Senin, 08 April 2013

Dua Jenderal, Korban Penembakan di LP Cebongan




Dua Jenderal, Korban Penembakan di LP Cebongan

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Penembakan di Lembaga Permasyarakatan Klass II Cebongan, Sleman, Yogyakarta, tanggal 23 Maret 2012, yang menewaskan empat orang tersangka kasus pembunuh Serka Heru Santoso, sudah dipastikan dilakukan oleh 11 orang anggota Grup II Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Kandang Menjangan, Kartasurya, Sukoharjo, Jawa Tengah. Itu berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pihak TNI AD melalui Tim Investigasi yang dipimpin Brigjend TNI Unggul K Yudhoyono, dan telah diumumkan pada tanggal 4 April 2013 lalu. Belas dendam, dan dilatarbelakangi spirit of corps alias semangat Korsa (korps satuan), merupakan alasan terjadinya penembakan tersebut. Sebagaimana diketahui Serka Heru Santoso yang dibunuh pada tanggal 19 Maret 2013 di Hugo’s Cafe oleh ke empat tersangka (yang ditembak mati di LP Cebongan), merupakan anggota Kopassus yang ditugaskan sebagai Intel TNI AD.

Terungkapnya pelaku penembakan di LP Cebongan, ternyata tak menyudahi polemik terkait pristiwa tersebut. Masih banyak yang menjadi tanda tanya terkait penembakan di LP Cebongan. Tim Investigasi dari kepolisian yang lebih awal melakukan investigasi terkesan tak berani mengungkapkan hasil investigasinya, karena diperkirakaan hasil investigasi kepolisian memang oknum TNI AD lah  yang melakukan penembakan di LP Cebongan, sebagaimana dugaan banyak kalangan sebelumnya. Sementara hasil investigasi Tim Investigasi TNI AD juga tak memuaskan sebagian pihak, karena diduga mengerucutkan pihak yang terlibat hanya sebatas 11 orang oknum Kopassus, tanpa keterlibatan atasannya di Kopassus. 

Tak hanya itu, disamping pihak dan TNI dan Polri,  sejumlah mantan jenderal, politisi dan pengamat, ikut nimbrung menyikapi hasil investigasi pihak TNI AD terkait pristiwa penyerangan dan penembakan di LP Cebongan. Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan apresiasi kepada 11 anggota Kopassus yang terlibat penembakan di LP Cebongan, dengan menyatakan sebagi “Kesatria”,  karena mengaku sebagai pelakunya, tak ditampik membuat sejumlah pihak merasa gerah, dan menyesalkan apresiasi yang diberikan SBY.

Selain itu, masih ada pihak (terutama pihak korban penyerangan LP Cebongan), yang merasa tak puas atas hasil investigasi yang dilakukan pihak TNI AD. Pihak Komnas HAM yang juga punya Tim Investigasi, tetap ngotot melakukan penyelidikan terkait adanya pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Selain untuk mengetahui apakah ada pembiaran dari negara sehingga pristiwa tersebut bisa terjadi, Kommas HAM juga menduga ada kejanggalan dalam investigasi yang dilakukan pihak TNI. Belakangan muncul isu, bahwa pihak TNI dan Polri ditenggarai sudah memprediksi bakal adanya balas dendam atas pembunuhan Serka Heru Santoso. 

Sementara itu, ada pula pihak yang meminta agar pembunuhan terhadap Serka Heru Santoso dan latar belakangnya harus menjadi perhatian serta tetap diusut dan diungkap. Persoalan preman pun menjadi pembahasan serius, dan banyak kalangan meminta preman segera dibasmi. Bahkan Presiden SBY, telah memerintahkan kepada Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, agar jajaran kepolisian, kedepannya bisa bertindak tegas dalam menyingkirkan segala aksi premanisme dan semua bentuk organisasi kriminal. Tak hanya itu terkait peradilan terhadap pelaku penembakan juga menjadi polemik berbagai kalangan. Ada pihak yang meminta kasus tersebut dibawa ke peradilan sipil, supaya lebih transparan.  Desakan peradilan dilakukan secara terbuka menjadi wacana, malah sampai mengarah kepada  wacana perubahan UU Peradilan Militer.

Kasus penembakan di LP Cebongan, sangat membias, dan diperkirakan akan tetap menjadi perhatian publik sampai kasus tersebut benar-benar tuntas. Dinamika yang menarik dari kasus penembakan di LP Cebongan adalah masalah korban. Ternyata yang menjadi korban tak hanya Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi, dan Yohannes Juan Manbait yang nyawanya langsung melayang setelah diberondong peluru oknum anggota kopassus yang menyerbu LP Cebongan.  Setelah pristiwa penembakan di LP   Cebongan terungkap, ada dua orang lagi yang menjadi korban. Tapi untuk kedua korban ini bukan nyawanya yang melayang, tapi jabatannya yang langsung melayang. Keduanya adalah Pangdam IV Diponegoro Mayjend TNI Hardiono Suroso dan Kapolda DI Yogyakarta Brigjen Pol Sabar Rahardjo. Keduanya dicopot dari jabatannya terkait terungkapnya kasus penembakan di LP Cebongan, meskipun masing-masing pihak TNI dan Polri mengatakan bahwa pencopotan merupakan  mutasi biasa dan penyegaran di tubuh lembaga masing-masing. 

Mayjend TNI Hardiono Suroso yang baru 9 bulan bertugas sebagai Pangdam IV Diponegoro, dicopot dari jabatannya diduga kuat karena pernyataan dini yang keluar dari mulutnya setelah pristiwa pembantaian di LP Cebongan. Beberapa saat setelah pristiwa di LP Cebongan, Jenderal Bintang Dua berkumis tebal tersebut, secara tegas memastikan bahwa tidak  ada oknum TNI yang terlibat sebagai pelaku penembakan di LP  Cebongan. “ Sebagai panglima, saya bertanggung jawab penuh dengan yang ada di wilayah Kodam IV Diponegoro. Tak ada prajurit yang terlibat, karena hasil jaminan dari komandan satuan mereka mengendalikan semua,” tegas Mayjend TNI Hardiono Suroso saat itu. Selain itu Mayjend TNI Hardiono Suroso juga menegaskan bahwa pelakunya adalah sekelompok Orang Tak Dikenal. Dan senjata yang digunakan juga senjata  Efek dari pernyataan dini dari Mayjend TNI Hardiono Suroso, tentu menjadi penilaian negatif serta menimbulkan kegeraman publik terhadap lembaga TNI AD. 

Sementara Brigjend Pol Sabar Rahardjo dicopot dari jabatannya, karena keempat tahanan tersebut saat dibantai, masih dalam pengamanan dan tanggung jawab pihak Polda DI Yoyakarta, dan sebagai tahanan titipan di LP Cebongan. Ada informasi, setelah keempat tahanan itu dititipkan, pihak LP Cebongan merasa khawatir, dan meminta personil pengamanan tambahan dari pihak Polda DI Yogyakarta, namun permintaan tersebut sampai kejadian penembakan tak kunjung dipenuhi oleh pihak Polda DI Yogyakarta.

Dua Jenderal (Jenderal bintang dua dan bintang satu), telah ikut jadi korban dari pristiwa penembakan yang di lakukan oknum Kopassus di LP Cebongan. Keduanya memang pantas menjadi korban berupa kehilangan jabatan. Jabatan Pangdam dan Kapolda adalah jabatan strategis, dan biasanya kalau dicopot dari jabatan seperti itu karena kesalahan,  maka sangat sulit dan jauh dari kemungkinan untuk mendapat jabatan yang lebih baik.  Malah biasanya karir keduanya sudah berada pada posisi mati karir.

Kalau dipandang dari sisi tanggung jawab, seharusnya tak hanya Pangdam IV Diponegoro Mayjend TNI Hardiono Suroso dan Kapolda DI Yogyakarta Brigjen Pol Sabar Rahardjo yang menjadi korban kehilangan jabatan dari pristiwa penyerangan dan penembakan di LP Cebongan yang dilakukan oknum Kopassus. Pernyataan dini dari Mayjend TNI Hardiono Suroso tak lama setelah pristiwa penembakan di LP Cebongan, yang menyatakan tak ada prajurit TNI yang terlibat, jelas berdasarkan jaminan dari komandan satuan sebagaimana yang disebutkan Mayjend TNI Hardiono Suroso ketika itu. Jadi karena yang terlibat dari satuan Kopassus, sudah selayaknya komandan satuan dari Kopassus tempat bertugas ke 11oknum Kopassus tersebut , juga harus bertanggung jawab. Pertanggung jawaban secara lisan telah diungkapkan langsung oleh Danjen Kopassus dan Komandan Grup II Kopassus Kandang Menjangan, Kartasurya, Sukoharjo,  Jawa Tengah. Namun banyak kalangan menilai agar Danjen Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo serta Komandan Grup II Kopassus Kandang Menjangan, Kartasurya, Sukoharjo,  Jawa Tengah, Letkol (Inf) Maruli Simanjuntak, pantas jadi korban pencopotan jabatan sebagaimana dialami Pangdam Diponegoro Mayjend TNI Hardiono Suroso dan Kapolda DI Yogyakarta Brigjen Pol Sabar Rahardjo. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA