Jumat, 06 Desember 2013

Ihklas kah Megawati Capreskan Jokowi ?


Ikhlas kah Megawati Capreskan Jokowi ?

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Nama Jokowi, terus bertengger di klassemen sementara hasil survei capres terunggul dan beletabilitas tinggi yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Termasuk hasil survei terakhir yang dilakukan Central for Strategic and International Studies (CSIS) dan Indikator Politik. Sejak maraknya survei capres, nama Jokowi tetap menempati nomor wahid dihampir seluruh lembaga survei dengan raihan persentase nilai elektabilitas tertinggi, mengungguli nama-nama tokoh-tokoh sohor di negeri ini.

Hal yang fenomenal, Jokowi unggul di bursa lembaga survei disaat Jokowi belum berstatus capres. Dan yang dikalahkan oleh sosok yang baru dikenal luas sejak jadi Gubernur DKI Jakarta, adalah  figur yang  justru sudah resmi diusung sebagai capres oleh partai politik, dan juga merupakan figur yang jauh duluan dikenal dari pada Jokowi. Diantaranya Prabowo yang dicapreskan Partai Gerindra, Abu Rizal Bakri (ARB) alias Ical dicapreskan Partai Golkar, dan Wiranto dicapresken oleh Partai Hanura. Dan ketiga tokoh yang sudah resmi diusung partai politik sebagai capres tersebut berada dibawah Jokowi dengan persentase nilai terpaut jauh.

Posisi Megawati Soekaroputri yang merupakan pimpinan Jokowi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga dikalahkan Jokowi di survei capres. Raihan elektabilitasnya dari hasil survei terkini, tak hanya kalah jauh dari Jokowi, namun juga berada dibawah Prabowo, Ical dan Wiranto.

Tingginya elektabilitas Jokowi dan derasnya gelombang dukungan rakyat termasuk dari internal PDIP agar Jokowi dicapreskan Pilpres 2014 mendatang, sepenuhnya disadari Megawati sebagai sebuah fakta politik. Apalagi dia menyadari bahwa elektabilitasnya jauh kalah dari Jokowi.  Hal itu juga telah dilihat Megawati dari fakta di lapangan, dimana Jokowi memang terbukti sosok yang merakyat dan disenangi rakyat. Megawati sudah menyaksikan sendiri Jokowi menjadi fokus perhatian dan lebih mendapat sambutan antusias dari warga warga ketimbang dirinya ketika dia bersama Jokowi dalam sejumlah kegiatan,. Dan hal yang seperti disaksikan Megawati  itu pula lah yang terjadi dan tersaksikan ketika Presiden SBY bersama Jokowi dalam sejumlah acara.

Konstelasi politik menjelang Pileg dan Pilpres, yang memposisikan Jokowi sebagai  sosok yang paling berpeluang menang  jika dicapreskan PDIP, mengharuskan Megawati juga sadar diri bahwa dia tak layak lagi mencapreskan dirinya. Namun keputusan siapa capres yang diusung PDIP tetap berada ditangan Megawati selaku pemimpin tertinggi di partai moncong putih tersebut. Meskipun terlihat tak demokratis, namun begitulah model kepemimpinan dan pengambilan keputusan di PDIP, dimana untuk pengambilan keputusan politik strategis dan urgen, secara absolut berada ditangan wanita yang akrab dipanggil Mbak Mega itu.

Sekarang ini publik masih menunggu siapa kelak yang ditetapkan Megawati sebagai capres. Lalu kapan soal capres diputuskan Megawati. Apakah setelah atau sebelum pemilihan legislastif, tak ada yang bisa memastikan dan hanya Megawati lah yang tahu karena dialah yang berkompeten. Kendati ada wacana yang berkembang pengumuman capres PDIP di bulan Januari 2014, namun keputusannya tetap ditangan Megawati selaku penguasa tertinggi di PDIP. Dan perlu diingat bahwa Megawati pernah mengatakan bahwa soal capres akan diputuskan pada waktu yang tepat.

Pertanyaannya apakah memang Megawati akan mencapreskan Jokowi ?  Dan apakah Megawati mengikhlaskan Jokowi sebagai Capres yang diajukan PDIP ?

Besarnya gelombang dukungan dan derasnya desakan agar Jokowi diusung PDIP sebagai capres, tampaknya tak bisa dihadang oleh Megawati. Memang pernyataan resmi bahwa Jokowi akan didaulat sebagai capres belum ada sama sekali, baik dari PDIP maupun dari Megawati sendiri. Namun kekompakan kedua figur tersebut belakangan ini, dan pembelaan politisi PDIP atas serangan terhadap Jokowi,  bisa ditangkap sebagai sinyal kalau Jokowi kemungkinan besar dinobatkan sebagai capres PDIP. Selain itu kalangan internal PDIP, termasuk banyak pengamat meyakini bahwa Jokowi berpeluang besar diusung oleh PDIP sebagai capres.

Tapi yang namanya politik, sulit untuk diprediksi. Di dunia politik faktor X bisa merubah segalanya dan yang terjadi juga bisa pula diluar perhitungan. Lambannya Megawati memutuskan Jokowi sebagai capres PDIP, mengindikaskan bahwa dinamika politik di tubuh PDIP masih stagnan, terutama soal ketegasan Megawati selaku quen maker di PDIP.

Harus diingat, meskipun diprediksi kuat bahwa Megawati akan mengusung Jokowi  sebagai capres, namun melihat belum adanya ketegasan soal pencapresan atau belum diputuskannya pencapresan  sampai sekarang ini, menimbulkan kesan kalau Megawati belum sepenuhnya ikhlas mencapreskan Jokowi.

Walaupun banyak pengamat memprediksi ataupun sejumlah hasil survei mengindikasikan kalau Jokowi dicapreskan sebelum Pileg akan berpotensi besar membuat PDIP jadi pemenang di Pilpres, namun itu tak membuat Megawati spontan ikhlas memberikan jatah capres PDIP untuk Jokowi. Terbukti sampai saat ini kepastian apakah Jokowi di capreskan Mega masih absurd.

Hasil survei terakhir dari Central for Strategic and International Studies (CSIS) yang menempatkan Jokowi pemilik elektabilitas tertinggi (47,4 persen) dengan jarak hampir 3 kali lipat dari Prabowo yang menempati urutan kedua (15,8 persen), serta hasil survei terakhir yang dilakukan Indikator Politik yang menempatkan Jokowi menang disemua simulasi capres, sebenarnya menjadi fakta politik mutakhir, yang tak bisa dipungkiri  menjadi refrensi kuat bagi Megawati untuk menetapkan Jokowi sebagai capres PDI P. Namun hasil survei ditambah kondisi terkini yang semakin menasbihkan Jokowi sebagai capres yang berpotensi menang satu putaran jika dicapreskan, juga tak menyentuh dan mengusik sikap Megawati secepatnya mencapreskan Jokowi.

Justru kesan yang terdeksi, yakni ada upaya dari internal PDIP sendiri, mencoba memanfaatkan tingginya elektabilitas Jokowi tersebut untuk mendongkrak kembali popularitas Megawati. Indikasi kearah itu terlontarnya wacana duet Megawati dan Jokowi di Pilpres 2013, beberapa hari yang lalu wacana itu kembali dienduskan salah seorang fungsionaris DPP PDIP. Terlepas endusan wacana tersebut atas restu Megawati atau tidak, namun wacana tersebut terkesan memang sebagai trik uji coba memanfaatkan nama Jokowi untuk mendongkel kembali nama Megawati. Hal itu bisa dianggap pertanda belum ikhlasnya Megawati memberikan jatah capres PDIP kepada Jokowi.

Kalau dikatakan Megawati belum mengikhlaskan Jokowi sebagai capres PDI P, tentunya harus bisa dimaklumi. Perlu diingat bahwa PDI P adalah Partai yang didirikan Megawati dan sampai saat ini kekuasaan di PDIP belum lepas dari genggaman mantan Presiden RI tersebut dan nilai-nilai Soekarnoisme juga masih tertanam kuat ditubuh PDIP. Bukan Megawati tak ingin PDIP besar jika Jokowi di capreskan, namun, bisa saja ada kekhawatirannya  jika  Jokowi kelak jadi Presiden PDIP, maka kekuasaannya di PDI P, dan nilai-nilai Soekarnoisme semakin meluntur,
Mungkin saja Megawati punya asumsi jauh ke depan, apabila PDI P menjadi partai pemenang di Pileg karena mencapreskan Jokowi,  lalu pada Pilpres Jokowi juga menang dan menjadi presiden, maka bukan tak mungkin Jokowi akan semakin kuat berkutat di PDIP. Megawati menyadari bukan tak mungkin setelah jadi presiden Jokowi didaulat untuk berkuasa di PDIP, sehingga citra dinasti Megawati di PDIP hanya tinggal nama tanpa ada kekuasaan lagi dan nilai-nilai Soekarnoisme akan luntur dari PDI P Apalagi Megawati menyadari adanya tradisi politik yang kerap terjadi, bahwa politisi dan kader partai sangat gampang  beralih dan berkiblat kepada sosok yang tengah berkuasa.

Megawati juga harus menyadari bahwa, dukungan untuk Jokowi jadi capres sulit terbendung, sehingga Megawati memang tak ngotot untuk mencapreskan diri  karena jika dia yang menjadi capres akan beresiko menghancurkan PDI P yang tengah berada diatas angin karena dikaitkan dengan sosok Jokowi yang merakyat dan disenangi sebagian besar rakyat negeri ini.
Meskipun tak sepenuhnya ikhlas, sebab dihantui kekhawatiran akan terusiknya masa depan dinasti dan kekuasaannya di PDI P, namun kebesaran dan kemenangan PDI P di Pileg 2014, mau tak mau Megawati memang harus mencapreskan Jokowi sebelum pileg  digelar.

Ikhlas atau tidak, Megawati diberikan pilihan apakah mencapreskan Jokowi demi kebesaran PDIP dan Jokowi berpeluang besar menang di Pilpres,  atau tak mencapreskan Jokowi (atau Mega mencapreskan dirinya) dengan resiko  PDI P berpeluang besar kalah di Pileg 2014, dan Presiden juga bukan dari kader PDI P.

Secara Psikologis wajar jika Mega tak sepenuhnya bisa ikhlas jika capres PDI P dari luar dinasti keluarganya atau dari diluar garis keturunan Soekarno. Soal Megawati ihklas atau tidak hanya dia yang tahu kadarnya dan tak dipungkiri itu memang terpengaruh dari rasa kekhawatirannya. Bagi publik momen inilah menjadi ajang untuk menguji kadar keihklasan Megawati.  Namun dinamika politik  dan konstelasi politik saat ini sangat tak memungkinkan Megawati memaksakan figur dari lingkungan keluarganya atau sosok yang masih garis keturunan Soekarno menjadi capres PDI P. Bahkan jika misalnya Jokowi yang dicapreskan, Megawati juga sulit memaksakan sosok yang berasal dari lingkungan keluarganya yang menjadi wacapres mendampingi Jokowi, karena itu juga beresiko membuat Jokowi kalah bertarung di Pilpres.

Megawati sebaiknya sadar dan dia harus mengikhlaskan Jokowi jadi capres PDI P. Sebagian besar rakyat negeri ini menunggu dan sangat mengharapkan Jokowi di capreskan oleh Megawati. Tentu Megawati tak mau mengambil resiko besar untuk tidak mencapreskan Jokowi. Adanya rasa khawatir Megawati sehingga putri proklamator itu tak sepenuhnya ikhlas menyerahkan jatah capres kepada Jokowi, sah-sah saja, namun rasa khawatirnya tak perlulah berlebihan tak tak perlu terlampau menghantuinya sehingga mengambil keputusan tak mencapreskan Jokowi sebelum Pileg. Ingat pencapresan Jokowi sebelum Pileg 2014 sangat menentukan nasib PDIP selanjutnya.

Soal kelanjutan kekuasaan Megawati di PDIP adalah tergantung bagaimana Megawati mensiasatinya ke depan. Dan Megawati harus bisa menilai bahwa Jokowi bukanlah sosok pemimpin yang ambisi dan haus kekuasaan dan bukan sosok yang tak menghargai atau tak meghormati  pimpinan ataupun seniornya, dan kemungkinan besar tak akan berubah jika misalnya Jokowi sudah jadi presiden. Megawati adalah quen maker nya PDIP dan tak ada yang menampik hal itu, bahkan istri Almarhum Taufik Kiemas ini akan semakin terhormat dan menjadi tauladan jika legowo mencapreskan Jokowi. Apalagi diluar atribut PDIP, sosok mantan presiden RI ini telah tercatat sebagai seorang tokoh dan tak salah dikategorikan sebagai ibu bangsa, dan itu juga tergantung Megawati menjaga eksistensi ketokohannya.


Baca juga di sini :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA