Selasa, 02 April 2013

Aku Bersyukur, Tak Tertarik Masuk Partai Demokrat




Aku Bersyukur, Tak Tertarik Masuk Partai Demokrat

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Kota Pematangsiantar adalah kota kelahiranku dan tempat aku berdomisili sekarang ini Aku dikenal sebagai Aktivis LSM, aku selalu kritis terhadap pemerintah dan dan aparatnya, termasuk terhadap instasi penegakan hukum serta aparatnya. Dan aku juga kerap menulis dan berkomentar di sejumlah media di kotaku. Kata orang aku dianggap salah satu aktivis yang sangat vocal. Aku pernah berperan memasukkan mantan kepala daerah ke jeruji penjara karena kasus korupsi. Aku juga aku pernah membuat seorang jaksa dipecat sebagai jaksa, karena kukuakkan permainannya menggelapkan (tak melimpahkan ke persidangan) kasus narkoba dan daging illegal. Sorotanku sangat tajam dan selalu buat gerah pejabat pemerintahan termasuk kepala daerah di kotaku. Entah betul entah tidak, itulah menurut penilaian publik terhadapku.

Mungkin karena kevokalanku, pada tahun 2008, Walikota Pematangsiantar Ir RE Siahaan yang  saat itu juga menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Kota Pematangsiantar, membujukku masuk ke partai yang dipimpinnya. Aku pun dijanjikan menjadi Calon Legislatif pada Pemilu 2009 dan biaya pencaleganku pun dijanjikan dibantunya, bahkan aku dijanjikannya akan ditempatkan sebagai caleg di nomor urut atas. Namun berdasarkan pertimbangan kilat,saat itu juga aku menolak ajakannya tersebut.

Tak lama kemudian kuketahui, ternyata tidak hanya aku dari kalangan aktivis yang diajaknya bergabung masuk Partai Demokrat dan dijanjikan sebagai Caleg. Ada kawan yang juga dari kalangan aktivis menerima ajakan sang Walikota yang juga Ketua Partai Demokrat tersebut. Dan benar, saat pencalegan kawan tersebut ditempatkan dinomor urut atas. Sayangnya kawan tersebut gagal sebagai legislator karena, sebelum pemilihan legislatif, keluar putusan Mahkamah Konstitusi, bahwa pemenang dalam pemilihan umum legislatif 2009 bukan lagi berdasarkan nomor urut, tapi berdasarkan suara terbanyak yang didapat caleg.

Mungkin, jika ketika itu aku menerima tawaran sang Walikota dan jadi caleg, dan bias memang meraih suara terbanyak, mungkin saat sekarang ini aku masih menjabat sebagai anggota DPRD di Kota ku. Dan memang saat itu menurut sebagian besar kawan-kawanku seandainya aku jadi caleg, kemungkinan aku berpeluang menang. Dan kalau aku mencaleg, banyak orang yang mendukungku.  Namun karena aku langsung menolak saat diajak masuk ke Partai Demokrat,  maka jadi anggota legislatif hanyalah sebatas kata jika, kalau dan seandainya

Bagiku tidak ada penyesalan karena menolak masuk Partai Demokrat dan tak menjadi caleg. Penolakan spontan atas ajakan tersebut, meskipun melalui pertimbangan singkat, kuanggap sebagai keputusan penuh dengan perhitungan. Karena satu sisi, namaku yang harum di mata publik saat itu tak ingin  kukorbankan dengan menjadi antek-antek pendukung  RE Siahan yang menjabat Walikota Siantar dan Ketua Partai Demokrat Siantar serta dan harga diriku tak ingin kukorbankan untuk menerima sodoran uang tanda berkawan dengan RE Siahaan saat dia mengajakku masuk Partai Demokrat. Pertimbangan lain, sebab saat itu kepemimpinan RE Siahaan, begitu bobrok dan pemerintahannya jauh dari nilai good government dan akupun tak mau berpihak dengan kepala daerah yang seperti itu.

Sejujurnya aku juga tak menyesal, bahkan bersyukur tak masuk Partai Demokrat, sehingga aku tak terkait dengan RE Siahaan yang akhirnya dicokok  KPK setelah tak lagi jadi Walikota, karena terlibat kasus korupsi. Aku juga bersyukur karena tak pernah menjadi anggota dan antek-antek mantan Ketua DPC Partai Demokrat yang pernah menjadi Calon Gubernur Sumut pada tahun 2008 tersebut, dan i kini telah menjadi hotel prodeo dengan hukuman melebihi periode jabatan walikota yang pernah dijabatnya.

Melihat kondisi Partai Demokrat saat sekarang ini, kembali aku bersyukur tak tergoda rayuan RE Siahaan untuk masuk ke Partai Demokrat, sehingga namaku pun tak tercatat sebagai kader di partai yang pernah dihuni para koruptor dan calon koruptor kelas kakap seperti Nazaruddin, Angelina Sondahk, Andi malaranggeng dan Anas Urbaningrum.  Dan tak termasuk kader partai yang dihujat sebagai partai sarang koruptor. Dan terakhir aku juga bersyukur tak tertarik diajak masuk Partai Demorkat saat itu,  karena namaku tak terdaftar sebagai kader partai yang kini berpenampilan baru yang dipimpin dengan gaya Monarkhi oleh SBY pasca Kongres Luar Biasa di Bali. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA