Selasa, 28 Januari 2014

Meragukan Profesionalitas Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019


Meragukan Profesionalitas
Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Pemilu Serentak pada tahun 2019 (Gabungan Pileg dan Pilpres) hasil putusan Mahkamah Konstitusi menuai berbagai tanggapan. Ada yang pro ada yang kontra. Penulis tak ingin membahas lebih jauh soal pro dan kontra, dan termasuk adanya anggapan ada kepentingan dibalik putusan tersebut. Yang pasti untuk sementara Effendi Ghazali dan Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak, meskipun kurang puas tapi masih bisa sedikit tersenyum karena putusan MK tersebut merupakan penggabulan sebagian dari gugatan uji materil terhadap UU Pilpres No 42  Tahun 2008 yang  mereka ajukan .  Sementara Yusril Ihaza Mahendra  yang juga melakukan gugatan yang hampir sama, untuk sementara harus gigit jari karena putusan MK tersebut bukan hasil dari gugatan yang diajukannya.

Harapan sejumlah bakal capres seperti Yusril, Prabowo, Wiranto, Suryadharma Ali atau yang digadang-gadang jadi capres dari partai yang tak berpeluang meraih suara 20 persen pada Pileg 2014 ataupun dari partai kelas ikan teri yang tak yang bakal tak mampu maraih parlementary threshold di pileg 2014, dipastikan tertunda niatnya untuk mencapres tanpa harus koalisi pada pada tahun 2014, karena MK hanya memutuskan pemilu serentak itu berlaku pada tahun 2019. Lalu harapan mereka untuk mencapres pada pemilu serentak 2019,  juga bakal sirna karena MK menolak gugatan penghapusan ambang batas suara partai yang bisa mengajukan capres.

Putusan MK tentang pemilu serentak pada tahun 2019, sudah menjadi harga mati dan harus dilaksanakan. Perangkat aturan yang mengatur terkait hal itu, mau tak mau  kelak harus disesuaikan. Kurun waktu lima tahun adalah waktu yang panjang mempersiapkan segala perangkat untuk mendukung pelaksanaan pemilu serentak 2019.

Penulis bukan pelaku politik praktis dan tidak pula ada kepentingan untuk mencapres, dan penulis juga bukan pendukung salah satu capres.  Sebenarnya bukan tak sepakat dengan pemilu serentak, namun khusus menyikapi putusan MK tetang pemilu serentak, membuat penulis agak terpaksa mengikuti gaya SBY yaitu merasa galau. Tapi kegalauan penulis tak sampai membuat penulis curhat-curhatan dan somasi-somasian seperti yang dilakukan SBY. Soalnya tak ada relevansinya penulis curhat karena putusan MK dan men-somasi MK karena keputusan MK juga tak ada kaitannya dengan soal elektabilitas  dan juga tak mengandung fitnah.

Yang digalaukan penulis adalah hanya soal penyelenggaran pemilu serentak 2019.  Penulis  meragukan penyelenggaraan pemilu serentak akan berlangsung secara profesional. Penulis sangat ragu dengan kemampuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu di negeri ini.  Sebenarnya tak pantas penulis merasa galau ataupun mungkin ada anggapan terlalu dini untuk  merasa ragu soal penyelenggaran pemilu serentak 2019 yang masih lima tahun lebih lagi berlangsung penyelenggaraannya.

Tapi penulis punya alasan logis meragukan kemampuan KPU akan maksimal menyelenggarakan pemilu serentak (Pileg dan Pilpres) pada tahun 2019. Soalnya pada penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 1999, 2004 dan 2009 yang agendanya hanya untuk pemilihan anggota DPR RI DPD RI , DPRD Provisnsi serta DPRD Kabupaten/Kota,  sangat banyak kelemahan. Tak ada perubahan dan kemajuan signifikan, baik dari penyelenggaraan pileg 1999 ke pileg 2004, lalu dari pileg 2004 ke pileg 2009.  Berbagai kelemahan seperti di tiga pileg terdahulu, kemungkinan besar akan terjadi di pileg 2014, dan berpeluang besar tetap terjadi pada pemilu serentak di tahun 2019, karena agenda pemilihannya sudah bertambah, tidak hanya pemilihan anggota DPR RI DPD, DPRD Provisnsi serta DPRD Kabupaten/Kota, tapi juga pemilihan presiden.

Di Pileg  era reformasi yaitu pada tahun 1999, 2004 dan 2009, KPU dinilai tak mampu menyelenggarakannya secara professional. Carut marut penyelenggaraan di tiga pileg   terdahulu menjadi permasalahan rutin. Masalah jumlah daftar pemilih dari pileg  ke pileg tetap menjadi permasalahan serius. Data daftar pemilih sangat amburadul, tak sedikit warga yang sudah lagi tak bermukim diatas dunia alias telah meninggal masih masuk daftar pemilih. Dan tak sedikit pula warga yang pindah alamat masih terdaftar jadi pemilih di tempatnya semula, malah banyak diantaranya terdaftar sebagai di dua tempat (pemilih ganda). Warga yang tak masuk dalam daftar pemilih juga tak tanggung banyaknya. Setiap menjelang pileg pileg sebelumnya,  sampai menjelang Pileg 2014 yang akan berlangsung tiga bulan ke depan, data pemilih dengan berbagai persoalan tetap menjadi dilemma.

Kelemahan yang paling krusial pada pileg  terdahulu adalah pada saat penyelenggaraan di hari pencoblosan di tingkat PTS (Tempat Pemungutan Suara). Masih segar dalam ingatan ketika hari pencoblosan di pemilu legislatif 2009 benar-benar tak berlangsung dengan dengan baik dan lancar.  Faktor banyaknya partai peserta pemilu, dan berjibunnya nama caleg, membuat bingung pelaku pencoblosan, serta membuat repot petugas TPS. Ketidak profesionalan petugas TPS dan peliknya soal administrasi juga menjadi penyebab penyelenggaraan pileg di hari pencoblosan berlangsung amburadul.  12 Jam waktu yang tersedia ternyata sangat tak cukup untuk membereskan  segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan di TPS.

Di tingkat TPS, perhitungan suara, rekapitulasi hasil perhitungan suara serta validasi administrasi hasil perhitungan suara berlangsung hingga subuh dini hari.  Selain itu rekapitulasi hasil perhitungan suara ditingkat TPS pun tak sedikit yang bermasalah, dan tak sedikit pula hasil rekapitulasi terpaksa dilakukan penghitungan ulang di tingkat KPPS. Tak hanya itu, penyelewengan hasil perhitungan suara menjadi kasus yang cukup banyak terjadi pada penyelengaraan pileg tahun 2009 termasuk di  pileg sebelum itu.

Lalu apakah pemilu serentak 2019 (penggabungan pileg dan pilpres) akan berlangsung secara profesional, dan minim kelemahan-kelemahan seperti pada pileg-pileg terdahulu ?

Memang tak bisa dipastikan pemilu serentak bakal berlangsung profesional dan lebih baik dari pemilu terdahulu. Tapi penulis tak salah jika meragukan pemilu serentak 2019 bisa berlangsung profesional. Argumen dari penilaian penulis, adalah kelemahan di pileg-pileg  sebelumnya, dan pesiapan KPU menjelang pileg 2014 yang terkesan yang juga masih banyak kelemahan, sehingga penyelenggaraan Pileg  2014 penulis prediksi akan sama situasinya dengan pileg 2009.

Memang belum tahu pasti berapa banyak partai politik dan jumlah calon legislatif pada pemilu serentak 2019. Dan untuk memastikannya harus dilihat dulu bagaimana pelaksanaan pileg yang akan akan berlangsung 9 April 2014, berikut  pilpres yang akan berlangsung 9 Juli 2014. Namun nasib penyelenggaraan pileg 2014 dengan kontestan 12 partai politik dengan jibunan caleg yang jadi pilihan, menurut penulis tak akan tak jauh beda dengan penyelenggaraan pileg sebelumnya 2009. Di pileg 2014, kebingunan pemilih dan kerepotan petugas TPS pada pelaksanaan pemungutan suara, perhitungan suara serta rekapitulasi dan validasi administrasi hasil perhitungan suara,  tetap akan terjadi.

Kalaupun akan lebih baik, hanya sedikit lebih baiknnya  dari pileg 2009, dan itu pun karena faktor parpol dan caleg yang lebih sedikit jumlahnya dari pileg 2009. Soal persiapan KPU menghadapi pemilu 2014, tak ada ubahnya seperti pesiapan ketika menjelang pemilu 2009, tak ada yang spesial.  Lalu soal daftar pemilih justru tetap amburadul sebagaimana pada tiga pileg sebelumnya.  Demikian pula halnya rendahnya suara golput  (pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya) disemua ajang pemilihan selama era reformasi baik pileg, pilpres maupun pilkada, jumlahnya tetap sangat besar.

Lalu kalau kondisi penyelenggaraan pileg 2014 tak ada perubahan dan tetap banyak kelemahan seperti pileg 2009, maka prediksi penulis soal penyelenggaraan pemilu serentak di tahun 2019 (jika tetap dengan multi partai), kemungkinan besar tak lebih baik dari pemilu 2014. Alasannya pemilu serentak 2019 dengan dua agenda pemilihan sekaigus yaitu pemilihan legislatif  dan pemilihan presiden, sudah pasti akan jauh lebih tinggi tingkat kebingungannya dan tingkat kerepotannya.  Yang pasti kompleksitas persoalan di pemilu serentak 2019 dengan dua agenda pemilihan akan lebih banyak. Inilah dasar pertimbangan penulis menilai bahwa  profesionalitas penyelenggaraan pemilu serentak 2019 untuk sementara tetap menjadi sebuah keraguan.

Namun, sebagai warga negara menginginkan pemilihan umum menghasilkan legislator dan pemimpin negara yang berkualitas dan merakyat, penulis sangat berharap pemilu serentak 2019 termasuk juga pileg 2014 dan pilpres 2014  dapat  berlangsung professional. Waktu lima tahun lebih waktu yang sangat lama untuk membuat perencanaan matang agar pemilu serentak 2019 terselenggara dengan baik.  Proses demokrasi suatu negara, tercermin melalui penyelenggaraan pemilunya.

Klik dan baca juga di :






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA