Sabtu, 16 Februari 2013

Ibas, Politisi Bau Kencur Yang Dielus Gantikan Anas




Ibas, Politisi Bau Kencur Yang Dielus Gantikan Anas

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Penyelamatan partai demokrat dari keterpurukan elektabilitas yang diawali dengan pengkebirian otoristas Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Partai Demokrat disertai pengambilalihan kekuasaan oleh Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, lalu dilanjutkan dengan penandatanganan Fakta Integritas dan  penyelenggaraan Rapimnas, serta diwarnai pengunduran diri Edhi Baskoro alias Ibas dari Anggota DPR RI, adalah rentetan rangkaian perkembangan politik yang terjadi di tubuh partai demokrat.

Pengunduran diri Seketraris Jenderal Partai Demokrat itu dari anggota DPR RI dengan alasan untuk fokus mengurus partai, merupakan perkembangan menarik, dan memicu ragam pendapat dan analisa. Ada kesan pengunduran itu sebagai bentuk pengeliminasian atas terkuaknya prilaku buruk Ibas yang tak muncul di sidang paripurna DPR RI, tapi tertangkap kamera mengisi absen sebelum paripurna berlangsung. Namun salah satu isu yang juga mengaktual seputar pengunduran diri Ibas, adalah rencana politik untuk menjadikan Ibas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan Anas Urbaningrum. Kendati banyak interpretasi  yang muncul terkait pengunduran diri Ibas, tapi setidaknya alasan pengunduran diri Ibas  itu, menjadi pemicu munculnya pendapat kalau memang Ibas memang dielus untuk diusung dan  dijadikan orang nomor satu di partai demokrat.

Isu rencana pengusungan Ibas menggantikan Anas, tentunya masih hanya sebatas isu yang belum tentu menjadi sebuah kebenaran. Tapi hal lebih menarik yang perlu dibahas dan menjadi tanda tanya besar,  Apakah sosok Ibas sudah pantas jadi Ketua Umum Demokrat ?

Kalau berbicara soal kepantasan, setidaknya harus dilihat dulu dua aspek  yang menjadi modal dasar seseorang dianggap mampu berpolitik yaitu latar belakang pendidikan dan pengalaman berpolitik diantara pengalaman berpartai dan berorganisasi Kalau dilihat dari pendidikan, memang latar belakang pendidikan Ibas tak perlu diragukan. Putra sulung SBY kelahiran Bandung 24 November 1980 itu,  meraih gelar Bachelor of Finance and E-Commerce tahun 2005 dari Curtin University, Perth, Australia. Ibas kemudian melanjutkan studinya di Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, dimana ia meraih gelar masternya pada tahun 2007 dengan spesialisasi Ekonomi Politik Internasional. 

Namun dalam berpolitik, tak semata hanya faktor pendidikan yang tinggi dan tamatan luar negeri. Pendidikan memang merupakan modal dalam hal keilmuan untuk mendukung kualitas dalam perjalanan karir politik seeorang, serta sebagai salah satu syarat bagi seorang politisi untuk bisa menjadi seorang pejabat politis. Prinsipnya seseorang dinilai sebagai politisi adalah karena kepiawaian dan pengalamannya dalam berpolitik. Banyak contoh bahwa  tak sedikit orang yang hanya dengan modal pendidikan pas-pasan, namun piawai sebagai politisi karena pengalamannya dalam berpolitik. Dan perlu diingat bahwa berpolitik tak hanya sebatas berada di lingkaran partai politik tapi juga didukung pengalaman pernah berkecimpung di dunia organisasi. 

Dan Ibas hanya masih sebatas punya pendidikan tinggi dan tamatan luar negeri, tapi tak punya modal pengalaman politik yang didukung pengalaman dijenjang partai politik dan pengalaman berorganisasi. Sebelumnya tak pernah terdeteksi kalau sosk Ibas punya pengalaman berpartai dan berorganisasi. Dalam hal pengalaman berpartai, dia juga tak punya jenjang karir di partai demokrat. Ibas masuk ke partai demokrat langsung jadi Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, dan itu atas usungan para politisi penjilat yang ada di partai demokrat dan karena Ibas anak kandung SBY selaku pendiri yang secara impisit pemilik asli partai demokrat. 

Tak adanya pengalaman Ibas dalam berpolitik, memang tak terbantahkan secara fakta. Selama menjadi politisi dan legislator di senayan, Ibas tak menunjukkan bahwa dirinya  seorang politisi. Selama menjabat sebagai anggota DPR RI, Ibas juga tak  mengimflementasikan dirinya sebagai seorang wakil rakyat, dan tak sekalipun dari moncong seorang Ibas keluar kalimat dan pernyataan yang mengindikasikan kalau dia adalah penyampai aspirasi rakyat. 

Siapa pun tahu kalau di partai demokrat Ibas adalah politisi karbitan yang di plot langsung jadi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, karena dia putra pendiri dan putra ketua dewan pembina partai demokrat serta putra presiden. Sebelum duduk jadi petinggi partai demokrat, tak ada yang meragukan kalau pengalaman Ibas dalam berpolitik dan berorganisasi memang sama sekali masih dangkal, karena sebelumnya Ibas tak pernah berkecimpung dan tak berpengalaman di kancah perpolitikan dan keorganisasian. 

Memang harus diakui kalau keterpilihan Ibas sebagai anggota DPR RI pada pemilu 2009 dari Daerah Pemilihan VII Jawa Timur, mewakili 5 daerah: Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi, dengan perolehan suara tertinggi se Indonesia yakni 327.097 suara. Namun harus diakui juga, kalau Ibas terpilih karena dia mencalon dari kampung dan tanah kelahiran orang tuanya, dan dia dipilih oleh konstituen bukan karena memandang dia sosok seorang Ibas, tapi sosok anak seorang presiden.

Kalau dibandingkan dengan sosok Anas Urbaningrum yang baru dilucuti kewenangannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat oleh SBY, tentunya Ibas tak ada apa-apanya dan tak pantas dibandingkan dengan Anas. Anas yang punya modal pendidikan dan sarat pengalaman berpolitik tak diragukan lagi eksistensinya sebagai politisi yang handal, dan dia berpolitik tak didukung oleh nama besar orangtuanya, karena orang tuanya bukan orang terkenal. 

Sebelum masuk lingkaran partai demokrat, kiprah Anas di dunia organisasi juga sangat spektakuler. Masih di usia muda, organisasi besar yaitu PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sudah di nahkodainya, dan pernah berkecimpung di lembaga negara yang mengatur partai politik dan mengurusi pemilihan umum yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bahkan, sejarah telah mencatat, bahwa keberadaan Anas di partai demokrat itu adalah karena pinangan SBY, karena saat itu SBY melihat kemampuan Anas sebagai seorang politisi muda yang handal. Dan harus diingat pula, seorang SBY saja terlihat sangat hati-hati ketika melucuti kewenangan Anas selaku Ketua Umum Partai Demokrat, dan itu juga karena memandang kepiawaian dan kehandalan seorang Anas dalam berpolitik.. 

Jadi kalau melihat sosok Ibas, lalu dibandingkan dengan sosok Anas, baik dari segi pengalaman dan kepiawaian berpolitik, maka jelas terlihat perbedaan yang sangat mencolok, dan Ibas layaknya seorang politisi yang masih bau kencur, dan masuk ke politik dimuluskan oleh nama besar orang tuanya. Maka jika dipandang dari sudut apapun, sungguh tak pantas kalau sosok Ibas yang masih kategori politisi bau kencur dan anak bawang di dunia politik, menggantikan Anas yang merupakan sosok politisi kawakan yang sarat pengalaman. Dan yang sangat ironis dan juga dinilai sangat tak pantas, bila kelak segerombolan politisi senior, handal dan sarat pengalaman yang berada di partai demokrat, dipimpin dan diperintah seorang politisi bau kencur bernama Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Itu pun kalau kelak memang benar Ibas diplot menggantikan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, sebagaimana pendapat dan isu yang berkembang. (***)



Klik dan Baca Artkel ini di :
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA