Minggu, 28 April 2013

Langkah Konyol Sang Profesor




Langkah Konyol Sang Profesor

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Tentu kita masih ingat dengan Kasus Korupsi Proyek Sismibakum (Sistem Administrasi Badan Hukum) di Kementrian Hukum dan HAM.  Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH MSc mantan Menteri Hukum dan HAM dijadikan Kejaksaan Agung sebagai tersangka, Meski saat itu ditetapkan sebagai tersangka, namun Profesor Yusril, tak sempat diseret ke Pengadilan, karena sebelum sang Profesor diseret ke pengadilan, sejumlah tersangka utama yang telah diseret terdahulu dalam kasus tersebut dibebaskandari jeratan hukuma. Diantaranya Prof Romli Atmasasmita SH. LLM (Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum) diputus lepas dari tuntutan di tingkat Kasasi. Lalu Yohannes Woworuntu (Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika) diputus bebas di tingkat peninjauan kembali. Kemudian menyusul Zulkarnaen Yunus (Juga mantan Dirjen AHU) diputus bebas di tingkat kasasi.

Yang menarik terkait kasus Sismibakum, yaitu saat Yusril mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), tak lama setelah dirinya ditetapkan tersangka oleh Kejagung. Gugatan Yusril terkait legalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji yang saat menetapkannya sebagai tersangka, masih menjabat sebagai Jaksa Agung, sementara masa jabatan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Pertama Pimpinan Presiden SBY telah berakhir. 

Putusan MK memenangkan sebagian gugatan Profesor Yusril. Dalam putusannya MK menyatakan Jabatan Jaksa Agung berakhir dengan berakhirnya jabatan Presiden RI dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet.. Artinya Jabatan Hendarman Supandji telah berakhir sejak Kabinet Indeonesia Bersatu Jilid I dibawa pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bubar pada tanggal 20 Oktober 2009. 

Kendati penetapan status tersangka Yusril dianggap sah berdasarkan Putusan MK, namun keberhasilan Yusril via gugatannya ke MK telah membuat Hendarman Supandji tak lagi menjadi Jaksa Agung. Kemenangan yang luar biasa bagi Yusril, karena gugatannya itu menyangkut perlawanannya menghadapi pemerintah. 

Tak hanya itu saja kemenangan Sang Profesor melawan pemerintah melalui gugatan yang diajukannya, terkait dengan kasus Sisminbakum. Pakar Hukum Tata Negara itu, juga berhasil membuat kejagung terjepit, dan diperintahkan untuk menghadirkan Presiden SBY dan mantan Presiden Megawati Sukarnoputri sebagai saksi meringankan jika memang kasus Sisminbakum dilanjutkan prosesnya. 

Kemenganan Yusril berikutnya,, masih terkait kasus Sisminbakum.  Guru besar yang merangkap advokat tersebut berhasil mengkuakan kelemahan dasar dan pertimbangan hukum surat penetapan pencekalan terhadap dirinya oleh Kejagung. Yusril berhasil mengungkap surat penetapan pencekalan dibuat dengan cara copy pasti oleh Kejagung sehingga pertimbangan hukumnya masih menggunakan peraturan yang sudah tak berlaku lagi. Dan pihak kejagung tak bisa mengelak dan mengakui surat penetapan tersebut dibuat dengan cara copy.

Kehebatan Yusril dengan berbuah kemenangan ketika bersoal di ranah hukum melawan pemerintah tidak hanya di Kasus Sisminbakum saja. Kasus hukum lain yang dimenangkan yaitu keberhasilan Yusril mementahkan kebijakan pemerintah dalam hal pengetatan remisi bagi koruptor. Yusril berhasil juga berhasil membuat Presiden SBY dan Mendagri menunda pencopotan Gubernur Bengkulu (non aktif) Agusrin M Najamuddin. Melalui gugatannya  ke PTUN, Yusril sukses membuat Partai Bulan Bintang (PBB) yang sebelumnya dinyatakan KPU tak lolos verifikasi, akhirnya terdaftar sebagai parpol peserta pemilu. 

 
Sejumlah keberhasilan Profesor Hukum Tata Negara itu dan mantan Menteri SekretarisNegara itu, tentunya membuat tercengang dan terkesima banyak kalangan. Mantan Kabagreskrim Polri Komjen Polisi Purn Susno Duadji pun tak ragu menggantungkan nasibnya kepada Sang Profesor. Terpidana Kasus Korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan Kasus Korupsi Dana Pengamanan Pilkada Jawa Barat tersebut, mungkin melihat tak ada advokat yang lebih hebat selain daripada Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH MSc, sehingga tanpa pikir panjang sang Jenderal tersebut masuk menjadi kader bahkan jadi Caleg DPR RI Parta Bulan Bintang yang pendiri dan Ketua Dewan Syuronya adalah sang Profesor tersebut. 

Kali ini, naas bagi Profesor yang berperan memberi advis kepada Suharto agar mundur sebagai presiden saat bergulirnya tuntutan reformasi pada tahun 1998. Keberadaan Susno Duadji di PBB telah membuatnya berposisi  mem back up Susno Duadji saat hendak dieksekusi oleh kejaksaan. Alasan Susno Duadji menolak dieksekusi yakni Putusan MA yang menolak kasasinya tanpa ada perintah untuk menahan, itu pula yang menjadi statement Yusril mendukung penolakan yang dilakukan Susno Duadji. Kedatangan  Yusril di kediaman Susno Duadji tak lama setelah tim eksekutor kejaksaan datang, juga berpengaruh menggagalkan eksekusi terhadap Susno Duadji. Apalagi saat itu Susno Duadji tak mau keluar kamar sebelum Yusril datang ke kediamannya. Bahkan saat diamankan dan dibawa ke Mapolda Jabar, Yusril setia mendampingi Susno Duadji. Dalam hal ini Profesor Yusril dengan kekuatan massa PBB tak bisa dipungkiri telah melindungi Susno Duadji dari upaya eksekusi yang dilakukan kejaksaan. 

Ironisnya meskipun Susno berhasil terhindar dari eksekusi, Namun banyak kalangan menilai peran Yusril yang nyata mem back up penolakan Susno, membuat kalangan tak simpati dengan Profesor Yusril, termasuk kepada PBB. Berbagai tanggapan di media memojokkan sikap Yusril yang melindungi Susno Duadji, dan juga itu berpengaruh kepada eksistensi PBB. Simpati publik pun tampaknya sirna terhadap Profesor Yusril terkait perannya mem back up Susno Duadji ketika hendak dieksekusi. 

Nampaknya keterlibatan Profesor Yusril mem back up Susno Duadji yang merupakan terpidana korupsi, merupakan langkah konyol yang dijejakkan sang Profesor Y. Betapa tidak sebagai sosok yang selama ini di nilai ekspert sebagai pakar hukum, maupun sebagai pimpinan partai politik, Yusril  dinilai telah mengganggu upaya penegakan hukum. Terlepas dari adanya celah hukum atas putusan MA sehingga Susno Duadji menolak dieksekusi, tentunya saat itu tak kapasitas Yusril mem back up Susno Duadji, saat hendak dieksekusi oleh Kejaksaan, sebab Yusril saat itu posisinya bukan sebagai kuasa hukum atau pengacara Susno Duadji. Kalaupun sebagai Ketua Dewan Syuro PPB yang nota bene  pimpinan partai dimana Susno Duadji merupakan kadernya,  juga tak ada hak Yusril mem back up penolakan kadernya yang telah ditetapkan sebagai terpidana korupsi, saat hendak di eksekusi. Tegasnya tak ada hak dan wewenang Yusril mendampingi Susno Duadji baik saat dibawa ke Mapolda dan saat berada di Mapolda, karena persoalan yang menimpa Susno adalah persoalan hukum dan bukan persoalan yang ada kaitannya dengan PBB. 

Sulit dan tak bisa disangkal kalau posisi Yusril saat itu  nyata bahwa memang mem back up Susno Duadji. Keberhasilan Yusril mem back up Susno Duadji sehingga gagal dieksekusi oleh Kejaksaan, nilai keberhasilannya tak sama dengan seperti keberhasilan Yusril mengalahkan pemerintah dalam berbagi kasus sebelumnya yang membuat Yusril mendapat apresiasi. Yusril punya peran menggagalkan eksekusi, tapi itu bukan ternilai sebuah kemenangan seperti kemenangan atau pun keberhasilan ketika Yusril menghadapi pemerintah dalam sejumlah persoalan hukum seperti yang dilakukan Yusril sebelumnya. Kekonyolan Yusril adalah posisinya mem back up Susno Duadji yang telah berstatus seorang koruptor. Tentu yang lebih konyol dan sangat disesalkan dari sikap Yusril yang dikenal sebagai seorang profesor, pakar hukum dan pemimpin tertinggi di PBB, yang segampang itu menerima Susno Duadji menjadi kader PBB serta menjadikannya sebagai Caleg DPR RI dari PBB, padahal sejak awal diketaahuinya Susno Duadji terlibat korupsi, Yang pasti langkah konyol Profesor Yusril tersebut punya efek negatif terhadap PBB. (***)

Klik dan Baca Artikelini di :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA