiwara yang diperankan dengan wajah topeng mereka
Sandiwara yang diperankan tanpa hakekat dan semu semata
Sandiwara musiman, yang diperankan  hanya se tempo selama lima tahunan
Sandiwara musiman, yang dibaliknya ada hasrat politik sebagai tujuan

Wahai…Kalian-kalian yang belum tahu jati mereka-mereka itu,
Waspadalah… !  Cermatlah….!
Itu hanya sandiwara semusim…. Yang kalian lihat itu adalah topeng….!
Yang kalian saksikan itu adalah sandiwara bertopeng… !


  

Minggu, 19 Januari 2014

Pangeran Lengan Panjang dan Kisah 200.000 Dollar


Pangeran Lengan Panjang dan Kisah 200.000 Dollar

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Sebenarnya kiprah Ibas di ajang politik tak ada yang luar biasa. Karir politiknya pun tak mumpuni, dan keberadaannya di Partai Demokrat dengan jabatan Sekretaris Jenderal juga tak ditempuh melalui proses jenjang kaderisasi, Yang luar biasa dari Ibas adalah karena dia seorang putra kandung Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI yang masih menjabat sampai saat ini, sehingga sosoknya jadi perhatian dan mendapat perlakuan istimewa.

Di lingkungan Partai Demokrat, perhatian dan perlakuan istimewa terhadap Ibas lebih nyata terlihat. Dan itu juga tak lepas karena faktor ayahnya sebagai pendiri dan pemimpin tertinggi di Partai Demokrat. Jabatan Sekretaris Jenderal yang dipegangnya di usia yang sangat mudah, dan baru seumur jagung menghuni Partai Demokrat adalah manifesto dari perlakuan istimewa yang diterimanya di Partai Demokrat.

Kebanyakan politisi di Partai Demokrat, bahkan politisi seniornya, selalu berupaya cari perhatian alias ambil muka dan angkat telor dihadapan SBY, salah satunya memberi perlakuan istimewa terhadap putra bungsu SBY tersebut. Pembelaan terhadap Ibas ketika mendapat kritikan dan sorotan juga sangat berlebihan diperlihatkan  para politisi Partai Demokrat.

Perlakuan istimewa terhadap Ibas di Partai Demokrat, memang sudah tampak sejak awal dia masuk Partai tersebut. Pertama sekali masuk Partai Demokrat dia langsung menjadi caleg DPRRI pada Pemilu 2009 melalui Daerah Pemilihan VII Jawa Timur yang meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan dan Ngaw. Salah satu daerah di dapol tersebut yaitu Pacitan merupakan kampung halaman SBY. Faktor Presiden SBY yang saat itu masih mendapat simpati besar rakyat, membuat Ibas terpilih dengan suara terbanyak di Indonesia. Tak lama setelah aktif di DPR RI, Ibas dimasukkan dalam struktur kepengurusan DPP Partai Demokrat sebagai Ketua Departemen Kaderisasi. Kemudian pada Kongres Partai Demokrat di Bandung  Tahun 2010, Ibas yang masih seumur jagung menghuni Partai Demokrat di plot menjadi Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat mendampingi Anas Urbaningrum yang terpilih menjadi Ketua Umum DPP. Dengan jabatannya itu, pria kelahiran 24 November 1980 itu pun menorehkan rekor sebagai Sekretaris partai politik termuda.

Aktivitas Ibas ketika menjadi anggota DPR RI pun juga tak menonjol. Nyaris tak pernah terdengar suara lantang yang keluar dari mulut Ibas pada saat rapat-rapat ataupun sidang di DPR. Bahkan Ibas termasuk salah satu legislator yang kerap bolos mengikuti agenda rapat dan persidangan. Setahun yang lalu, dia mundur dari keanggotaan DPR RI, tak lama setelah tertangkap kamera menekan absensi tapi tak masuk pada acara rapat di DPR RI.

Jika di negara Monarkhi, maka sebagai anak kepala negara Ibas akan dijuluki sebagai pangeran. Meskipin negeri ini negara republik, tapi tak menjadi hal yang krusial kalau penulis dalam konteks tulisan ini menjuluki Ibas sebagai pangeran. Dia anak seorang kepala negara yang tengah berkuasa, dan dapat perlakuan istimewa, serta kerap berada di lingkungan istana. Dan memandang dari sisi perlakuan istimewa yang diraihnya, meskipun Ibas anak kepala negara di negara republik, penulis merasa wajar  mengkiaskan sosok Ibas ibarat seorang Pangeran. Pangeran Edhi Baskoro Yudhoyono.

Julukan Pangeran yang penulis sematkan kepada Ibas dalam konteks tulisan ini. bukanlah berarti Pangeran yang dimaknai sebagai calon pemegang takhta kekuasaan negara secara turun temurun sebagaimana lazimnya di negara monarkhi. Penulis hanya meilhat sisi perlakuan keistimewaan yang didapat Ibas baik sebagai anak kandung Presiden dan sebagai politisi dan elit di partai yang di pimpin ayahnya.

Sejujurnya kalau dicermati, posisi Ibas sebagai Sekjen Partai Demokrat yang notabene merupakan jabatan orang kedua, lebih tepat mem-pantaskan dirinya dijuluki sebagai seorang Pangeran di Partai Demokrat. Apalagi jabatan Ketua Umum yang notabene merupakan jabatan orang pertama di Partai Demokrat, saat ini dipegang oleh ayahnya yaitu SBY. Dua jabatan tertinggi di Partai Demokrat yang dipegang oleh ayah dan anak secara bersamaan, sangat pantas dikategorikan sebagai dinasti kekuasaan. Tak bisa juga dinafikan kalau kondisi dan posisi Ibas demikian, adalah indikator kuat adanya proyeksi menjadikan Ibas sebagai  calon atau ahli waris pemegang pucuk pimpinan di Partai Demokrat.

Sebagai putra kandung Presiden SBY, ditambah lagi posisinya sebagai politisi, mantan anggota DPR RI dan Sekretaris Jenderal partai Demokrat sekaligus tanden ayahnya meminpin Partai Demokrat, maka wajar jika Ibas jadi perhatian publik. Sebagai anak presiden sekaligus sebagai politisi, wajar pula jika lensa kamera para paparazzi selalu mengarah kepadanya. Gestur, gaya dan performa Ibas, dan secuil apapun tentang diri dirinya  akan tetap jadi pusat perhatian. Informasi tentang Ibas maupun penampilannya jadi objek amatan, oleh siapa saja, baik kalangan pencari berita maupun orang-orang yang memang hobbinya tukang mengamati. Di alam demokrasi blak-blakan seperti sekarang ini sosok seorang Ibas termasuk salah satu sasaran utama untuk dipantau, terutama untuk disoroti dan dikritik, apalagi ketika ada sisi negatif yang terkait dengan aktivitas dan sosok Ibas  .

Memang kiprah Ibas sejak menjadi politisi, selalu diwarnai kritikan dan sorotan. Kritikan dan sorotan terhadap Ibas juga sangat intens. Tingginya frekwensi sorotan dan kritikan terhadap Ibas, tak terlepas karena posisi ayahnya sebagai Presiden dan Pemegang kekuasaan tertinggi di Partai penguasa tersebut. Kondisi Partai Demokrat yang tengah tersuruk dan terpuruk, dimana Ibas menduduki posisi strategis di partai itu,  juga menjadi salah satu penyemangat untuk mengkrtik dan meyoroti sosok Ibas berikut kinerjanya.

Keberadaannya di Partai Demorkat sempat membuat dia dituding sebagai politisi karbitan. Perkawinannya dengan putri Ketua Umum Partai Amanat Nasional yang juga Menko Perekonomian Hatta Radjasa dinilai banyak kalangan sebagai perkawinan politik. Aktivitasnya saat menjadi anggota DPR juga kerap mendapat sorotan. Dia termasuk jajaran anggota DPR yang paling banyak bolos.  Pengunduran dirinya dari DPR pasca tertangkap kamera bolos dari sidang DPR, dan kemudian mencaleg lagi pada Pileg 2014 juga menjadi cibiran banyak kalangan.

Tak hanya kritikan dan sorotan, menurut versi keluarga SBY, Ibas termasuk sosok yang sering kena fitnah. Bahkan SBY sendiri, sebagaimana dicurhatkannya dalam buku yang baru diluncurkan berjudul “Selalu Ada Pilihan” , bahwa putra bungsunya Edhi Baskoro Yudhoyono adalah anggota keluarganya yang paling sering di fitnah. “Tampaknya disamping saya, Ibas lah yang paling sering dihujani fitnah dan pergunjingan. Seperti tak ada habis-habisnya. Isteri saya sering menitikkan air matanya mendengar betapa tiada hari tanpa fitnah bagi Ibas” curhat SBY dalam bukunya tersebut. 

Memang sorotan terhadap Ibas selalu menjadi perhatian. Dari sejumlah sorotan terhadap Ibas, yang menarik yaitu soal pakaian Ibas. Suami Aliyah yang selalu memakai baju lengan panjang sempat jadi pergunjingan di dunia maya melalui media social. Karena sang pangeran Ibas kerap memakai baju lengan panjang, maka lengannya dicurigai  memiliki tato dan penuh goresan silet tanda pengguna narkoba, Soal baju lengan panjang sang pangeran pun sempat jadi polemik antara Ibu Ani dengan sejumlah pengguna media sosial di dunia maya.

Soal Kasus korupsi Proyek Hambalang yang membuat sejumlah politisi Partai Demokrat indekost gratis di sel KPK, juga mengaitkan nama sang pangeran berlengan panjang tersebut. Mantan anggota DPR RI itu, diduga menerima aliran dana proyek Hambalang sebesar 200.000 Dollar AS. Hal itu terungkap berdasarkan pengakuan Yulianis mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai usai bersaksdi di persidangan kasus korupsi Hambalang 14 Mei 2013. Pernyataan Yuliani itu pun menggurita dan jadi isu hangat. Ibas melaporkan Yulianis ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Sebelumnya nama Ibas juga disebut-sebut menerima uang dari Proyek Hambalang berdasarkan dokumen yang pernah beredar pada tanggal 28 Fenruari 2013, di kalangan wartawan yang bertugas di DPR RI Senayan Jakarta, beredar selebaran dokumen laporan keuangan milik PT Anugrah Nusantara milik Nazaruddim. Dalam selebaran itu tertera bahwa Ibas menerima uang 900.000  Dollar AS, yang diterima sebanyak empat kali. Tanggal 29 April 2010 sebanyak dua tahap yaitu 500.000 Dollar AS, dan 100.000 Dollar AS. Lalu tanggal 30 April 2010 juga dua tahap yaitu 200.000 Dollar AS dan 100.000  Dollar AS. Dan kemungkinan 200.000 Dollar AS seperti pengakuan Yulianis merupakan bagian dari 900.000 Dollar AS yang diterima Ibas. Karna dalam selebaran yang beredar ada disebutkan Ibas menerima 200.000 Dollar AS.

Sebulan sebelum Anas Urbaningrum ditahan KPK terkait Kasus Korupsi Proyek Hambalang, kembali persoalan 200.000 Dollar AS, munciut ke permukaan, Pernyataan Yulianis bahwa Ibas ada menerima 200.000 Dolar AS dalam persidangan direspon Ketua KPK Abraham Samad saat acara Refleksi Akhir Tahun Pekan Politik Kebangsaan di Kantor Internationel Confrence of Islamic Scholars (ICIS) di Jakarta  (12 Desember 2013). Abraham menyebut Yulianis aneh, karena keterangan terkait nama Ibas hanya dilontarkan dalam persidangan tak pernah dikatakannya secara resmi saat di periksa KPK untuk dimasukkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Pernyataan Abraham itupun  dibantah Yulianis, dia pun mendatangi Gedung KPK 18 Desember 2013 untuk menyampaikan surat resmi kepada Ketua KPK agar mengklarifikasi pernyataannya tersebut..

Usai menyampaikan surat kepada KPK, Yulianis kembali menegaskan bahwa dia pernah menyebutkan nama Ibas saat diperiksa KPK. Yulianis menyebut nama Ibas saat penyidik KPK menayakan soal Kongres Partai Demokrat 2010. Didalam suratnya Yulianis yang salinannya dibagi-bagikan kepada wartawan di gedung KPK, Yulianis mengaku telah menyebut semua orang yang berkaitan dengan Nazaruddin dalam persidangan. Dalam suratnya Yulianis juga mengatakan bahwa keterangannya dalam persidangan bukanlah hasil rekayasa atau titipan pihak tertentu.

Soal 200.000 Dollar AS kembali marak diperbincangkan, pasca penahanan Anas Urbaningrum oleh KPK. Ucapan terima kasih Anas kepada SBY tampaknya menjadi siratan peringatan bagi SBY dan Partai Demokrat termasuk bagi Ibas. Setelah ditahan Anas menunjukkan tanda-tanda keseriusan untuk mengungkapkan keterlibatan Ibas menerima 200.000 Dollar AS dari Proyek Hambalang. Seusai diperiksa KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi Proyek Hambalang, Jumat 17 Januari 2014, Anas pun langsung menyampaikan pernyataan terkait pemeriksaannya, dan pernyatannya itu menyiratkan keseriusan membongkar keterlibatan pihak-pihak yang menerima gratifikasi Proyek Hambalang.

Dikatakannya bahwa pemeriksaan dirinya tersebut sangat produktif . Katanya kalau diibaratkan sebuah buku, maka apa yang disampaikannya kepada penyidik baru bagian pendahuluan. Menurutnya apa yang disampaikannya kepada KPK adalah sesuatu yang sangat penting.

“ Tentu pernyataan, juga keterangan-keterangan informasi yang saya sampaikan itu, babak baru pendahuluan, baru bagian awal. Meskipun bagian awal, awal yang penting, karena tak mungkin ada tengah yang penting atau akhir yang penting. Keterangan-keterangannya Insya Allah sesuatu yang sangat  penting,” ujar Anas seusai diperiksa KPK Jumat 17 Januari 2014.

Pasca penahanan Anas, Nazaruddin pun sepertinya mulai berhasrat ingin membongkar pihak-pihak yang terlibat menerima dana proyek Hambalang, dan tampaknya akan mengarah pada soal 200.000 Dolar AS yang diungkapkan Yulianis diterima Ibas melalui Nazaruddin pada Kongres partai Demokrat 2010 di Bandung. Keinginan Nazaruddin tersebut tersirat dari permintaan Nazaruddin yang dikirim ,melalui kepada Yusril Ihza Mahendra untuk mendampinginya mengungkapkan kasus-kasus besar yang diketahuinya. Permintaan Nazaruddin tersebut terkait banyaknya tekanan yang diterima di LP Suka Miskin, setelah mengungkapkan berbagai kasus korupsi ke publik. Dalam surat permintannya itu Nazaruddin juga menyebut Kasus Hambalang.

Tampaknya soal 200.000 Dolar AS yang diungkapkan pernah diterima sang pangeran legan panjang, kemungkinan akan terus jadi cerita panjang. Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Yulianis dan sejumlah orang yang terkait dengan kisah 200.000 Dollar AS, akan berposisi menjadi nara sumber yang menarasikannya. Apakah kisah uang 200.000 Dollar AS, akan membuat Ibas pindah tugas ke sel KPK mengikuti jejak sejumlah koleganya, itu akan tergantung apa yang dinarasikan Anas Urbaningrum, Nazaruddin, Yulianis dan orang yang dianggap mengetahuinya. Dan itu juga tergantung KPK apakah mampu menggali cerita dari narasumber yang mengetahui kisah uang 200.000 Dollar  AS itu. Sepenuhnya terpulang kepada KPK, apakah mampu menggali data, lalu menyusun dan mengemasnya menjadi rangkaian cerita yang berfakta, ataupun menjadi kisah nyata.

Klik dan baca juga di :





Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA