Sumut
Juga Pernah Punya Gubernur Seperti Jokowi,
Namanya EWP Tambunan
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Berbanggalah warga DKI
Jakarta, karena memiliki seorang Gubernur yang bernama Joko Widodo (Jokowi). Sosok
yang dikenal jujur, bersih dan tulus serta benar-benar peduli dan dekat dengan
rakyat. Kinerjanya sebagai pemimpin pemerintahan DKI Jakarta nyata membawa
banyak perubahan signifikan. Wajar jika banyak warga propinsi lain menginginkan
pemimpin layaknya seperti sosok Jokowi. Bahkan banyak rakyat di seantero negeri
ini menginginkan agar Jokowi tidak hanya jadi milik rakyat DKI Jakarta, tapi kalau bisa juga menjadi
milik bersama. Sampai-sampai keinginan
itu berubah menjadi gelombang dukungan agar Jokowi jadi pemimpin rakyat seluruh
propinsi alias jadi pemimpin nomor satu di nusantara. Wacana ke arah itu pun muncul, mengalir dan menggema.
Dukungan agar Jokowi jadi presiden
semakin menguat, sejalan dengan menguatnya citra dan elektabilitas Jokowi yang terus
berada di posisi tertinggi dan jauh diatas elektabilitas figur-figur calon
presiden yang sudah lebih dahulu tersohor namanya di pentas politik nasional.
Sebenarnya kebanggaan
warga DKI Jakarta yang punya Gubernur yang dekat dengan warganya, juga pernah
dirasakan oleh warga Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1978 sampai tahun 1983.
Gubernur Sumut dimaksud adalah Edwar Waldemar Pahala Tambunan atau lebih
dikenal dengan nama EWP Tambunan.
Tak begitu banyak
refrensi yang di dapat penulis melalui pemberitaan media terkait sosok kepemimpinan
Gubernur EWP Tambunan. Saat melakukan penelusuran melalui mesin informasi
bernama Mr Google, juga tak banyak situs atau website yang menginformasikan terkait
EWP Tambunan. Penulis pun menganggap wajar, karena EWP Tambunan memimpin Sumut
pada zaman tak enak, dimana belum ada media online, serta media media cetak dan televisi belum
sebanyak sekarang ini.
Penulis sendiri pun tak
bisa merasakan dan menilai bagaimana kepemimpinan EWP. Saat EWP mulai menjabat
Gubernur dari tahun 1978 penulis masih kelas 2 SD, dan berakhirnya jabatan EWP
tahun 1982, penulis masih duduk dibangku kelas 1 SMP. Paling hanya sebatas pernah
ingat, kalau penulis di masa itu sering menonton siaran berita di TVRI Stasiun Medan yang memberitakan
kegiatan Gubernur Sumut ke 11 tersebut, dan itupun tertonton karena saat itu
hanya TVRI saja satu-satunya siaran televisi di Indonesia, dan siaran berita
Sumatera Utara adalah siaran relay dari TVRI Stasiun Medan..
Memang ada sejumlah
situs yang mengangkat tentang sosok EWP, namun hanya sekilas alias tak
mendalam, karena tentang EWP ditulis belakangan setelah ada website. Meskipun sekilas, situs yang melansir seputar
sosok Gubernur EWP Tambunan, intinya semuanya menginformasikan terkait sosok
EWP sebagai gubernur yang merakyat, jujur dan bersih serta bebas KKN dan hobbi
melakukan kunjungan ke daerah dan pelosok-pelosok desa.
Menguatkan informasi hasil
telusuran dari Mr Google, penulis pun berupaya menemui dan menggali informasi
dari sejumlah sumber yang mengetahui model kepemimpinan EWP dan bisa menilai
dan merasakan bagaimana kepemimpinan EWP saat menjabat sebagai gubernur
Sumatera Utara. Karena Penulis berdomisili di Kota Pematangsiantar, kota nomor
dua terbesar setelah Medan, penulis menemui sejumlah orang yang pernah tahu dan
pernah merasakan serta bisa menilai kepemimpinan Gubernur EWP. Penulis juga
menemui salah seorang wartawan senior, karena menurut penulis wartawan senior itu
pasti pernah meliput kunjungan EWP Ke Pematangsiantar.
Dari akumulasi
informasi yang didapat penulis, baik informasi via situs maupun via sumber, faktanya
membenarkan kalau sosok dan gaya kepemimpinannya EWP persis seperti sosok dan
gaya kepemimpinan Jokowi saat ini. Sama-sama sosok yang bersih, jujur, disiplin
dan merakyat,serta sama-sama rajin turun ke lapangan.
EWP yang dijuluki Si Peci Merah karena kerap memakai peci
merah khas Melayu, adalah orang yang disiplin dan tepat waktu. Mantan Komandan
Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad) itu, selalu berjalan kaki dari
kediamannya ke kantor gubernur yang berjarak hampir 1 kilometer. Dia kebanyakan bekerja di lapangan dan sering
berkunjung ke daerah-daerah. Uniknya sosok yang berpangkat Mayor Jenderal TNI aktif
saat menjabat gubernur Sumut, kerap berkunjung secara mendadak dengan
berpenampilan layaknya masyarakat biasa. Kepala Daerah dan pejabat di daerah
banyak yang terkejut dan kelabakan saat EWP berkunjung ke daerah karena kedatangannya
tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Di saat kunjungan resmi pun EWP selalu
membuat pejabat acapkali terkecoh.
Informasinya, pernah
saat peresmian Perumahan Wartawan di Jalan Sidorukun Medan, EWP sudah lebih
dahulu dan berada ditempat undangan, tanpa sepengetahuan penerima tamu dan
panitia. Kebetulan saat dia datang tak ada yang mengenalnya. Dia yang saat itu berbaur
dengan undangan lainnya, melihat seorang hansip mundar-mandir. Dia lalu menanya
si hansip, kenapa mundar mandir ? Si hansip menjawab Pak Gubernur belum datang.
Lalu EWP bertanya lagi, Pak Gubernur yang mana ? Si Hansip menjawab Pak
Tambunan. Spontan EWP bertanya lagi, Saya ini siapa rupanya ? Hansip terharu
dan merasa malu, lalu melaporkan ke panitia bahwa yang duduk paling depan
rupanya Pak Gubernur dan sudah lama berada di tempat acara. Kemudian panitia
merasa malu dan minta maaf.
Pristiwa serupa juga
pernah terjadi saat acara wisuda di Universitas HKBP Nomensen Pematangsiantar.
Seperti diceritakan salah seorang wartawan senior yang bertugas di Siantar
kepada penulis, saat meliput acara wisuda tersebut. Dia melihat panitia sempat
khawatir karena sang Gubernur tak kunjung datang, sementara tari-tarian untuk
acara penyabutan sudah standby untuk menyambut kedatangan sang Gubernur yang
memang dijadwalkan hadir di acara wisuda tersebut.
Lama ditunggu tak
kunjung datang, panitia pun bingung, Saat di hubungi ke Medan, informasi yang
didapat tak diketahui keberadaan EWP, dan informasinya ajudan EWP pun baru
keluar hanya membawa mobil dinas EWP. Ditengah kekhawatiran panitia, terjadi
kehebohan dari dalam aula tempat acara wisuda, karena tiba-tiba ada yang
mengetahui ternyata EWP telah berada dalam aula dan duduk bersama keluarga
wisudawan. Didapat informasi ternyata EWP datang dari Medan ke Pematangsiantar
menaiki bus angkutan umum..
Si Wartawan senior itu
juga menceritakan kepada penulis, bahwa pernah juga EWP melakukan kunjungan ke
Pematangiantar. Saat itu Walikota Pematangsiantar di jabat MJT Sihotang.
Setelah berkeliling meninjau berapa tempat, Walikota dan jajarannya mengundang
sang Gubernur makan siang di rumah dinasnya, karena memang sudah dipersiapkan.
EWP pun menyetujui dan mengatakan akan menyusul datang ke rumah dinas walikota
tersebut. Dan ternyata EWP tak datang makan siang ke rumah dinas walikota. EWP
bersama supir dan ajudannya makan nasil pecal di salah satu warung nasi pecal di
Jalan Diponegoro Pematangsiantar.
Wartawan senior yang
menceritakan ini bersama dua rekannya yang juga wartawan, ketepatan berada di
depan salah satu kantor biro sebuah surat kabar yang lokasinya di seberang
warung nasi pecal tersebut. Mereka tak menyangka yang makan di warung itu ternyata
adalah gubernur. Awalnya mereka memang melihat ada mobil dinas Gubernur parkir
di depan warung itu, dan saat itu mereka berpikir yang berada di warung itu
hanyalah supir mobil dinas Gubernur. Si wartawan senior bersama dua rekannya,
terkejut dan baru sadar ternyata EWP yang berada di warung itu bersama supir
dan ajudannya, itupun setelah sang Gubernur yang langsung memanggil mereka dan
mengajak makan. Disitulah mereka tahu kalau Gubernur tak datang ke rumah dinas
walikota untuk makan siang.
Menurut wartawan
tersebut, ada hal yang membuat dia dan rekannya begitu simpati melihat sosok EWP
selama berada di warung tersebut. Usai makan EWP melihat dua anak SD pulang
sekolah berjalan melintas di depan warung. Lalu kedua bocah laki-laki dan
perempuan dipanggilnya, dan kemudian diajaknya makan. ternyata kedua bocah itu adalah
abang beradik kandung.
Setelah makan bocah itu
ditanya di mana sekolahnya dan di mana rumahnya. Setelah mendapat jawaban dari
si anak dan mengetahui jarak sekolah dan rumahnya sangat jauh, dia pun lalu
bertanya lagi, apa pekerjaan orang tua mereka dan kenapa mereka tak dijemput
orang tuanya. Lalu si bocah laki-laki menjawab kalau ayahnya tak bisa mengantar
dan menjemput mereka, karena kerja sebagai pencari botot keliling. Spontan EWP
terharu dan mengeluarkan dua lembar uang
Rp 10.000,- dari dompetnya (mata uang yang paling besar saat itu) dan
masing-masing diberikannya kepada kedua anak itu. Saat memberikan uang, EWP berkata kepada kedua anak itu. “Ini Opung
kasi uang sama kalian, dan bilang sama orangtua kalian uang ini dari opung
Gubernur”.
Lalu EWP menyuruh supir
dan ajudan mengantarkan kedua anak tersebut dengan mobil dinas kerumah mereka.
Sebelum pulang kedua anak itu menyalam dan mencium tangan EWP. Kepada kedua
anak itu, EWP menyampaikan titip salam kepada orang tuanya. “Sampaikan sama
orang tua kalian, kirim salam dari opung Gubernur. Ingat, kalian harus rajin sekolah
biar bisa jadi gubernur seperti opung!” itulah ucapan EWP saat melepas kedua
anak itu pulang ke rumahnya.
Dijelaskan oleh
wartawan senior tersebut ada lagi momen menarik saat EWP makan di warung
tersebut, setelah kedua bocah diantar pulang, pemilik warung nasi pecal bernama
Mbak Cuplik, saat itu langsung minta foto bersama EWP. EWP menyuruh rekan
wartawan memoto dia bersama Mbak Cuplik. Setelah berfoto EWP menyarankan kepada
Mbak Cuplik agar nanti fotonya dipajangkan di warung itu. Supaya warungnya jadi
dikenal dan banyak orang yang datang makan.
Tak lama setelah urusan
foto, tiba-tiba sejumlah pejabat Siantar datang ke warung tersebut. Mereka
datang karena disuruh walikota MJT Sihotang untuk mencari dimana keberadaan
Gubernur. Saat salah seorang pejabat hendak membayar seluruh biaya makan,
langsung di cegah EWP, sambil membuka dompetnya dan membayarnya kepada pemilik
warung. Kemudian sebelum pulang EWP kembali membuka dompetnya dan mengeluarkan
sejumlah uang dan memberikannya kepada si wartawan senior dan kedua rekannya. “Ini uang untuk beli
rokok kalian, Tapi jangan karena kukasi
uang ini berita kalian jadi tak mengkritik. Aku harap berita kalian harus
mengkritik, supaya aku bisa membaca dan mengetahui sebenarnya kondisi
pemerintahan di daerah ini” ucap EWP saat itu.
Bagi penulis ucapan EWP
kepada kedua anak tersebut sebagaimana di ceritakan wartawan senior tersebut,
bukanlah sebuah ucapan kesombongan, tapi ucapan yang bermakna supaya kedua anak
itu merasa bangga, meskipun orang tuanya seorang pencari botot, dan sekaligus
membuat kedua bocah itu termotivasi agar rajin belajar dan punya obsesi menjadi
orang hebat. Sulit dibayang bagaimana bangganya orang tua kedua anak itu, setelah
mengetahui kedua anaknya berjumpa dengan gubernur. Tak terbayangkan pula
bagaimana bangganya kedua anak tersebut karena pernah bertemu dengan gubernur,
lalu diajak makan, dikasi uang, mencium tangan gubernur dan diantar pulang
dengan mobil gubernur.
Begitu juga ucapannya
saat menyarankan untuk memajang fotonya sama Mbak Cuplik adalah sebuah ungkapan
spontan supaya Mbak Cuplik lebih semangat berusaha dan memajukan usahanya. Lalu
uang rokok yang diberikannya kepada wartawan tersebut, juga sebagai wujud
kedekatannya dengan insan pers dan bukan ingin mengebiri insan pers, buktinya
walaupun memberikan uang, dia justru meminta wartawan tetap membuat berita yang
kritis.
Sosok EWP Tambunan
dinilai sebagai Gubernur yang bebas dan bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme
(KKN) tak bisa dibantah. Bahkan dalam hal ini bisa dikatakan melebihi Jokowi.
Dialah satu-satunya Gubernur yang pernah ada di republik ini yang setiap tahun
selama menjabat, mengembalikan sisa anggaran rumah tangganya ke kas negara,
padahal anggaran itu merupakan anggaran untuk siap pakai dan habis pakai dan
tak jadi masalah kalau dihabiskan. EWP
tak pernah pernah berniat mempergunakan sisa biaya taktisnya dengan cara
fiktif. Sebanyak digunakannya, itulah yang dilaporkan, dan sisanya di
kembalikan ke kas negara. Ini adalah fakta dan tak terbantahkan.
Tekadnya membangun
pemerintahan yang baik (good governement) dan aparatur pemerintahan yang bersih
(good governance), diterapkannya melalui pengawasan dan pendisiplinan serta
ketegasan. Dia kerap melakukan sidak (inspeksi mendadak), untuk memantau
pekerjaan aparatur-aparatur yang ada dibawahnya. Tak jarang para pejabat
bawahannya kalang kabut dan kelabakan dibuat EWP, karena kedatangannya yang
tanpa diduga-duga. Tak dipungkiri tak sedikit kalangan pejabat yang gerah
dengan kepemimpinan EWP. Tak hanya kalangan pejabat, kerabat dari kalangan
semarga dengan EWP juga banyak yang tak senang, karena tak sekalipun EWP
memberikan fasilitas dan kemudahan ketika kerabat dan kelangan semarganya ingin
berurusan dengan pemerintahan. Bahkan tak satupun keluarga dan kerabat EWP yang
diberikan jabatan selama kepemimpinannya.
Banyak prestasi dan
kemajuan dibawah kepemimpinan EWP. Selain pemimpin yang berhasil membangun
semangat toleransi dan kerukunan ummat beragama
Dia lebih mengutamakan pembangunan sumber daya manusia yang berkarakter
dan berbudaya, ketimbang pembangunan fisik yang bersifat mercusuar. EWP sangat
berpihak kepada ekonomi kerakyatan. Dia yang menggagas Pola Perkebunan Inti
Rakyat (PIR), dengan mengharuskan perkebunan besar memberikan lahannya seluas
dua hektar untuk dikelola oleh rakyat di sekitar perkebunan, soalnya bagi EWP
perkebunan besar hanya bisa dikembangkan sebagai perkebunan inti dari plasma
(rakyat yang masing-masing mengelolah dua hektar) tanah perkebunan. Pola PIR
yang digagas oleh EWP merupakan pola pemberdayaan masyarakat yang paling baik.
Dia tidak ingin rakyat hanya menjadi kuli di perkebunan, melainkan harus
menjadi pemilik sebagai plasma yang dibina oleh perusahaan perkebunan inti.
Soal merakyat, tak
perlu diragukan, EWP yang terkenal rajin berkunjung ke pelosok daerah di Sumut
itu, selalu menolak jika disambut dengan acara penyambutan seperti menyambut
raja. Dia sering berhenti di persawahan, menyapa petani dan mendorong agar
bekerja lebih giat. EWP terkenal sebagai sosok yang membaur, dan dianggap
sebagai pemimpin milik semua golongan. Ia tak pilih kasih dengan suku dan
agama. Pernah saat berpidato dalam
pembukaan MTQ, khalayak tertegan, karena EWP sebagai umat kristiani, fasih
melafazkan sepenggal ayat suci Al Quran, dan saat itu dia melontarkan seruan
bahwa betapa tingginya kesucian kitab suci Al Quran.
Gubernur kelahiran Balige tahun 1927 tersebut, adalah tokoh
inspiratif bagi semua golongan dan suku.
Dialah yang menggagas dan
mensosialisasikan Salam Sumatera Utara seperti “Horas” , Majua-Jua”,
“Penjua-Jua” dan “Ahoi”. Dia juga yang
menjadi pelopor diselenggarakannya sejumlah pesta budaya di Sumatera Utara
diantaranya, Pesta Danau Toba, Jahowu di Nias, Tapian nauli di Sibolga, Horas
di Taput, Mejuah-Juah dan Pesta Buah di Tanah Karo, Pesta Melayu secara
bergiliran di Langkat, Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu, serta Pesta
Nelayan di Tanjung Tiram Asahan (sekarang Batu Bara).
Ada kekecewaan EWP
ketika keinginannya melanjutkan pengabdiannya untuk kedua kali tak terwujud.
Dia tak lagi diberikan kesempatan menjabat dua priode karena kejujurannya.
Maklum karena selama menjabat, para pejabat dari pusat yang berkunjung ke
Sumatera Utara tak pernah dilayaninya dengan berbagai fasilitas dan pemberian
sebagaimana lazim dilakukan saat itu.
Sulit untuk membedakan
sosok EWP Tambunan dan Jokowi, dua figur pemimpin yang nyaris sama. Bedanya
mereka hidup dan memimpin di era berbeda. Kalau Jokowi berada di era
keterbukaan dan akses informasi yang sudah canggih, sehingga yang diperbuat
Jokowi dapat diketahui dan dinilai publik. Sementara EWP saat memimpin masih
berada di era yang iklim demokrasinya masih dicekam oleh monopoli kekuasan yang
tersentralistik, Dan saat itu akses informasi pun masih manual, sehingga apa
yang diperbuat EWP dan infromasi tentang EWP sangat minim dan tak tercover.
Sosok EWP memang
tinggal kenangan. EWP Tambunan telah tiada dan telah menghadap sang pencipta pada
tanggal 17 januari tahun 2006 di Jakarta. Militer dengan status perwira tinggi
dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal purnawiraan ini. pergi dalam kondisi kehidupan yang sangat
sederhana dan tanpa meninggalkan gelimangan harta. Tak salah kalau dikatakan
duplikat figur EWP, sekarang ada di Jakarta dan memimpin di propinsi yang
menjadi Ibukota negara. Warga Sumut pantas berbangga, bahwa tak hanya orang
Jakarta saja yang punya pemimpin seperti Jokowi. Orang Sumatera Utara lebih
dahulu merasakan pernah dipimpin oleh sosok yang gaya, sikap dan sifat serta
kepemimpinannya persis seperti Jokowi.
Tak salah kalau penulis
katakan bahwa warga Jakarta juga harus berbangga punya Gubernur Jokowi yang gaya,
sikap dan sifat serta kepemimpinannya persis seperti EWP Tambunan. Yang pasti
warga Sumater Utara, ikut bangga karena Jakarta punya Jokowi. Setidaknya figur Jokowi
mengingatkan kepada sosok EWP Tambunan, yang pernah jadi pemimpin Sumatera
Utara. Semoga saja Jokowi juga pernah mendengar ataupun membaca tentang Si Peci
Merah, EWP Tambunan.
Refrensi
Tulisan :
Klik dan baca juga tulisan ini di sini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar