Sabtu, 02 Februari 2013

PKS Terjerembab Karena Ikut Setgab



PKS Terjerembab Karena Ikut Setgab

Oleh : M Alinapiah Simbolon


“Kejahatan terjadi bukan hanya karena adaniat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan... Waspadalah... Waspadalah... Waspadalah !”

Itulah bunyi slogan yang  dikumandangkan “Bang Napi” di sela acara berita siang di salah satu siaran televisi swasta. Slogan itu merupakan bentuk upaya preventif untuk mengingatkan publik bahwa pada dasarnya kejahatan terjadi bukan semata hanya karena adanya niat pelaku tapi juga disebabkan oleh adanya kesempatan ataupun peluang untuk terjadinya kejahatan. Kalau ada kesempatan atau peluang seseorang yang awalnya tak punya niat, bisa berubah jadi punya niat untuk melakukan tindak kejahatan.

Slogan positif yang bernada peringatan dari Bang Napi tersebut, tampaknya tidak hanya berlaku untuk kejahatan atau tindak pidana umum saja, tapi untuk semua jenis kejahatan atau tindak pidana, termasuk kejahatan atau tindak pidana yang bernama korupsi yang telah dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crimes).

Kalau elit dan kader PKS dari awal menyadari, sebenarnya slogan Bang Napi tersebut merupakan peringatan dini buat PKS Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelum ikut berkoalisi mendukung pemerintahan SBY yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi.  Maka kemungkinan besar PKS tak terjerembab oleh Kasus Suap Impor Daging Sapi. Soalnya keikutsertaan PKS dalam Setgab Koalisi, membuka peluang elit-elitnya  terlibat atau melakukan perbuatan korup.

Jika boleh berandai-andai, seandainya PKS tak ikut dalam Setgab Koalisi, kemungkinan besar Menteri Pertanian Kabine SBY Jilid II, bukanlah dijabat oleh Suswono yang merupakan kader PKS. Lufthi Hasan Ishak juga kemungkinan besar takkan terlibat tindak pidana korupsi dalam Kasus Suap Impor Daging Sapi yang pengadaannya dibawah kendali Kantor Kementerian Pertanian yang dibawah kendali kader PKS selaku menterinya.

Untuk diketahui, bahwa Setgab terbentuk dengan tujuan untuk mendukung dan mengamankan pemerintahan SBY yaitu Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, mengingat koalisi dalam Kabinet Indonesia Bersatu  Jilid I banyak kelemahan, karena sifatnya tidak permanen. Setgab Koalisi pun dibentuk secara permanen agar koalisi berjalan tersistem untuk mematangkan dan menguatkan pemerintahan melalui kordinasi lintas partai yang tergabung dalam Setgab Koalisi.

Namun, disadari atau tidak, dengan adanya Setgab sebagai koalisi yang terlembaga, jelas membuat  partai yang ikut dalam Setgab, tidak lagi murni sebagai partai yang berpihak kepada kepentingan rakyat. Karena sudah jelas tujuan utamanya mensinergiskan dan menyatukan kekuatan baik di pemerintahan maupun di legislatif (DPR). Koalisi Partai dalam Setgab melibatkan pimpinan partai koalisi yaitu ketua umum partai, ketua fraksi dan anggota fraksi koalisi, dan ini jelas mengindikasikan sebagai bentuk upaya untuk pembungkaman dan pemandulan kontrol parlemen.

Sah-sah aja kalau Setgab Koalisi membangun kesepakatan dengan maksud yang katanya untuk percepatan semua gerak pembangunan guna mewujudkan sesegera mungkin kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Namun yang tampak jadi penilaian, bahwa keinginan parpol ikut  ajakan SBY untuk bergabung  dalam koalisi permanen bernama Setgab Koalisi, adalah semata-mata didasarkan oleh kompromi politik untuk mendapat jatah jabatan dikabinet, karena itu memang kompensasinya. Dan tak bisa di pungkiri kalau publik menilai PKS ikut Setgab, orientasinya memang menginginkan jatah jabatan di kabinet.

Tak hanya itu Setgab juga memicu terjadinya praktek kongkalikong lintas partai, sebab dari awal pemerintahan terbentuk tidak lagi berdasarkan  profesionalitas, tapi sudah mengacu kepada proporsionalitas semata. PKS adalah salah satu partai politik yang ikut sebagai peserta Setgab dan dapat jatah dua Menteri di Kabinet Pemerintahan SBY Jilid II. Mendapat hadiah dua  jabatan  Menteri, seakan membuat PKS lupa diri dengan ideoginya. Ikut terlibat dalam kabinet menjadi cikal bakal dan membuka peluang bagi elit PKS, terlibat praktek korupsi, dan akhirnya memang terbukti dengan terkuaknya praktek korupsi Kasus Suap Impor Daging Sapi, yang melibatkan Presiden PKS Luthi Hasan Ishak, dan juga mengindikasikan adanya keterlibatan Kementerian Pertanian yang Menterinya dijabat oleh Suwono yang juga kader PKS

Sebenarnya kalau para petinggi atau elit-elit PKS mau jujur, sejak awal mereka sudah menyadari kalau keikutsertaan PKS sebagai part ai koalisi yang tergabung di Setgab, memiliki konsekwensi politik terhadap citra PKS. Tak bisa ditampik kalau PKS mengalami friksi  (penggeseran) prinsip, dari sebelumnya dikenal sebagai partai islam yang berpihak kepada kepentingan ummat, menjadi partai islam yang mendukung kepentingan penguasa.  Akhirnya yang terlabel pada PKS adalah sebagai partai pendukung pemerintah, karena telah ikut menjadi bagian dari pemerintahan SBY Jilid II.

PKS juga sebenarnya menyadari, kalau keikutsertaannya sebagai partai koalisi yang tergabung di Setgab, juga sangat membahayakan integritas partai dan elit partainya. Intinya keberadaan PKS dalam setgab menempatkan PKS berada dalam zona yang rentan ikut terlibat kongkalikong politik, dan elit  elit PKS pun berada di zone rentan untuk terpengaruh ikut ambil bagian atau ikut terlibat dalam permainan korup.

Dalam perjalan koalisi pun PKS terlihat gamang menjalankan perannya. Meski dicap sebagai partai pendukung pemerintah, namun jiwa dan raga PKS seakan sudah terbagi dua. Disatu sisi ingin mempertahankan citra dan komitmennya sebagai partai yang mengutamakan kepentingan ummat, sementara disisi  lain dituntut berposisi untuk mendukung kebijakan pemerintah akibat kungkungan kesepakan sebagai anggota Setgab.  Kondisi itu membuat PKS kerap dinilai, sebagai partai yang tak konsekswen oleh partai lain yang ikut dalam Setgab.  Bahkan PKS dicap sebagai pengkhianat di koalisi, karena PKS acapkali tidak mendukung kebijakan pemerintah, salah satu contoh ketika PKS menolak opsi kenaikan harga BBM yang diusulkan pemerintah.

Kondisi itu juga membuat PKS akhirnya dinilai publik tidak punya prinsip dalam menentukan sikap. Ketika dihujat sebagai pengkhianat oleh partai koalisi lainnya terutama oleh Partai Demokrat sebagai pencetus koalisi, karena menolak kenaikan harga BBM, PKS justru tidak menunjukkan resisten (perlawanan) atau sikap gentlemen untuk keluar dari Setgab, (padahal itulah yang seharusnya dilakukan PKS untuk mengembalikan jatidirinya sebagai partai yang konsen membela kepentingan ummat). Kondisi diam ditengah tudingan sebagai pengkhianat, justru menimbulkan kesan memang PKS tak ingin meninggalkan Setgab, karena tak ingin jabatan dua  menteri di  Kabinet Indonesia Bersaru Jilid II terlepas dari tangan kader PKS. Bahkan,ketika adanya desakan dari berbagai pihak agar PKS mundur dari setgab juga tak direspon oleh elit PKS. Justru  PKS hanya menunjukkan rona wajah pasrah menunggu sikap dari SBY selaku komandan Setgab, sembari berdoa tak dikeluarkan dari Setgab (Dan memang akhirnya SBY tidak mengambil tindakan mengeluarkan PKS dari Setgab).

Kasus Suap Impor Daging Sapi, memang tak  bisa dipungkiri salah satu penyebab akibat PKS mengambil posisi di Setgab. PKS terjerembab oleh kasus tersebut dan kasus itu tak hanya menghancurkan dan menamatkan karir politik Lufthi Hasan Ishak, tapi juga membuat terpuruknya citra PKS ketika  tengah menguatkan langkah dan barisan menghadapi Pemilu 2014. Elit dan kader PKS pun tampaknya menyadari kalau kasus korupsi tersebut, sangat mempengaruhi elektabitisnya, dan mengancam turunnya simpati dan dukungan terhadap PKS. Statemen pun bermunculan dari kalangan elit PKS, mengcounter tudingan miring terhadap PKS. Bahkan, terkesan kalap sehingga  elit PKS pun menyikapi  kasus  tersebut, dengan mencari kambing hitam.

Muh. Anis Matta selaku Presiden PKS yang dipilih menggantikan Lutfthi Hasan Ishak pun, membuat analisa politik dengan menuding, kalau terkuaknya Kasus Suap Sapi Impor merupakan konspirasi, untuk menjatuhkan PKS dalam Pemilu 2014. Sebagai politisi handal, dia menyadari bahwa musibah yang melanda PKS, memang sebuah konsekwensi dari keikutsertaan PKS di Setgab. 

Kalau pun dia melontarkan tudingan adanya konspirasi dibalik terkuaknya Kasus Suap Sapi Impor, itu hanya sebagai trik politik untuk melakukan revans atas  telaknya pukulan yang diterima  PKS terkait terkuaknya kasus itu. Tudingan itu  tampaknya memang disengajanya dilontarkan, disamping untuk menumpahkan kekesalan atas kecurigaan adanya konspirasi yang tak bisa dibuktikannya, juga bertujuan menggiring agar publik  menilai tudingan  itu arahnya ke Setgab atau pun parpol penguasa yang menjadi komandan Setgab. Selain itu juga bertujuan membuat publik terkesan bahwa PKS berada pada posisi terzholimi atau korban  rekayasa politik, akibat sikap PKS sebelumnya pernah tidak mendukung sejumlah kebijakan sejumlah pemerintah yang dianggap PKS tak berpihak kepentingan rakyat.

Selanjutnya, muncul pula wacana dari kader sejumlah PKS, yang mengusulkan agar PKS menarik diri dari Setgab, pasca terkuaknya Kasus Suap Impor Daging Sapi. Munculnya wacana seperti itu tentu sangat beralasan, karena kader-kader PKS yang mewacanakan itu, menilai  musibah yang dialami PKS adalah karena PKS masuk Setgab.  Tudingan Anis Matta dan wacana kader PKS tersebut, pada dasarkan telah mengindikasikan kalau Internal PKS sendiri menyadari, bahwa PKS terjerembab oleh  Kasus Suap Sapi Impor, karena sudah salah langkah, akibat masuk kelingkaran koalisi yang bernama Setgab Koalisi.

Kembali ke Slogan “Bang Napi”. Ternyata besar sekali nilai dan manfaat slogan Bang Napi tersebut untuk mengingatkan siapa pun, termasuk untuk PKS, agar selalu waspada menghindari terjadinya tindak pidana, termasuk menghindari terjadinya tindak pidana korupsi. Sebenarnya slogan Bang napi itu. sudah membumi dijagat nasional, itu merupakan slogan yang punya tujuan penyadaran dini.  Elit dan kader PKS sebenarnya sebelimnya juga tahu adanya slogan Bang Napi itu, dan kalau dari awal mau mendengar slogan Bang Napi, bisa saja PKS tak salah langkah, dan PKS tak akan masuk kelingkaran lembaga koalisi, yang didalamya tak bisa dijamin tak ada setan yang ikut berkoalisi.

Namun, mungkin karena yang mengumandangkannya slogan itu bukan sosok Ustad yang berlobe dan berjubah putih, tapi  sosok bergelar “Bang Napi” yang disimbolkan sebagai sosok seorang “Narapidana” berwajah seram, bermata satu (sebelah wajahnya ditutup topeng), banyak tato terukir dibadannya,  serta berada dibalik jeruji  penjara,  mungkin membuat elit dan kader PKS alergi dan tak tertarik dengan sosok Bang Napi, sehingga tak tertarik pula dengan slogan peringatan dini yang dikumandangkan Bang Napi. (***)

Klik dan Baca Artkel ini di :








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA