Salahkan
Media, Elit Partai Demokrat Bertindak Kalap
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Petinggi Partai
Demokrat, seperti tak tahu berbaut apa-apa menghadapi cecaran pemberitaan media
yang berhubungan dengan borok partai yang dikomandoi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
tersebut, termasuk gencarnya pemberitaan terkait kasus-kasus korupsi yang
melibatkan para politisinya. Seakan mengalami kebuntuan, apalagi pemberitaan dimaksud
sangat mengganggu elektabilitas partai tersebut, makanya lagi lagi langkah yang
dilakukan politisi Partai Demokrat yakni menyampaikan curahan hati (Curhat) ke
publik, dan ironisnya dalam curhatnya kembali
dikambinghitamkan alias disalahkan adalah media dengan dalih terlampau
berlebihan pemberitaannya dan tak berimbang.
Partai Demokrat merasa
disudutkan sejumlah media seputar kasus korupsi Hambalang, Century hingga SKK
Migas, yang selalu dikaitkan dengan Partai Demokrat dan SBY. Itulah yang menjadi
curhat terkini dari Partai Demokrat melalui Wakil Ketua Umumnya, yang juga Ketua
Fraksi Demokrat DPR RI Nuhayati Ali Assegaf, saat temu pers di Gedung DPR RI
Jumat, 6 Desember 2013 lalu.
Curhat tersebut adalah
curhat untuk kesekian kalinya yang diungkapkan kalangan petinggi Partai
Demokrat secara resmi ke publik, dan sengaja disampaikan agar dilansir media. Sebelumnya
SBY baik selaku presiden maupun sebagai pemimpin tertinggi dan berkuasa penuh di
Partai Demokrat dalam beberapa kesempatan, juga melakukan hal yang sama, yaitu curhat
sembari menyalahkan media.
Pada Acara Silaturrahmi
dengan Pengurus PWI periode 2013-2015 di Banjar Baru Kalimantan Selatan, 24
Oktober 2013 lalu, Presiden SBY mengatakan dirinya merupakan salah satu korban
pers. Berselang dua hari kemudian(26 Oktober 2013) SBY pun curhat lagi di Acara
Temu Kader Nasional Partai Demokrat di Sentul. Pada acara itu SBY berkeluh kesah,
kalau dirinya dan Partai Demokrat terus-terusan disudutkan oleh media massa.
SBY curhat bahwa dua tahun belakangan Partai Demokrat dihabisi media dan lawan
politik. Bahkan SBY mempertanyakan, kenapa media terus memberitakan kasus
korupsi yang melibatkan kader Partai Demokrat.
Sebenarnya sudah sejak
lama kalangan petinggi Partai Demokrat kerap menyampaikan curhat terkait
pemberitaan hal-hal negatif yang mendera Partai Demokrat. Tak hanya curhat,
upaya perlawanan juga sudah dilakukan petinggi partai itu dengan melaporkan dua
media televisi swasta yaitu Metro TV dan TV One ke Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) pada tahun 2012. Kedua media diadukan karena merasa pemberitaan tentang
Partai Demokrat telah dipengaruhi oleh kepentingan politik pemiliknya yang
masing-masing merupakan pimpinan partai politik.
Terlepas apa yang
dicurhatkan petinggi Partai Demokrat dan
juga SBY merupakan fakta ataupun tidak, sebenarnya petinggi Partai Demokrat
termasuk SBY sendiri menyadari adanya bias dari langkah curhat dengan menyalahkan sejumlah
media. Namun disisi lain elite partai itu juga sadar bahwa Partai Demokrat tidak
punya media terkenal, baik televisi, koran dan media online, untuk mengimbangi gencarnya
pemberitaan tenang hal yang negatif terhadap Partai Demokrat, dan SBY juga
menyadari hal itu ketika menyampaikan curhatnya di Acara Temu Kader Nasional
Partai Demokrat di Sentul.
Lalu untuk memanfaatkan
media televisi pemerintah yaitu TVRI juga tak mungkin, karena media plat merah
itu yang memang harus indefenden. Dan masih segar dalam ingatan, ketika Stasiun
TV pemerintah itu menayangkan live acara konvensi capres Partai Demokrat selama
dua jam pada bulan Septermber 2013 lalu, langsung memicu protes dan dilaporkan
sejumlah LSM ke KPI. Sementara koran Jurnal Nasional, yang diketahui sebagai
media cetak milik salah satu elit Partai Demokrat, juga tak mampu menjadi bacaan
publik secara luas, karena kalah ngetop dan kalau bersaing dengan media cetak
nasional lainnya, sehingga tak efektif mengkounter pemberitaan miring terhadap
Partai Demokrat dan SBY dan kurang bergaung memberitakan sisi positif SBY dan
Partai Demokrat
Ditengah kebuntuan
mencari cara meredam pemberitaan negatif dan dihadapi dengan kondisi elektabilitas
partai yang semakin rontok, dan dianggap sulit dipulihkan akibat derasnya
pemberitaan negatif, membuat petinggi Partai Demokrat memanfaatkan cara curhat ke
publik dan menyalahkan sejumlah media dalam curhatnya. Cara itu dianggap langkah
yang tepat sebagai salah satu upaya klarifikasi, meskipun dianggap terkesan cengeng
dan dianggap sebagai tindakan kalap. Paling tidak itu upaya tindakan sementara
sekedar mengkounter dan upaya mengimbangi deraan pemberitaan miring terhadap
Partai Demokrat.
Sejatinya, SBY dan
petinggi Partai Demokrat menyadari bahwa tindakan menyalahkan media via
curhatnya, sangat berkonsekwensi dan bisa menjadi bumerang. Walaupun faktanya
SBY dan Partai Demokrat menilai dan merasakan disudutkan. Namun yang disayangkan,
sebagai politikus kelas atas, SBY dan petinggi Partai Demokrat seharusnya tidak
mengambil langkah menyudutkan media, termasuk juga halnya tindakan mengadukan
dua media (Metro TV dan TV One) ke KPI yang dilakukan petinggi Partai Demokrat pada tahun 2012 lalu, meskipun itu tindakan
prosedural. Curhat boleh-boleh saja, tapi menyudutkan media adalah tindakan
yang seyogianya harus dipikirkan dan dipertimbangkan untung ruginya secara
politis. Ingat, partai politik ataupun penguasa yang berposisi memusuhi atau
berlawanan dengan media jelas merugi secara politik. Ingat, Kaisar Perancis Napoleon Bonaparti yang terkenal pernah
mengatakan bahwa dia lebih takut dengan 10 jurnalis daripada 100 divisi tentera
musuh.
Setidaknya SBY dan petinggi
partainya, harus memaklumi bahwa tingginya intensitas pemberitaan kasus korupsi
yang melibatkan politisi Partai Demokrat belakangan ini, merupakan hal wajar
dilakukan media, sebab kasus korupsi yang terkait dengan pusat kekuasaan atau
penguasa adalah berita aktual dan menarik dan jadi atensi publik. Media yang
memberitakan juga tak ingin medianya kalah bersaing dengan media lain, sehingga
tetap menyajikan berita demikian.
Kalau berbicara
konsekwensi yang timbul dari tindakan kalap yang ditunjuklkan sejumlah petinggi
Partai Demokrat dan SBY yang menyalah media, tentu berimbas kuat semakin
intensifnya pemberitaan negative yang terkait dengan Partai Demokrat dan SBY. Mungkin
saja pemberitaan negatif terkait Partai Demokrat dengan kadar berlebihanm
belakangan ini memang merupakan imbas dari tindakan pihak Partai Demokrat yang
pernah mengadukan dua media TV swasta dua tahun yang lalu, ditambah lagi
tindakan yang kerap menyalahkan media dari pihak Partai Demokrat. Sebab harus
juga diingat bahwa solidaritas dikalangan pekerja media masih kuat dan kental,
kondisi itu membuka peluang pemberitaan yang
mengedepankan kasus-kasus korupsi yang melibatkan politisi Partai Demokrat dan
berkaitan dengan SBY. suguhannya akan semakin instensif dan besar porsinya.
Dan bukan tak mungkin
terguran KPI kepada 6 media stasiun TV pada tangggal pada tanggal 6 Desember
2013. menjadi pemicu semakin intensifnya pemberitaan terkait kasus korupsi yang
melibatkan para politisi Partai Demokrat maupun yang berkaitan dengan hal-hal
negatif yang mendera Partai Demorkat dan SBY. Serta tak tertutup kemungkingan juga
menjadi pemicu, karena kalangan media menganggap temu pers yang digelar
Nurhayati Ali Assegaf, memang sengaja digelar satu hari setelah keluarnya
terguran KPI kepada 6 TV Swasta, dengan maksud dan tujuan memakzulkan bahwa
sejumlah media yang dituduhkan melakukan pemberitaan miring terhadap Partai
Demokrat dan SBY adalah sebuah pembenaran sejalan dengan keluarnya terguran KPI
tersebut..
Sebagai kekuatan
politik menyalahkan media seperti yang dilakukan pihak Partai Demokrat adalah
langkah yang tak tepat. SBY dan petinggi partai berlambang mercy itu harus
menyadari bahwa kondisi Partai Demokrat yang elektabilitasnya merosot dan
terposisi sebagai partai bercitra negatif dan dituding sebagai partai sarang korupsi
adalah faktor perbuatan sejumlah politisinya yang memang terlibat berbagai kasus
korupsi, apalagi saat sekarang ini sejumlah kasus korupsi yang melibatkan
banyaknya politisi Partai Demokrat, proses hukumnya tengah hangat-hangatnya
ditangani Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Selain itu pemerintahan dibawah
kendali SBY juga dinilai publik tak membawa perubahan. Prilaku korupsi semakin
menjamur selama pemerintahan Presiden SBY dan justru kebanyakan dilakukan politisi dan
pejabat dari kalangan partai yang dipimpin SBY.
Menyalahkan media juga
bukan langkah yang elegan, dan kesannya membuat SBY seakan lupa diri bahwa dia
dan Partai Demokrat juga pernah dibesarkan oleh pemberitaan media. SBY dan
politisi Partai Demokrat seharusnya sadar bahwa SBY bisa jadi presiden dan Partai Demokrat bisa besar dan jadi
pemenang tak terlepas dari peranan media. Sebelum jadi presiden citra SBY
sangat positit. SBY dan politis Partai
Demokrat tentu masih ingat, ketika Taufik Kiemas (suami Megawati yang saat itu
sedang menjabat sebagai Presiden RI) pernah menyindir SBY (saat itu menjabat
Menko Polkam) seperti anak kecil, karena SBY saat itu curhat ke media bahwa dia
tak pernah diajak rapat oleh presiden Megawati. Sindiran Taufik Kiemas itu
justru membuat SBY semakin dikenal. Apalagi setelah itu SBY mengundurkan diri
dari jabatan Menko Polkam Kabinet Gotong Royong dibawah pemerintahan Presiden
Megawati, membuat SBY jadi figur terkenal dengan tercitra positif dimata publik.
Dan itu tidak akan terjadi tanpa peranan media yang mengkemas pemberitaan-pemberitaan
tentang SBY sangat positif karena SBY saat itu dalam posisi dianaktirikan oleh
pemerintahan Megawati dan dilecehkan oleh sindiran Taufik Kiemas.
Lalu pada Pilpres 2004
SBY berhasil menang dan menjadi Presiden, tentu tak terlepas peranan
pemberitaan positif dari media, padahal saat itu partai Demokrat yang mendukung
SBY bukanlah partai pemenang pemilu legislatif. Kemudian pada Pileg 2009 Partai
Demokrat jadi pemenang dan SBY terpilih kembali pada Pilpres 2014, dan kedua
kemenangan itu juga tak terlepas dan
peran pemberitaan positif dari media.
Jadi kalau saat ini SBY
dan sejumlah elit Partai Demokrat menyalahkan media karena pemberitaan negatif
terhadap dirinya dan partai yang dipimpinnya, mungkin karena SBY sedang dalam
kondisi galau dan gusar, sehingga tak mampu alias tak tahu lagi mencari formula
dan cara yang tepat untuk memulihkan citra Partai Demokrat yang elektabilitasnya
semakin terpuruk. Kondisi itu juga membuat SBY dan petinggi Partai Demokrat seakan
lupa diri sehingga menyalahkan media, tanpa mengingat dan mempertimbangkan bahwa
media dengan pemberitaan-pemberitaannya juga pernah sangat berjasa membesarkan
SBY dan Partai Demokrat.
Atau mungkin juga
langkah yang ditempuh menyalahkan media melalui curhat sangat disadari oleh SBY
dan elit partainya akan imbas dan resikonya. SBY dan cs nya mungkin sudah
membuat kalkulasi kalau elektabilitas partai mereka dengan kondisi saat ini, tak
kan lagi bisa terdongkrak apapun cara yang dilakukan. Namun apapun kondisinya, alasan
dan pertimbangannya, mengkambinghitamkan media yang seperti yang dilontarkan sejumlah elit Partai
Demokrat dan SBY adalah tindakan yang tak elegan dan dinilai tindakan kalap.
Baca juga di sini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar