Rabu, 06 Februari 2013

KPK, Lembaga Super Body yang Masih Belum “Super”

 

KPK, Lembaga Super Body yang Masih Belum “Super”

 

Oleh : M Alinapiah Simbolon





Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegakan hukum yang lahir belakangan, dan kelahirannya merupakan buah reformasi, harus diakui jauh lebih baik kinerjanya dibanding lembaga Kepolisian dan Kejaksaan. Mungkin karena fokusnya lembaga negara spesialis penanganan kasus korupsi (Special State Agency), sehingga KPK jauh lebih bergreget dari pada dua lembaga yang lebih senior tersebut. Disamping itu KPK berdasarkan akte pendiriannya yaitu Undang-Undang No 30 tahun 2002, merupakan lembaga negara yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, tidak seperti kepolisian dan kejaksaan yang merupakan lembaga dibawa kooptasi presiden.


Sebenarnya bukan hanya itu saja kelebihan dari Korps KPK dibandingkan dengan Korps Bhayangkara dan Korps Adiyaksa. Perbedaan yang paling prinsip yaitu KPK punya predikat istimewa yaitu sebagai lembaga Superbody. Dikatakan superbody, sebab selain merupakan lembaga independen, KPK secara khusus dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan korupsi.

KPK diberikan kewenangan istimewa oleh No 30 tahun 2002. KPK memiliki tiga kewenangan sekaligus yaitu, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Di satu sisi KPK terposisi diatas kepolisan dan kejaksaan, karena memiliki kewenangan untuk melakukan supervisi (pengawasan) terhadap penanganan kasus korupsi oleh kepolisian dan atau kejaksaan. Dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan atau kejaksaan. Dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan KPK juga tak mengenal istilah SP3 (Surat Perintah Penghentikan Penyidikan).

Sejumlah wewenang lainnya yang menunjukkan sifat superbody KPK adalah terkait masalah penyadapan dan pencekalan. KPK mempunyai wewenang untuk menyadap dan merekam pembicaraan, serta berwenang untuk memberikan perintah kepada instansi terkait untuk melarang seseorang untuk berpergian keluar negeri. Tak hanya itu banyak lagi kewenangan superbody yang dimiliki KPK, seperti memerintahkan instansi perbankan untuk memblokir rekening seseorang, serta penangkapan pejabat tanpa harus ada izin presiden.

Terkait sifat superbody KPK, Undang-undang memang mengakui KPK sebagai “superbody”, lembaga yang cenderung superior dan dengan kewenangan serta independensi lebih dibanding polisi atau kejaksaan. Bahkan presiden pun tidak bisa dan tak berani mengintervensi KPK, kecuali kalau presiden mau disebut melanggar dan mengangkangi undang-undang.

KPK sebagai lembaga spesialis “tukang garuk” para koruptor, untuk saat ini memang menjadi salah satu lembaga pengharapan publik. Masyarakat sudah muak dengan kinerja kepolisian dan kejaksaan yang puluhan tahun lebih banyak bersandiwaranya daripada serius dalam penanganan kasus korupsi. Kehadiran KPK diembeli dengan status superbody nya, memotivasi kembalinya gairah masyarakat melihat pemberantasan korupsi sesuai dengan penegakan hukum yang ideal dan berlaku adil. Respek masyarakat terhadap keseriusan pemberantasan korupsi dibarengi dengan bukti nyata oleh KPK. Dan KPK telah memberikan totonan segar buat masyarakat sehubungan telah banyak pejabat tinggi di pusat dan darah yang digaruk dan dijebloskan ke balik jeruji besi oleh KPK.

Beberapa kali KPK coba dilemahkan oleh kekuatan lain, masyarakat dan kalangan yang ingin KPK tetap eksis, tetap memberi support kepada KPK, dan mengecam upaya pelemahan lembaga yang telah jadi “momok sangar” bagi para pencoleng uang Negara. Dan pelemahan terhadap KPK pun akhirnya kandas ditengah jalan.

Tapi harus diakui juga, bahwa tak semuanya masyarakat yang terkesima dengan pergerakan KPK dalam penanganan kasus korupsi. Disatu sisi ada kepuasan atas kinerja KPK, namun disisi lain juga muncul penilaian kritis akibat rasa tak puas terhadap KPK dalam hal penanganan kasus sejumlah kasus korupsi. Tak sedikit kalangan menganggap KPK masih belum greget dan terkesan pandang bulu ketika penanganan kasus korupsi melibatkan kalangan tertentu.

Wajar kalau banyak kalangan menilai seperti itu. Sah-sah saja ketika elit-elit Partai Keadilan Sejahtera menilai dan merasa KPK masih diskriminatif dalam penanganan kasus korupsi. Saat Presiden PKS Lufthi Harun Ishaaq terlibat Kasus Suap Impor Daging Sapi, bergitu cepat penanganannya. Sementara dalam penanganan kasus Korupsi Hambalang, meskipun banyak pengakuan yang mengarah adanya keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, namun sampai sekarang yang namanya Anas Urbaningrum sama sekali belum tersentuh oleh KPK. Begitu juga dalam penanganan Kasus Bank Century, KPK juga dinilai tak bertaring menguak keterlibatan Mantan Bos Bank Indonesia Budiono (saat ini Wakil Presiden).

Tentunya kondisi ini, seakan mengusik predikat Superbody yang disematkan oleh UU No 30 tahun 2002 kepada KPK. Bahkan KPK ternilai seperti kehilangan superioritasnya sebagai lembaga spesialis lembaga penegakan hukum pemberantas korupsi di republik ini. Apa dan kenapa KPK dianggap tak bertaring dalam kasus tertentu dan menyangkut keterlibatan kalangan tertentu ?

Tentu KPK atau elit KPK lah yang tahu jawabannya. Setidaknya petinggi sekaligus para pendekar hukum yang menghuni KPK punya alasan yang kuat dan masuk akal kalaupun KPK dinilai seperti itu. Seandainya alasannya adalah alasan hukum, misalnya persoalan teknis dalam penanganan kasus atau persoalan kekurangan bukti dan lain sebagainya yang masih dalam konteks hukum, mungkin masih bisa mendapat pemakluman oleh masyarakat yang masih punya kepercayaan kepada KPK. Tapi kalau alasan hukum itu hanya dijadikan alasan, ataupun alasan yang diluar alasan hukum, tentunya KPK dapat di pastikan masih belum Super. Dan dengan demikian KPK juga sudah mempermainkan hukum dan berlakon didunia panggung sandiwara, dan tak ada bedanya dengan lembaga kepolisian dan kejaksaan. (***)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA