Langkah
Konyol Sang Profesor
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Tentu kita masih
ingat dengan Kasus Korupsi Proyek Sismibakum (Sistem Administrasi Badan Hukum)
di Kementrian Hukum dan HAM. Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH MSc mantan
Menteri Hukum dan HAM dijadikan Kejaksaan Agung sebagai tersangka, Meski saat
itu ditetapkan sebagai tersangka, namun Profesor Yusril, tak sempat diseret ke
Pengadilan, karena sebelum sang Profesor diseret ke pengadilan, sejumlah
tersangka utama yang telah diseret terdahulu dalam kasus tersebut dibebaskandari
jeratan hukuma. Diantaranya Prof Romli Atmasasmita SH. LLM (Mantan Dirjen Administrasi
Hukum Umum) diputus lepas dari tuntutan di tingkat Kasasi. Lalu Yohannes Woworuntu
(Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika) diputus bebas di tingkat
peninjauan kembali. Kemudian menyusul Zulkarnaen Yunus (Juga mantan Dirjen AHU)
diputus bebas di tingkat kasasi.
Yang menarik
terkait kasus Sismibakum, yaitu saat Yusril mengajukan gugatan ke Mahkamah
Konstitusi (MK), tak lama setelah dirinya ditetapkan tersangka oleh Kejagung.
Gugatan Yusril terkait legalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji yang saat
menetapkannya sebagai tersangka, masih menjabat sebagai Jaksa Agung, sementara
masa jabatan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Pertama Pimpinan Presiden SBY telah
berakhir.
Putusan MK
memenangkan sebagian gugatan Profesor Yusril. Dalam putusannya MK menyatakan
Jabatan Jaksa Agung berakhir dengan berakhirnya jabatan Presiden RI dalam satu
periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet.. Artinya Jabatan Hendarman
Supandji telah berakhir sejak Kabinet Indeonesia Bersatu Jilid I dibawa
pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bubar pada tanggal 20 Oktober 2009.
Kendati penetapan
status tersangka Yusril dianggap sah berdasarkan Putusan MK, namun keberhasilan
Yusril via gugatannya ke MK telah membuat Hendarman Supandji tak lagi menjadi
Jaksa Agung. Kemenangan yang luar biasa bagi Yusril, karena gugatannya itu
menyangkut perlawanannya menghadapi pemerintah.
Tak hanya itu saja
kemenangan Sang Profesor melawan pemerintah melalui gugatan yang diajukannya,
terkait dengan kasus Sisminbakum. Pakar Hukum Tata Negara itu, juga berhasil
membuat kejagung terjepit, dan diperintahkan untuk menghadirkan Presiden SBY
dan mantan Presiden Megawati Sukarnoputri sebagai saksi meringankan jika memang
kasus Sisminbakum dilanjutkan prosesnya.
Kemenganan Yusril
berikutnya,, masih terkait kasus Sisminbakum. Guru besar yang merangkap
advokat tersebut berhasil mengkuakan kelemahan dasar dan pertimbangan hukum
surat penetapan pencekalan terhadap dirinya oleh Kejagung. Yusril berhasil
mengungkap surat penetapan pencekalan dibuat dengan cara copy pasti oleh
Kejagung sehingga pertimbangan hukumnya masih menggunakan peraturan yang sudah
tak berlaku lagi. Dan pihak kejagung tak bisa mengelak dan mengakui surat
penetapan tersebut dibuat dengan cara copy.
Kehebatan Yusril
dengan berbuah kemenangan ketika bersoal di ranah hukum melawan pemerintah
tidak hanya di Kasus Sisminbakum saja. Kasus hukum lain yang dimenangkan yaitu
keberhasilan Yusril mementahkan kebijakan pemerintah dalam hal pengetatan
remisi bagi koruptor. Yusril berhasil juga berhasil membuat Presiden SBY dan
Mendagri menunda pencopotan Gubernur Bengkulu (non aktif) Agusrin M Najamuddin.
Melalui gugatannya ke PTUN, Yusril sukses membuat Partai Bulan Bintang
(PBB) yang sebelumnya dinyatakan KPU tak lolos verifikasi, akhirnya terdaftar
sebagai parpol peserta pemilu.
Sejumlah
keberhasilan Profesor Hukum Tata Negara itu dan mantan Menteri SekretarisNegara
itu, tentunya membuat tercengang dan terkesima banyak kalangan. Mantan Kabagreskrim
Polri Komjen Polisi Purn Susno Duadji pun tak ragu menggantungkan nasibnya
kepada Sang Profesor. Terpidana Kasus Korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan
Kasus Korupsi Dana Pengamanan Pilkada Jawa Barat tersebut, mungkin melihat tak
ada advokat yang lebih hebat selain daripada Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH
MSc, sehingga tanpa pikir panjang sang Jenderal tersebut masuk menjadi kader
bahkan jadi Caleg DPR RI Parta Bulan Bintang yang pendiri dan Ketua Dewan
Syuronya adalah sang Profesor tersebut.
Kali ini, naas
bagi Profesor yang berperan memberi advis kepada Suharto agar mundur sebagai
presiden saat bergulirnya tuntutan reformasi pada tahun 1998. Keberadaan Susno Duadji
di PBB telah membuatnya berposisi mem back up Susno Duadji saat hendak
dieksekusi oleh kejaksaan. Alasan Susno Duadji menolak dieksekusi yakni Putusan
MA yang menolak kasasinya tanpa ada perintah untuk menahan, itu pula yang
menjadi statement Yusril mendukung penolakan yang dilakukan Susno Duadji.
Kedatangan Yusril di kediaman Susno Duadji tak lama setelah tim eksekutor
kejaksaan datang, juga berpengaruh menggagalkan eksekusi terhadap Susno Duadji.
Apalagi saat itu Susno Duadji tak mau keluar kamar sebelum Yusril datang ke
kediamannya. Bahkan saat diamankan dan dibawa ke Mapolda Jabar, Yusril setia
mendampingi Susno Duadji. Dalam hal ini Profesor Yusril dengan kekuatan massa
PBB tak bisa dipungkiri telah melindungi Susno Duadji dari upaya eksekusi yang
dilakukan kejaksaan.
Ironisnya meskipun
Susno berhasil terhindar dari eksekusi, Namun banyak kalangan menilai peran
Yusril yang nyata mem back up penolakan Susno, membuat kalangan tak simpati
dengan Profesor Yusril, termasuk kepada PBB. Berbagai tanggapan di media
memojokkan sikap Yusril yang melindungi Susno Duadji, dan juga itu berpengaruh
kepada eksistensi PBB. Simpati publik pun tampaknya sirna terhadap Profesor
Yusril terkait perannya mem back up Susno Duadji ketika hendak dieksekusi.
Nampaknya
keterlibatan Profesor Yusril mem back up Susno Duadji yang merupakan terpidana
korupsi, merupakan langkah konyol yang dijejakkan sang Profesor Y. Betapa tidak
sebagai sosok yang selama ini di nilai ekspert sebagai pakar hukum, maupun
sebagai pimpinan partai politik, Yusril dinilai telah mengganggu upaya
penegakan hukum. Terlepas dari adanya celah hukum atas putusan MA sehingga
Susno Duadji menolak dieksekusi, tentunya saat itu tak kapasitas Yusril mem
back up Susno Duadji, saat hendak dieksekusi oleh Kejaksaan, sebab Yusril saat
itu posisinya bukan sebagai kuasa hukum atau pengacara Susno Duadji. Kalaupun
sebagai Ketua Dewan Syuro PPB yang nota bene pimpinan partai dimana Susno
Duadji merupakan kadernya, juga tak ada hak Yusril mem back up penolakan
kadernya yang telah ditetapkan sebagai terpidana korupsi, saat hendak di
eksekusi. Tegasnya tak ada hak dan wewenang Yusril mendampingi Susno Duadji
baik saat dibawa ke Mapolda dan saat berada di Mapolda, karena persoalan yang
menimpa Susno adalah persoalan hukum dan bukan persoalan yang ada kaitannya
dengan PBB.
Sulit dan tak bisa
disangkal kalau posisi Yusril saat itu nyata bahwa memang mem back up
Susno Duadji. Keberhasilan Yusril mem back up Susno Duadji sehingga gagal
dieksekusi oleh Kejaksaan, nilai keberhasilannya tak sama dengan seperti
keberhasilan Yusril mengalahkan pemerintah dalam berbagi kasus sebelumnya yang
membuat Yusril mendapat apresiasi. Yusril punya peran menggagalkan eksekusi,
tapi itu bukan ternilai sebuah kemenangan seperti kemenangan atau pun keberhasilan
ketika Yusril menghadapi pemerintah dalam sejumlah persoalan hukum seperti yang
dilakukan Yusril sebelumnya. Kekonyolan Yusril adalah posisinya mem back up
Susno Duadji yang telah berstatus seorang koruptor. Tentu yang lebih konyol dan
sangat disesalkan dari sikap Yusril yang dikenal sebagai seorang profesor,
pakar hukum dan pemimpin tertinggi di PBB, yang segampang itu menerima Susno
Duadji menjadi kader PBB serta menjadikannya sebagai Caleg DPR RI dari PBB,
padahal sejak awal diketaahuinya Susno Duadji terlibat korupsi, Yang pasti langkah
konyol Profesor Yusril tersebut punya efek negatif terhadap PBB. (***)
Klik dan Baca Artikelini di :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar