Selasa, 24 Desember 2013

Megawati Salah Kaprah


Megawati Salah Kaprah

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Hasil survei sejumlah lembaga survei dan prediksi banyak kalangan yang menyatakan bahwa PDIP berpeluang menang di Pileg jika mencapreskan Jokowi sebelum Pileg, akhirnya diabaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Pengabaian itu terjadi setelah Megawati mencetuskan bahwa penetapan siapa yang menjadi capres yang diusung PDIP setelah 9 April 2014 atau setelah pemilu legislatif.

Tak bisa dipungkiri, arus bawah maupun kalangan dan komunitas yang menginginkan Jokowi dicapreskan PDIP pun, merasa kecewa, atas keputusan Megawati tersebut. Mungkin tak hanya sekedar kecewa, anggapan, prediksi dan penilaian bahwa Megawati  masih berambisi sebagai capres dan menjadikan Jokowi sebagai wacapresnya dengan memanfaatkan tingginya elektabilitas Jokowi, seolah mendekati kebenaran. Apalagi sebelumnya skenario menduetkan Megawati-Jokowi  sudah lebih dahulu dienduskan, ditambah lagi belakangan ini Megawati rajin tampil berdua di depan publik..

Siapa pun yang ditetapkan sebagai capres PDIP, keputusannya mutlak di tangan Megawati selaku pemimpin dan pemegang kekuasan tertinggi di partai moncong putih tersebut.  Karena kewenangan mutlak ada ditangan Megawati, maka wajar arus bawah atau kalangan pendukung Jokowi, merasa kecewa dengan sikap  Megawati yang menyatakan penetapan capres PDIP setelah pelaksanaan Pileg 2014.

Memang peluang Jokowi dicapreskan oleh Megawati  masih terbuka, karena Mega belum mengambil sikap. Kalaupun terlihat Mega berambisi, bisa saja Megawati berubah sikap menjelang penetapan, itu pun jika Megawati akhirnya sadar diri dan menjatuhkan pilihan kepada Jokowi bahkan Megawati masih berkesempatan merubah pernyataannya yang menetapkan capres setelah setelah pileg menjadi sebelum pileg, karena masih ada waktu beberapa bulan lagi. Namun melihat dinamika politik di PDIP, mulai dari munculnya skenario duet Megawati-Jokowi, lalu seringnya Megawati dan Jokowi muncul didepan publik belakangan ini sebagai bentuk sosialisasi, sampai soal penetapan capres setelah Pileg, membuat para arus bawah dan kalangan yang mendukung Jokowi, hanya bisa berharap cemas.

Sebenarnya kecemasan itu sudah muncul jauh-jauh hari, dan kecemasan itu menguat setelah munculnya skenario menduetkan Megawati-Jokowi dari internal PDIP. Salah  bentuk kecemasan itu ditandai dengan lahirnya organisasi yang menamakan PDI Perjuangan Pro Jokowi (PDIP Projo). Penggeraknya adalah penggerak Posko Gotong Royong Pro Mega tahun 1998, dan diisi oleh aktivis, kader dan simpatisan partai, serta puluhan paguyuban warga daerah-daerah yang berdomisili di DKI Jakarta. PDIP Projo dideklarasikan di hari bersamaan ketika Megawati menyatakan bahwa penetapan capres setelah Pileg, merupakan salah satu bentuk kecemasan dari arus bawa dan pendukung atau komunitas yang menginginkan Jokowi di capreskan PDIP sebelum Pileg 2014. Dan kemunculan PDIP Projo juga sebagai bentuk resistensi terhadap wacana pencapresan Megawati.

Jika dikaji secara mendalam, memang Megawati disinyalir masih berkeinginan kuat untuk bertarung sebagai capres di pilpres 2014, sebab Megawati telah berani mangambil resiko membuat keputusan menetapkan capres PDIP setelah pileg, dengan mengabaikan hasil survei sejumlah lembaga survei yang menempatkan Jokowi berkutat ditempat teratas sebagai capres berlektabilitas tinggi dan berpeluang menang jika dicapreskan oleh PDIP, serta hasil survei lembaga survei yang menempatkan PDIP berpeluang besar menjadi partai pemenang di Pileg jika mencapreskan Jokowi sebelum Pileg 2014.

Pengabaian hasil survei dianggap sebagai resiko, sebab dari sikap Megawati dan para petinggi PDIP selama ini jelas telah meyakini dan percaya dengan hasil-hasil survei tersebut. Apalagi Megawati dan para petinggi PDIP telah melihat fakta memang kenyataannya arus bawah banyak yang mendukung Jokowi sebagai capres, termasuk dari internal PDIP. Tak hanya itu kiprah dan kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI dipuji dan didukung sebagian besar rakyat Jakarta, dan pernyataan dukungan terhadap Jokowi sebagai capres dari masyarakat dan kalangan tokoh di daerah dan kader PDIP di daerah juga didengar Mega dan para petinggi PDIP.

Sebagai seorang politisi yang berpengalaman dan juga mantan Presiden RI, Megawati seyogianya sadar dengan resiko yang diambilnya, mungkin karena hasratnya mau jadi capres lebih mendominasi, maka resiko itupun mau tak mau harus dihadapinya. Megawati berpikir cara menghadapinyam jika dia sebagai capres, maka Jokowi ditetapkannya sebagai cawapres untuk mendampinginya. Dengan posisi Jokowi di plot sebagai wacapres, Megawati menganggap pengabaian itu tak akan begitu berpengaruh terhadap elektabilitas Jokowi, terutama terhadap elektabilitas PDIP, Artinya pencawapresan Jokowi kelak dianggapnya bisa meminimalisir resiko yang diambilnya, dan sosok Jokowi tetap bisa dimanfaatkan dan tetap laku dijual untuk mendulang suara, meskipun berposisi sebagai cawapres.

Jika demikian (kemungkinan memang demikian) yang menjadi pertimbangan Megawati, pertimbangan itu jelas salah kaprah. Sebab Megawati harus sadar bahwa besarnya dukungan kepada Jokowi datangnya dari arus bawah dan kalangan atau komunitas pendukung Jokowi hanya menginginkan Jokowi jadi presiden, bukan jadi wakil presiden. Harus diingat arus bawah kalangan atau komunitas itu mendukung Jokowi sebagai capres bukan karena adanya komando, perintah ataupun arahan. Dan juga tak ada setingan untuk itu, tapi atas kesadaran dan termotivasi penilaian objektif terhadap sosok Jokowi yang terbukti merakyat dan dianggap pantas didukung jadi presiden.

Salah kaprah  juga kalau Megawati berharap kalau arus bawah dan pendukung Jokowi akan memenangkan PDIP di pileg jika Jokowi tidak dicapreskan sebelum pileg. Itu sulit terjadi, sebab arus bawah dan pendukung Jokowi sudah terlebih dahulu cemas dan khawatir, Jokowi juga berpeluang besar tidak dicapreskan setelah pileg, dan tak ada kepastian kearah itu. Ditambah lagi telah muncul kecurigaan  kalau Megawati memang ingin mencapreskan dirinya setelah pileg dengan mengandeng Jokowi sebagai cawapresnya, sekaligus memanfaatkan Jokowi, dan gelagatnya ke arah itu sudah memang terlihat dan terbaca sejak munculnya skenario menduetkan Megawati-Jokowi dengan berbagai alasan yang dikemas untuk memperkuat skenario tersebut.

Arus bawah dan kalangan dan komunitas pendukung Jokowi, juga punya pertimbangan dan punya siasat agar Jokowi tetap dicapreskan meski penetapannya setelah Pileg 2014. Arus bawah dan pendukung Jokowi akan mengambil sikap lebih baik PDIP tak usah didukung untuk dimenangkan di Pileg 2014, supaya suara yang diraih PDIP di Pileg 2014 tak mencapai kuota mengusung pasangan capres dan cawapresnya sendiri, sebagaimana di prediksi banyak kalangan dan hasil survei sejumlah lembaga survei, sehingga skenario menduetkan Megawati-Jokowi buyar alias tak dapat terwujud. Dengan kondisi raihan suara PDIP yang tidak kuota mengusung capres sendiri, Jokowi akan berpeluang diusung jadi capres PDIP, sebab dengan kondisi demikian Megawati kemungkinan besar tak berani mencapreskan diri, karena tak merasa berpeluang menang tanpa didampingi Jokowi sebagai cawapresnya. Lalu jika Jokowi dicapreskan PDIP, maka cawapresnya juga berpeluang berasal dari luar internal PDIP, dan ini lebih memudahkan Jokowi menang di pilpres, ketimbang cawapresnya dari internal PDIP  yang kemungkinan besar di plot dari keluarga Megawati.

Kalau pun kelak setelah Pileg akhirnya duet Megawati-Jokowi yang ditetapkan sebagai capres dan cawapres PDIP (itu pun kalau suara PDIP hasil pileg bisa mengusung capres dan cawapresnya tanpa koalisi dengan partai lain), belum tentu juga arus bawah dan pendukung Jokowi, akan menjatuhkan pilihannya kepada pasangan Megawati-Jokowi. Alasannya tetap sama, bahwa besarnya dukungan kepada Jokowi yang datang dari arus bawah dan kalangan atau komunitas pendukung Jokowi hanya ketika Jokowi dijadikan capres, dan bukan sebagai cawapres. Bahkan bukan tak mungkin dalam waktu yang singkat, arus dan para pendukung Jokowi, justru kecewa sehingga sirna simpatinya terhadap Jokowi, karena mau dijadikan cawapres.

Megawati dan para petinggi PDIP, harus ingat, organisasi PDIP Projo, jangan dianggap sepele keberadaannya. Sebab PDIP Projo bisa menjadi intrumen politik yang kuat dalam sekejap dan jadi kiblat dan garda terdepan bagi arus bawah dan kalangan atau komunitas-komunitas yang mendukung Jokowi di seluruh pelosok negeri ini untuk mengembosi PDIP, jika kenyataannya PDIP tidak mencapreskan Jokowi sebelum Pileg 2014. Yang pasti untuk sementara Megawati sudah dinilai salah kaprah menyatakan akan memutuskan capres PDIP setelah Pileg 2014, karena mengabaikan besarnya dukungan untuk memenangkan PDIP di Pileg 2014, jika Gubernur DKI Jakarta itu dicapreskan sebelum pileg.


Baca juga di sini :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA