Jumat, 19 April 2013

Ketika Istana, Dirangkap Jadi Kantor Partai Demokrat




Ketika Istana, Dirangkap Jadi Kantor Partai Demokrat

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Hujanan kritik tertuju kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena temu pers yang digelar Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Presiden, Rabu tanggal 17 April 2013 sekitar jam 20.00 WIB. Soalnya agenda temu pers yang di gelar di Istana Keperesidenan tersebut tak ada kaitannya dengan pemerintahan. Malah  yang disampaikan berkaitan dengan Partai Demokrat, dimana dalam temu pers tersebut SBY mengklarifikasi seputar pemberitaan yang menyebutkan SBY pernah menawarkan Jabatan tertentu di Kepengurusan Partai Demokrat  kepada Yenny Wahid putri Almarhun Gus Dur tersebut. 

Disengaja SBY atau memang dia khilaf, sehingga persoalan Partai Demokrat dibahas di Istana Negara, hanya SBY yang tahu. Wajar jika banyak pihak yang keberatan terkait masalah itu. Sorotan tajam pun dan tudingan miring pun datang bertubi-tubi. Tak elok,…tak etis… merupakan penggalan kalimat yang ditujukan kepada SBY. Ada yang mengusik soal rangkap jabatan SBY. Ada yang  menilai SBY telah menurunkan maruah Istana. SBY juga dituding menggunakan alat negara untuk urusan partainya. Dan ada yang kembali menegaskan tidak konsistennya SBY.
Kritikan itu memang direspon oleh pihak SBY. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparingga, seakan tak ingin berpolemik menyikapinya. Dikatakannya hal itu sama sekali bukan persoalan partai atau politik. Sementara dari pihak Partai Demokrat, meresponnya sedikit menantang. Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarif Hasan, justru berpendapat tak masalah jika SBY berbicara masalah partai di kompleks Istana Presiden, tentunya dengan alasan mencari pembenaran. 

Yang perlu jadi bahan renungan, SBY selaku presiden yang nota bene pemimpin tingkat tertinggi di republik ini, seharusnya bisa menjalankan tugas kepresidenan yang diembannya secara professional dan proposional Temu pers membicarakan persoalan Partai Demokrat di Istana Kepresidenan telah terjadi, dan memang tak ada aturan yang membolehkan dan tak ada pula sanksi aturan jika telah dilakukan. 

Yang sangat disayangkan adalah Daniel Sparingga selaku Staf Khusus SBY Bidang Komunikasi Politik, terlihat tak menunjukkan perannya, sehingga temu pers yang berkaitan dengan Partai Demokrat bisa berlangsung di Istana Kepresidenan, jika sebelumnya dia tahu kalau SBY akan melakukan temu pers yang berkaitan dengan Partai Demokrat di Istana Kepresidenan. Apabila Daniel Sparingga memang tak tahu rencana temu pers tersebut, berarti SBY lah yang memang tak melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan Daniel Spraringga selaku Staf Khususnya, sebelum menggelar temu pers yang berkaitan dengan Partai Demokrat di Istana Kepresidenan.

Terkait temu pers itu, maka tudingan “tak etis” dan “tak elok”, memang menjadi penggalan kalimat yang tepat ditujukan kepada SBY. Dan selaku Presiden, SBY pantas dianggap tak profesional dan tak profersional, karena menggelar temu pers terkait masalah Partai Demokrat di Istana Kepresidenan. Kalau dinilai hal itu terjadi karena posisi SBY yang saat ini rangkap jabatan, memang itulah kenyataannya. Karena tak mungkin SBY (sengaja ataupun khilaf)  menggelar temu pers membicarakan hal yang berkaitan dengan Partai Demokrat di Istana Kepresidenan,  jika dia tak berposisi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. 

Tak bisa dipungkiri kalau SBY tidak berbicara soal Partai Demokrat  di Istana Kepresidenan. Sebenarnya selain temu pers tersebut, SBY juga pernah membicarakan persoalan terkait Partai Demokrat di Istana Kepresidenan yaitu saat menanggapi mundurnya Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) dari keanggoraan DPR RI yang juga terekspos ke publik. Dan sulit juga diterima akal  kalau hanya untuk kedua kali itu saja (temu pers terkait tawaran kepada Yenny Wahid untuk masuk  Partai Demokrat, dan terkait mundurnya Ibas dari DPP RI), SBY pernah membicarakan soal Partai Demokrat di Istana Kepersidenan. Soalnya, bisa saja SBY sudah berulangkali membahas seputar Partai Demokrat di Istana Kepreseiden, Hanya saja tak terendus ke publik, dan mungkin dilakukan secara internal.

Bukan hanya SBY sebagai presiden merangkap pimpinan partai politik. Presiden terdahulu, juga merangkap sebagai pimpinan Partai Politik. Suharto saat menjadi presiden berposisi sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar, begitu juga Abdurrahman Wahid (Gusdur) saat jadi presiden juga berkapasitas sebagai Ketua Dewan Syuro PKB, serta Megawati Sukarnoputri (sama persis dengan Posisi SBY saat ini), yang ketika menjabat presiden dan juga merangkap Ketua Umum PDIP. Mungkin saja Suharto, Gusdur dan Megawati juga pernah membicarakan Partainya di Istana Kepresidenan. Tapi tampaknya Suharto, Gusdur dan terutama Megawati, saat itu tak sebodoh SBY saat ini. Suharto, Gusdur dan Megawati tak pernah membicarakan persoalan terkait partainya di Istana Kepresidenan dengan cara temu pers. 

Atau mungkin saja SBY ingin tampil beda dengan presiden terdahulu, Bisa saja SBY sengaja menggelar temu pers membicarakan seputar Partai Demokrat di Istana Kepresidenan, karena dia ingin secara terang-terangan menjadi Istana Kepresidenan boleh dirangkap sebagai Kantor Partai Demokrat yang dipimpinnya.  (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA