Minggu, 29 Desember 2013

SBY Undang Jokowi, Ruhut Semakin Kerdil dan Terkucil



SBY Undang Jokowi,
Ruhut Semakin Kerdil dan Terkucil

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Pertemuan SBY dengan Gubernur DKI Jakarta Jokowi, di Istana Negara (Jumat, 27 November 2013) merupakan hal yang lumrah kalau dilihat dari sisi struktural pemerintahan, karena Presiden adalah atasan gubernur.  Secara politis memang pertemuan itu terkesan dikait-kaitkan dengan masalah pencapresan.  Soalnya pertemuan SBY dan Jokowi  terjadi beberapa hari setelah pertemuan  Prabowo Subianto dan SBY serta pertemuan Yusril Ihza Mahendara dengan SBY.

Diluar pandangan secara politis, pertemuan SBY dengan Jokowi, dianggap spesial dan menempatkan sosok Jokowi seperti tamu istimewa. Salah satu keistimewaannya karena kehadiran Jokowi adalah atas inisiatif dan undangan SBY, (SBY juga mengundang Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama alias A Hok, meskipun tak ikut hadir). Tak pernah terdengar selama ini SBY mengundang seorang gubernur secara khusus. Kalaupun ada pertemuan Presiden SBY dengan gubernur, paling hanya pertemuan resmi antara Presiden secara kolektif dengan seluruh gubernur yang ada di republik ini. Ataupun pertemuan yang sifatnya karena ada acara seremoni, atau saat presiden berkunjung ke daerah.

Tak hanya itu, dalam pertemuan itu juga mensyiratkan bahwa SBY sangat menghargai dan mengapresiasi sosok Jokowi. SBY menilai positif kinerja Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta, terbukti dalam pertemuan keduanya, SBY menawarkan kepada Jokowi agar menyampaikan langsung kepada SBY persoalan-persoalan yang memerlukan dukungan pemerintah pusat untuk mendukung kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Lalu kalaupun dikatakan pertemuan tersebut terjadi karena Jokowi adalah Gubernur yang memerintah di DKI Jakarta yang juga tempat berdomisilinya pusat kedudukan pemerintahan negara yang dipimpin Presiden SBY, sehingga memang dituntut harus terjalin kordinasi karena adanya kepentingan langsung pemerintah pusat, tapi tak mengurangi nilai istimwa dari pertemuan antara Presiden SBY dan Gubernur DKI Jakarta Jokowi tersebut, sebab SBY sebelumnya tak pernah terdengar mengundang khusus Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, baik Sutiyoso maupun Fauzi Bowo.

Sebenarnya sangat menarik kalau mengkaitkan pertemuan SBY dan Jokowi tersebut dengan serangan-serangan beraroma caci maki yang diarahkan Ruhut Sitompul terhadap Jokowi selama ini. Tentu kita ingat bagaimana pernyataan-pernyataan kontroversial yang keluar dari mulut Ruhut saat menyerang Jokowi. Dikatakannya Jokowi tak berhasil membenahi Jakarta karena ditangan Jokowi Jakarta makin amburadul dan  makin semrawut serta macet dan banjir makin parah. Lalu dikatakannya blusukan yang dilakukan Jokowi hanyalah pencitraan saja. Dikatakannya juga Jokowi tak pantas jadi Gubernur karena tak ada track recordnya. Bahkan tingginya elektabilitas Jokowi dinilai Ruhut hanya rekayasa lembaga survei. Tak sekedar itu Ruhut tak meragukan tingginya elektabilitas Jokowi karena harus dibuktikan dengan kemampuannya dalam debat terbuka, sehingga Ruhut pun menantang Jokowi debat terbuka. Banyak lagi serangan yang bernuansa caci maki yang diarahkannya kepada Jokowi.  Tak ketinggalan soal maraknya dukungun terhadap Jokowi untuk jadi capres pun dinilai sinis oleh Ruhut dengan mengatakan pedagang mebel tak level jadi presiden.

Sebenarnya serangan dengan berbagai pernyataan-pernyataan negatit yang dilontarkan Ruhut terhadap Jokowi selama ini, hanya sekedar memekakkan telinga, dan menghasilkan kegeramam publik terhadap Ruhut. Pernyataann Ruhut yang  dinilai sangat kontroversial  dan substansi dari tudingannya terhadap Jokowi sangat kontradiktif  dengan fakta sebenarnya, apalagi tercetus dengan tutur yang tak beretika, telah membut sosok Ruhut kerdil dan terkucil dimata publik.

Pertemuan SBY dan Jokowi, yang berlangsung atas inisiatif SBY dan secara tak langsung memang dikondisikan agar terpublikasi, membuat sosok Ruhut semakin kerdil dan semakin terkucil dimata publik. Soalnya SBY yang selama dibela Ruhut secara membabi buta, dan diklaim Ruhut sayang sama dia, ternyata berbeda pandangan dalam menilai sosok Jokowi. Bahkan dalam pertemuan tersebut SBY terkesan menghormati dan menghargai Jokowi. Inti pembicaraan juga mengesankan keakraban dan tak ada terlihat kesan arogansi yang diperlihatkan SBY atasan terhadap Jokowi sebagai bawahan. 

Sementara, Ruhut sendiri yang katanya sangat disayangi SBY tak pernah terdengar diundang khusus atau secara personal oleh SBY. Kalaupun Ruhut bertemu dengan SBY mungkin hanya sebatas dalam pertemuan kolektif  yang berkaitan dengan urusan Partai Demokrat, dimana SBY selaku pimpinan tertinggi partai tersebut. Dan dalam hal urusan Partai Demokrat juga tak pernah juga terdengar terjadi pertemuan khusus antara SBY dan Ruhut, dan publik tak yakin pernah ada pertemuan secara personal antara Ruhut dan SBY, karena Ruhut hanya sebatas keroco di Partai Demokrat, bahkan dalam kepengurusan baru Partai Demokrat setelah SBY menjadi Ketua Umumnya, Ruhut tak masuk dalam jajaran pengurus DPP. Sebagai juru bicara pun Ruhut juga terbilang baru diangkat oleh SBY.

Ironisnya, secara tak langsung melalui sikap SBY yang tampak apresiatif terhadap Jokowi, maka terbantahlah pernyataan Ruhut yang mengklaim bahwa SBY sayang sama dia. Jika demikian kasihan juga si Ruhut alias “ Si Poltak Raja Minyak dari Medan” ini. Jokowi yang dihujatnya dengan kata-kata kasar ternyata lebih dihormati dan dihargai SBY.Ini artinya ternyata Ruhut tak ada apa-apanya di mata SBY, dan kalaupun baru diangkat sebagai Jubir Partai Demokrat, mungkin karena dia dikenal tak punya rasa malu dan sangat cocok dimanfaatkan dan dijadikan bumper untuk membela Partai Demokrat yang tengah mendapat hujatan bertubi tubi, ataupun mungkin untuk sekedar menghibur si Ruhut yang gagal jadi Ketua Komisi III DPR RI.

Klik dan baca juga di sini :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA