Rabu, 27 Februari 2013

Good Bye Partai Demokrat !




Good Bye Partai Demokrat !

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Sebagai partai politik yang lahir setelah 4 tahun reformasi bergulir, tepatnya tanggal 9 September 2001, Partai Demokrat termasuk partai yang sangat cepat popular dimata rakyat. Kepopuleran Partai Demokrat tersebut tak terlepas dari figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku pendiriya. Pertama kali berkiprah ikut Pemilu adalah pada Pemilu tahun 2004, dan hasilnya luar biasa, Partai Demokrat finish sebagai diperingkat kelima dari 42 parpol yang ikut bertarung saat itu. Partai Demorat berhasil meraup 8.455.225 suara (7,45 persen), dan berhasil menempatkan 57 orang kadernya di DPR RI.

Yang sangat luar biasa, pada Pimilihan Presiden yang diselenggarakan tahun itu juga, Pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai capres yang diusung Partai Demokrat dan didukung sejumlah partai lain, dan berpasangan dengan Yusuf Kalla, berhasil memenangi dua putaran Pilpres 2004, dengan meraup suara sebanyak 36.070.623 suara (33,58 persen) pada putaran pertama dan meraup sebanyak 69.266.350 suara (60.82 persen) pada putaran kedua.

Selanjutnya pasca Pemilu 2004, figur SBY dan figur Partai Demokrat semakin popular. Elekrabilitas SBY dan Partai Demokrat pun terus bergerak naik secara beriringan. Terbukti pada Pemilu Legislatif 2009 Partai Demokrat berhasil menjadi pemenang dengan meraup 28,85 persen suara dan menempatkan 150 orang kadernya di DPR RI. Disusul pula dengan keberhasilan SBY terpilih untuk kedua kalinya sebagai presiden yang berpasangan dengan Budiono, pada Pemilihan Presiden 2009. 

Kondisi sekaranng ini citra Partai Demokrat dalam kondisi terpuruk, dan berimbas juga terhadap citra SBY selaku Presiden. Jasad Partai Demokrat dalam kondisi babak belur dan hancur lebur, meskipun rohnya masih tetap hidup. Elektabilitas Partai Demokrat, semakin terpuruk dengan tercap sebagai partai korupsi, sebab banyak kader partai tersebut terlibat korupsi. SBY sebagai pribadi memang tak diperlukan lagi elektabilitasnya dan memang tak dinilai lagi, karena tak ada lagi karir politik yang harus dikejarnya. Namun kapal politik yang telah dua kali menghantarkanya sebagai Presiden tersebut, yang kini dalam kondisi memprihatinkan, memang harus diperjuangkannya untuk bisa berlangsung hidup, dan bisa eksis dan berperan dalam kancah politik. Dan Pemilu 2014 akan menjadi penentu apakah partai ini akan tetap sebagai partai besar atau tidak, atau juga roh partai itu akan tetap bercokol dalam jasadnya.

Badai yang berkepanjangan melanda Partai Demokrat dan masih berlangsung sampai saat ini serta diperkirakan akan masih tetap berlangsung untuk jangka waktu yang lama, sangat berpotensi membuat partai tersebut, berubah menjadi partai yang tak lagi masuk bursa partai besar. Dan yang membuat partai Demokrat itu dalam kondisi hancur lebur dan babak belur bukan karena imbas kompetisi politik, tapi disebabkan keborokan yang sumbernya dari internal partai, terutama borok yang terpicu oleh terkuaknya prilaku korup para elit dan politisi Partai Demokrat. 

Sebagai gambaran, mantan pemegang dana dan logistik Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin tampaknya juga masih memiliki banyak senjata dan ranjau untuk menembak dan menghancurkan partai yang pernah dihuninya itu dan menjerat orang-orang yang ada didalamnya. Ditambah lagi bakal datang seorang pasukan baru yang juga mantan komandan pasukan di Partai Demokrat bernama Anas Urbaningrum dengan senjata lengkap dengan misi yang pesis sama dengan Nazaruddin. Dan serangan awal sudah dimulai dipertontonkan Anas, tak hanya ke arah benteng pertahanan Partai Demokrat tapi arahnya juga ke lingkaran SBY, termasuk keluarganya.

Penyelamatan partai yang dilakukan SBY, tampaknya hanya sekedar menjadi sebuah ikhtiar, yang bakal nihil hasilnya. Sebab kompleksitas persoalan yang terjadi di internal Partai Demokrat akibat ulah orang-orang dalam partai tersebut, terefleksi kepada kealergian rakyat terhadap partai besutan SBY itu. Dalam keadaan seperti ini, elektabilitas yang sudah anjlok tak terharapkan lagi bisa naik, bahkan diperkirakan akan bertambah anjlok. 

Image yang terbenam dalam pikiran rakyat sekarang ini bahwa Partai Demokrat adalah partai sarangnya para koruptor. Mata dan telinga rakyat telah melihat dan mendengar bahwa sejumlah elit dan politisi Partai Demokrat telah mendapat gelar koruptor, dan sejumlah elit dan politisi Partai Demokrat lainnya juga bakal menyusul karena masih dalam proses penasbihan untuk meraih gelar koruptor. Serta banyak lagi elit dan politisi Partai Demokrat telah masuk daftar bidik orang-orang yang bakal diproses untuk diajukan mendapat gelar koruptor. Tak terhitung pula berapa jumlah uang negara yang nota bene uang rakyat, raib ditelan para koruptor maupun calon dan bakal calon koruptor yang pernah bernaung ataupun yang masih bernaung di Partai Demokrat.

Sebenarnya kebanyakan rakyat negeri ini memandang kondisi Partai Demokrat yang sekarang ini dengan kacamata polos serta dibarengi alasan yang sederhana. Intinya apa yang dilihat dan didengar oleh rakyat tentang Partai Demokrat yang terbukti banyak dihuni orang-orang berprilaku korup, menjadi pembuktian sekaligus menjadi alasan kuat bagi rakyat untuk menilai Partai Demokrat dan elit-elit di dalamnya tak layak lagi jadi pilihan. Kalau memang sudah demikian pandangan kebanyakan rakyat negeri ini, maka berkemungkinanlah Partai Demokrat yang dalam kondisi sekarat bakal tinggal riwayat. Apalagi kalau rakyat sudah menetapkan sikap, dan kemudian mengucapkan “Good Bye” pada Partai Demokrat. (***)





Senin, 25 Februari 2013

Anas Dendam, Partai Demokrat Terancam




Anas Dendam, Partai Demokrat Terancam

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Setelah ditetapkan sebagai tersangka Kasus Korupsi Proyek Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pastinya tak mungkin tak ada rasa sakit hati dan dendam yang dari seorang Anas Urbaningrum. Meski Anas sendiri menunjukkan sikap yang tenang setenang penampilannya setelah jadikan tersangka oleh KPK, namun yang bisa ditangkap bahwa dibalik ketenangan sikap Anas, adalah sikap resistensi atau perlawanan dari Anas,  yang substansinya tertuju kepada penguasa Partai Demokrat. Dan perlawanan tersebut, tak bisa pula dibilang bukan didasarkan dendam.

Tabuhan genderang perlawanan dari Anas membahana tak lama dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Mulai dari isi status BBM nya “Nabok Nyilih Tangan“ yang artinya “Memukul Meminjam Tangan”, nyata  menyindir ke lingkaran penguasa di Partai Demokrat.  Seterusnya ungkapan kebingungan  Anas seputar penetapan status tersangka terhadap dirinya, apakah itu merupakan pristiwa hukum atau politik, juga menindikasikan perlawanan yang arahnya ke penguasa Partai Demokrat, yang disampaikan melalui orang dekatnya yang juga politisi Partai Demokrat, Saan Mustafa.

Frekwensi perlawanan yang dilakukan Anas pun semakin meninggi, sehari setelah, ditetapkan sebagai tersangka, tepatnya hari Sabtu tanggal 23 Februari 2013, Anas pun menggelar jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat. Kendati dalam jumpa pers tersebut Anas menyatakan pengunduran dirinya dari Ketua Umum DPP Partai Demokrat, namun dalam pidatonya Anas dengan tegas mengindikasikan akan melakukan perlawanan terhadap penguasa Demokrat. Dari seluruh isi pidatonya, sebagian besar adalah bahasa perlawanan yang terucap dengan kalimat bernuansa ancaman terhadap eksistensi Partai Demokrat ke depan.

Diskripsi perlawanan, tergambar mulai soal alasan pengunduran dirinya. Anas mengeyampingkan soal penandatanganan fakta integritas yang dicanangkan Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Ketua Dewan Pembina. Dikatakannya bahwa dia mundur bukan karena dia telah menandatangani fakta integritas, tapi mundur karena itu adalah standar etika yang sudah dipegangnya. Dan hanya kebetulan saja standar etika yang dipegangnya sesuai dengan fakta integritas.  Menurut Anas ada atau tidak ada fakta integritas dia akan mengundurkan diri kalau jadi tersangka. 

Anas juga menuturkan flashback ketika dirinya dipersilahkan SBY untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK, saat pengkebirian wewenangnya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat oleh Majelis Tinggi Partai Demokrat, Sejak saat itu dirinya sudah divonis punya status hukum, yaitu tersangka. Apalagi Anas tahu kalau beberapa petinggi di Partai Demokrat yakin betul  dirinya bakal jadi tersangka.  Menurut Anas semua itu merupakan rangkaian yang  pasti tidak bisa dipisahkan dari apa yang disebut sprindik  (bocornya Sprindik KPK). Itu satu peristiwa rangkaian yang utuh, terkait dan erat. Dan Anas mengatakan, tidak butuh pencermatan yang terlalu canggih untuk mengetahui rangkaian itu. Bahkan masyarakat umum pun dengan mudah membaca dan mencermatinya. Dan dalam hal ini, intinya dia jadi tersangka buah dari tekanan politik.
Selanjutnya, diungkapkannya pula bahwa keterpilihannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat, pada Kongres II Partai Demokrat di Padalarang Kabupaten Bandung Barat Jawa Barat 24 Mei 2010, sejak awal memang tidak diharapkan. Ia mengibaratkan dirinya adalah bayi baru lahir, tapi bayi yang tak diharapkan kelahirannya. Meskipun dia telah menjalankan amanah tersebut selama lebih dari dua tahun. Menurut Anas, masalah yang dihadapinya saat ini tidak lepas dari rangkaian tekanan yang diterimanya sejak awal terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Indikasi ancaman juga dicetuskan Anas, dengan mengingatkan dan kalau ke depan Partai Demokrat masih akan menghadapi ujian yang besar. Terutama ujian terkait etika politik yang dianut selama ini, yakni santun, bersih, dan cerda, akan diuji oleh sejarah, apakah Partai Demokrat partai yg bersih atau tidak bersih, partai bersih atau yang korup.  Ujian lainnya yang akan dihadapi, apakah Partai Demokrat sebagai partai yang cerdas atau tidak cerdas, partai yang solutif menawarkan gagasan yang bernas untuk masa depan bangsa atau bukan. Juga akan diuji apakah Partai Demokrat  menjadi partai yang santun atau partai yg sadis. Tentu ujian itu menurut Anas akan berjalan sesuai dengan perkembangan waktu dan keadaan. Tapi yang paling penting, bahwa tidak ada pengarahan dan kebencian, dan kata Anas itu jauh dari rumus politik yang dianutnya. 

Yang paling keras dari pernyataan Anas saat pidato pengunduran dirinya adalah saat Anas mencetuskan kalimat yang berbunyi , “ Hari ini Saya nyatakan sebagai permulaan. Ini baru awal dari langkah-langkah besar. Ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman berikutnya yang akan kita buka dan akan kita baca bersama untuk kebaikan bersama”. dan dilanjutkan dengan kalimat “Jadi ini bukan tutup buku. Ini pembukaan buku halaman pertama. Saya yakin halaman berikutnya akan makin bermakna bagi kepentingan kita bersama”.  Pernyataan Anas yang bertujuan menyikapi anggapan atau ramalan dari pihak-pihak yang menyebut penetapan dirinya sebagai tersangka terkait dugaan korupsi proyek Hambalang merupakan akhir dari segalanya itu, merupakan ancaman keras buat Partai Demokrat, apalagi ancaman Anas tersebut dibarengi dengan ajakan kepada awak media bahwa akan banyak buku yang akan dibaca bersama. 

Ancaman itu menimbulkan berbagai tanggapan dari sejumlah kalangan termasuk dari elit dan politisi Partai Demokrat. Perang pernyataan pun tak bisa dihindari, antara  yang pro dengan yang kontra.  Ada yang menilai hanya sebatas ancaman,  namun ada yang menilai bahwa itu merupakan ancaman besar yang pasti akan dibuktikan oleh Anas. Ruhut Sitompul, elit dan politisi yang sebelumnya paling berani mendesak Anas mundur, sehingga dicopot Anas dari kepengurusan Partai Demokrat, menilai ancaman Anas situ hanya sebatas gertak sambal, dan langkah Anas itu ibarat semut yang akan diinjak, tapi masih melakukan perlawanan untuk hidup. Sementara, merespons pernyataan Ruhut, Muhammad Rahmat, yang sebelumnya juga telah mengundurkan diri dari jabatan Wakil Direktur Eksekutif DPP partai Demokrat,mengatakan bahwa pernyataan Anas bukanlah gertak sambal. Rahmat yakin Anas membuktikan omongannya. Ditegaskan orang dekat Anas tersebut, kalau itu terjadi dan Anas benar, maka elektabilitas Partai Demokrat akan semakin turun.  Selain itu ada juga muncul tanggapan pro pada Anas yang terkesan memanfaatkan situasi, sekaligus ingin menambah keterpurukan Partai Demokrat, tanggapan tersebut datangnya dari elit dan politisi partai lain. 

Terlepas adanya pro kontra dan berbagai tanggapan, tampaknya Partai Demokat tak mau menilai ancaman Anas itu sebelah mata. Setidaknya Partai Demokrat melalui Majelis Tinggi Partai Demokrat yang diketuai SBY, melalui pertemuan Majelis Tinggi Partai Demokrat, dalam merespons pengunduran diri Anas, mengambil langkah antisipatif terkait pernyataan, tudingan dan serangan Anas terhadap Partai Demokrat. Dalam poin1, 5, 6 dan 7 merupakan 4 poin dari 7 poin yang dikeluarkan Majelis Tinggi Partai Demokrat merespons pengunduran diri Anas, merupakan poin tanggapan atas pernyataan, tudingan dan serangan Anas terhadap Partai Demokrat, dan dalam ke empat poin tersebut juga bermaksud untuk menangkis tudingan sekaligus meredam serangan serta melunakkan sikap Anas.

Logikanya seorang takkan melawan dan takkan menyerang jika tak merasa dizholimi. Tentunya itu juga sangat bisa berlaku pada diri seorang Anas. Memang tak terungkap dan tak terekspresi adanya dendam, jika melihat penampilannya yang tenang. Tapi bisa terbaca, dan terdeteksi kalau segala tudingan dan serangannya terhadap mantan partai yang dipimpinnya itu adalah refleksi dari rasa dendam, apalagi Anas bertindak melakukan serangan didasarkan kengototannya yang merasa yakin tak bersalah di Kasus Proyek Hambalang, dan keyakinannya bahwa ada tekanan politik atas penetapannya sebagai tersangka. Dari perkembangan selanjutnya, memang tampaknya Anas, akan bertindak melakukan perlawanan, secara hukum terkait penetapannya sebagai tersangka akan dilakukan secara hukum, dan terkait masalah politik akan dilakukan secara politik, Dan Anas telah memberikan sinyelemen akan berada dibarisan terdepan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, Apalagi Anas diyakini punya data terkait penyelewengan sejumlah kasus, termasuk dana talangan Rp 6,7 Triliun untuk Bank Century. Dan tambahan lagi Anas tampaknya mendapat dukungan dari berbagai kalangan untuk melakukan perlawanan.

Nah… Kalau memang benar Anas punya halaman berikutnya yang bisa dibaca bersama, maka Partai Demokrat pasca mundurnya Anas, akan tetap berada pada posisi terancam yang berkepanjangan, sebab partai besutan SBY tersebut memang sudah sejak lama berada pada posisi terancam. Dan Partai Demokrat, termasuk SBY serta elit Partai Demokrat diperkirakan takkan mampung menghadang ancaman dari Anas.  Apakah Anas akan berhasil membuat Partai Demokrat terancam seperti yang dilakukan pendahulunya Muhammad Nazaruddin?  Itu tergantung dari kuantitas dan kualitas bahan ancaman yang akan dikeluarkan dan ditularkan Anas, dan tentunya itu juga tergantung apakah dendamnya dendam kesumat atau tidak. (***)


Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA