Selasa, 07 Januari 2014

Sumut Juga Pernah Punya Gubernur Seperti Jokowi, Namanya EWP Tambunan


Sumut Juga Pernah Punya Gubernur Seperti Jokowi, 
Namanya EWP Tambunan

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Berbanggalah warga DKI Jakarta, karena memiliki seorang Gubernur yang bernama Joko Widodo (Jokowi). Sosok yang dikenal jujur, bersih dan tulus serta benar-benar peduli dan dekat dengan rakyat. Kinerjanya sebagai pemimpin pemerintahan DKI Jakarta nyata membawa banyak perubahan signifikan. Wajar jika banyak warga propinsi lain menginginkan pemimpin layaknya seperti sosok Jokowi. Bahkan banyak rakyat di seantero negeri ini menginginkan agar Jokowi tidak hanya jadi milik rakyat  DKI Jakarta, tapi kalau bisa juga menjadi milik bersama.  Sampai-sampai keinginan itu berubah menjadi gelombang dukungan agar Jokowi jadi pemimpin rakyat seluruh propinsi alias jadi pemimpin nomor satu di nusantara.  Wacana ke arah itu pun muncul, mengalir dan menggema.  Dukungan agar Jokowi jadi presiden semakin menguat, sejalan dengan menguatnya citra dan elektabilitas Jokowi yang terus berada di posisi tertinggi dan jauh diatas elektabilitas figur-figur calon presiden yang sudah lebih dahulu tersohor namanya di pentas politik nasional.

Sebenarnya kebanggaan warga DKI Jakarta yang punya Gubernur yang dekat dengan warganya, juga pernah dirasakan oleh warga Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1978 sampai tahun 1983. Gubernur Sumut dimaksud adalah Edwar Waldemar Pahala Tambunan atau lebih dikenal dengan nama EWP Tambunan.

Tak begitu banyak refrensi yang di dapat penulis melalui  pemberitaan media terkait sosok kepemimpinan Gubernur EWP Tambunan. Saat melakukan penelusuran melalui mesin informasi bernama Mr Google, juga tak banyak situs atau website yang menginformasikan terkait EWP Tambunan. Penulis pun menganggap wajar, karena EWP Tambunan memimpin Sumut pada zaman tak enak, dimana belum ada media online,  serta media media cetak dan televisi belum sebanyak sekarang ini.

Penulis sendiri pun tak bisa merasakan dan menilai bagaimana kepemimpinan EWP. Saat EWP mulai menjabat Gubernur dari tahun 1978 penulis masih kelas 2 SD, dan berakhirnya jabatan EWP tahun 1982, penulis masih duduk dibangku kelas 1 SMP. Paling hanya sebatas pernah ingat, kalau penulis di masa itu sering menonton siaran  berita di TVRI Stasiun Medan yang memberitakan kegiatan Gubernur Sumut ke 11 tersebut, dan itupun tertonton karena saat itu hanya TVRI saja satu-satunya siaran televisi di Indonesia, dan siaran berita Sumatera Utara adalah siaran relay dari TVRI Stasiun Medan..

Memang ada sejumlah situs yang mengangkat tentang sosok EWP, namun hanya sekilas alias tak mendalam, karena tentang EWP ditulis belakangan setelah ada website.  Meskipun sekilas, situs yang melansir seputar sosok Gubernur EWP Tambunan, intinya semuanya menginformasikan terkait sosok EWP sebagai gubernur yang merakyat, jujur dan bersih serta bebas KKN dan hobbi melakukan kunjungan ke daerah dan pelosok-pelosok desa.

Menguatkan informasi hasil telusuran dari Mr Google, penulis pun berupaya menemui dan menggali informasi dari sejumlah sumber yang mengetahui model kepemimpinan EWP dan bisa menilai dan merasakan bagaimana kepemimpinan EWP saat menjabat sebagai gubernur Sumatera Utara. Karena Penulis berdomisili di Kota Pematangsiantar, kota nomor dua terbesar setelah Medan, penulis menemui sejumlah orang yang pernah tahu dan pernah merasakan serta bisa menilai kepemimpinan Gubernur EWP. Penulis juga menemui salah seorang wartawan senior, karena menurut penulis wartawan senior itu pasti pernah meliput kunjungan EWP Ke Pematangsiantar.

Dari akumulasi informasi yang didapat penulis, baik informasi via situs maupun via sumber, faktanya membenarkan kalau sosok dan gaya kepemimpinannya EWP persis seperti sosok dan gaya kepemimpinan Jokowi saat ini. Sama-sama sosok yang bersih, jujur, disiplin dan merakyat,serta sama-sama rajin turun ke lapangan.

EWP yang dijuluki Si Peci Merah karena kerap memakai peci merah khas Melayu, adalah orang yang disiplin dan tepat waktu. Mantan Komandan Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad) itu, selalu berjalan kaki dari kediamannya ke kantor gubernur yang berjarak hampir 1 kilometer.  Dia kebanyakan bekerja di lapangan dan sering berkunjung ke daerah-daerah. Uniknya sosok yang berpangkat Mayor Jenderal TNI aktif saat menjabat gubernur Sumut, kerap berkunjung secara mendadak dengan berpenampilan layaknya masyarakat biasa. Kepala Daerah dan pejabat di daerah banyak yang terkejut dan kelabakan saat EWP berkunjung ke daerah karena kedatangannya tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Di saat kunjungan resmi pun EWP selalu membuat pejabat acapkali terkecoh.

Informasinya, pernah saat peresmian Perumahan Wartawan di Jalan Sidorukun Medan, EWP sudah lebih dahulu dan berada ditempat undangan, tanpa sepengetahuan penerima tamu dan panitia. Kebetulan saat dia datang tak ada yang mengenalnya. Dia yang saat itu berbaur dengan undangan lainnya, melihat seorang hansip mundar-mandir. Dia lalu menanya si hansip, kenapa mundar mandir ? Si hansip menjawab Pak Gubernur belum datang. Lalu EWP bertanya lagi, Pak Gubernur yang mana ? Si Hansip menjawab Pak Tambunan. Spontan EWP bertanya lagi, Saya ini siapa rupanya ? Hansip terharu dan merasa malu, lalu melaporkan ke panitia bahwa yang duduk paling depan rupanya Pak Gubernur dan sudah lama berada di tempat acara. Kemudian panitia merasa malu dan minta maaf.

Pristiwa serupa juga pernah terjadi saat acara wisuda di Universitas HKBP Nomensen Pematangsiantar. Seperti diceritakan salah seorang wartawan senior yang bertugas di Siantar kepada penulis, saat meliput acara wisuda tersebut. Dia melihat panitia sempat khawatir karena sang Gubernur tak kunjung datang, sementara tari-tarian untuk acara penyabutan sudah standby untuk menyambut kedatangan sang Gubernur yang memang dijadwalkan hadir di acara wisuda tersebut.

Lama ditunggu tak kunjung datang, panitia pun bingung, Saat di hubungi ke Medan, informasi yang didapat tak diketahui keberadaan EWP, dan informasinya ajudan EWP pun baru keluar hanya membawa mobil dinas EWP. Ditengah kekhawatiran panitia, terjadi kehebohan dari dalam aula tempat acara wisuda, karena tiba-tiba ada yang mengetahui ternyata EWP telah berada dalam aula dan duduk bersama keluarga wisudawan. Didapat informasi ternyata EWP datang dari Medan ke Pematangsiantar menaiki bus angkutan umum..

Si Wartawan senior itu juga menceritakan kepada penulis, bahwa pernah juga EWP melakukan kunjungan ke Pematangiantar. Saat itu Walikota Pematangsiantar di jabat MJT Sihotang. Setelah berkeliling meninjau berapa tempat, Walikota dan jajarannya mengundang sang Gubernur makan siang di rumah dinasnya, karena memang sudah dipersiapkan. EWP pun menyetujui dan mengatakan akan menyusul datang ke rumah dinas walikota tersebut. Dan ternyata EWP tak datang makan siang ke rumah dinas walikota. EWP bersama supir dan ajudannya makan nasil pecal di salah satu warung nasi pecal di Jalan Diponegoro Pematangsiantar.

Wartawan senior yang menceritakan ini bersama dua rekannya yang juga wartawan, ketepatan berada di depan salah satu kantor biro sebuah surat kabar yang lokasinya di seberang warung nasi pecal tersebut. Mereka tak menyangka yang makan di warung itu ternyata adalah gubernur. Awalnya mereka memang melihat ada mobil dinas Gubernur parkir di depan warung itu, dan saat itu mereka berpikir yang berada di warung itu hanyalah supir mobil dinas Gubernur. Si wartawan senior bersama dua rekannya, terkejut dan baru sadar ternyata EWP yang berada di warung itu bersama supir dan ajudannya, itupun setelah sang Gubernur yang langsung memanggil mereka dan mengajak makan. Disitulah mereka tahu kalau Gubernur tak datang ke rumah dinas walikota untuk makan siang.

Menurut wartawan tersebut, ada hal yang membuat dia dan rekannya begitu simpati melihat sosok EWP selama berada di warung tersebut. Usai makan EWP melihat dua anak SD pulang sekolah berjalan melintas di depan warung. Lalu kedua bocah laki-laki dan perempuan dipanggilnya, dan kemudian diajaknya makan. ternyata kedua bocah itu adalah abang beradik kandung.

Setelah makan bocah itu ditanya di mana sekolahnya dan di mana rumahnya. Setelah mendapat jawaban dari si anak dan mengetahui jarak sekolah dan rumahnya sangat jauh, dia pun lalu bertanya lagi, apa pekerjaan orang tua mereka dan kenapa mereka tak dijemput orang tuanya. Lalu si bocah laki-laki menjawab kalau ayahnya tak bisa mengantar dan menjemput mereka, karena kerja sebagai pencari botot keliling. Spontan EWP terharu dan mengeluarkan dua lembar uang  Rp 10.000,- dari dompetnya (mata uang yang paling besar saat itu) dan masing-masing diberikannya kepada kedua anak itu. Saat memberikan uang,  EWP berkata kepada kedua anak itu. “Ini Opung kasi uang sama kalian, dan bilang sama orangtua kalian uang ini dari opung Gubernur”.

Lalu EWP menyuruh supir dan ajudan mengantarkan kedua anak tersebut dengan mobil dinas kerumah mereka. Sebelum pulang kedua anak itu menyalam dan mencium tangan EWP. Kepada kedua anak itu, EWP menyampaikan titip salam kepada orang tuanya. “Sampaikan sama orang tua kalian, kirim salam dari opung Gubernur. Ingat, kalian harus rajin sekolah biar bisa jadi gubernur seperti opung!” itulah ucapan EWP saat melepas kedua anak itu pulang ke rumahnya.

Dijelaskan oleh wartawan senior tersebut ada lagi momen menarik saat EWP makan di warung tersebut, setelah kedua bocah diantar pulang, pemilik warung nasi pecal bernama Mbak Cuplik, saat itu langsung minta foto bersama EWP. EWP menyuruh rekan wartawan memoto dia bersama Mbak Cuplik. Setelah berfoto EWP menyarankan kepada Mbak Cuplik agar nanti fotonya dipajangkan di warung itu. Supaya warungnya jadi dikenal dan banyak orang yang datang makan.

Tak lama setelah urusan foto, tiba-tiba sejumlah pejabat Siantar datang ke warung tersebut. Mereka datang karena disuruh walikota MJT Sihotang untuk mencari dimana keberadaan Gubernur. Saat salah seorang pejabat hendak membayar seluruh biaya makan, langsung di cegah EWP, sambil membuka dompetnya dan membayarnya kepada pemilik warung. Kemudian sebelum pulang EWP kembali membuka dompetnya dan mengeluarkan sejumlah uang dan memberikannya kepada si wartawan senior  dan kedua rekannya. “Ini uang untuk beli rokok kalian,  Tapi jangan karena kukasi uang ini berita kalian jadi tak mengkritik. Aku harap berita kalian harus mengkritik, supaya aku bisa membaca dan mengetahui sebenarnya kondisi pemerintahan di daerah ini” ucap EWP saat itu.

Bagi penulis ucapan EWP kepada kedua anak tersebut sebagaimana di ceritakan wartawan senior tersebut, bukanlah sebuah ucapan kesombongan, tapi ucapan yang bermakna supaya kedua anak itu merasa bangga, meskipun orang tuanya seorang pencari botot, dan sekaligus membuat kedua bocah itu termotivasi agar rajin belajar dan punya obsesi menjadi orang hebat. Sulit dibayang bagaimana bangganya orang tua kedua anak itu, setelah mengetahui kedua anaknya berjumpa dengan gubernur. Tak terbayangkan pula bagaimana bangganya kedua anak tersebut karena pernah bertemu dengan gubernur, lalu diajak makan, dikasi uang, mencium tangan gubernur dan diantar pulang dengan mobil gubernur.

Begitu juga ucapannya saat menyarankan untuk memajang fotonya sama Mbak Cuplik adalah sebuah ungkapan spontan supaya Mbak Cuplik lebih semangat berusaha dan memajukan usahanya. Lalu uang rokok yang diberikannya kepada wartawan tersebut, juga sebagai wujud kedekatannya dengan insan pers dan bukan ingin mengebiri insan pers, buktinya walaupun memberikan uang, dia justru meminta wartawan tetap membuat berita yang kritis.

Sosok EWP Tambunan dinilai sebagai Gubernur yang bebas dan bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) tak bisa dibantah. Bahkan dalam hal ini bisa dikatakan melebihi Jokowi. Dialah satu-satunya Gubernur yang pernah ada di republik ini yang setiap tahun selama menjabat, mengembalikan sisa anggaran rumah tangganya ke kas negara, padahal anggaran itu merupakan anggaran untuk siap pakai dan habis pakai dan tak jadi masalah kalau dihabiskan.  EWP tak pernah pernah berniat mempergunakan sisa biaya taktisnya dengan cara fiktif. Sebanyak digunakannya, itulah yang dilaporkan, dan sisanya di kembalikan ke kas negara. Ini adalah fakta dan tak terbantahkan.

Tekadnya membangun pemerintahan yang baik (good governement) dan aparatur pemerintahan yang bersih (good governance), diterapkannya melalui pengawasan dan pendisiplinan serta ketegasan. Dia kerap melakukan sidak (inspeksi mendadak), untuk memantau pekerjaan aparatur-aparatur yang ada dibawahnya. Tak jarang para pejabat bawahannya kalang kabut dan kelabakan dibuat EWP, karena kedatangannya yang tanpa diduga-duga. Tak dipungkiri tak sedikit kalangan pejabat yang gerah dengan kepemimpinan EWP. Tak hanya kalangan pejabat, kerabat dari kalangan semarga dengan EWP juga banyak yang tak senang, karena tak sekalipun EWP memberikan fasilitas dan kemudahan ketika kerabat dan kelangan semarganya ingin berurusan dengan pemerintahan. Bahkan tak satupun keluarga dan kerabat EWP yang diberikan jabatan selama kepemimpinannya.

Banyak prestasi dan kemajuan dibawah kepemimpinan EWP. Selain pemimpin yang berhasil membangun semangat toleransi dan kerukunan ummat beragama  Dia lebih mengutamakan pembangunan sumber daya manusia yang berkarakter dan berbudaya, ketimbang pembangunan fisik yang bersifat mercusuar. EWP sangat berpihak kepada ekonomi kerakyatan. Dia yang menggagas Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR), dengan mengharuskan perkebunan besar memberikan lahannya seluas dua hektar untuk dikelola oleh rakyat di sekitar perkebunan, soalnya bagi EWP perkebunan besar hanya bisa dikembangkan sebagai perkebunan inti dari plasma (rakyat yang masing-masing mengelolah dua hektar) tanah perkebunan. Pola PIR yang digagas oleh EWP merupakan pola pemberdayaan masyarakat yang paling baik. Dia tidak ingin rakyat hanya menjadi kuli di perkebunan, melainkan harus menjadi pemilik sebagai plasma yang dibina oleh perusahaan perkebunan inti.

Soal merakyat, tak perlu diragukan, EWP yang terkenal rajin berkunjung ke pelosok daerah di Sumut itu, selalu menolak jika disambut dengan acara penyambutan seperti menyambut raja. Dia sering berhenti di persawahan, menyapa petani dan mendorong agar bekerja lebih giat. EWP terkenal sebagai sosok yang membaur, dan dianggap sebagai pemimpin milik semua golongan. Ia tak pilih kasih dengan suku dan agama. Pernah saat  berpidato dalam pembukaan MTQ, khalayak tertegan, karena EWP sebagai umat kristiani, fasih melafazkan sepenggal ayat suci Al Quran, dan saat itu dia melontarkan seruan bahwa betapa tingginya kesucian kitab suci Al Quran. 

Gubernur kelahiran  Balige tahun 1927 tersebut, adalah tokoh inspiratif  bagi semua golongan dan suku. Dialah yang menggagas  dan mensosialisasikan Salam Sumatera Utara seperti “Horas” , Majua-Jua”, “Penjua-Jua” dan  “Ahoi”. Dia juga yang menjadi pelopor diselenggarakannya sejumlah pesta budaya di Sumatera Utara diantaranya, Pesta Danau Toba, Jahowu di Nias, Tapian nauli di Sibolga, Horas di Taput, Mejuah-Juah dan Pesta Buah di Tanah Karo, Pesta Melayu secara bergiliran di Langkat, Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu, serta Pesta Nelayan di Tanjung Tiram Asahan (sekarang Batu Bara).

Ada kekecewaan EWP ketika keinginannya melanjutkan pengabdiannya untuk kedua kali tak terwujud. Dia tak lagi diberikan kesempatan menjabat dua priode karena kejujurannya. Maklum karena selama menjabat, para pejabat dari pusat yang berkunjung ke Sumatera Utara tak pernah dilayaninya dengan berbagai fasilitas dan pemberian sebagaimana lazim dilakukan saat itu. 

Sulit untuk membedakan sosok EWP Tambunan dan Jokowi, dua figur pemimpin yang nyaris sama. Bedanya mereka hidup dan memimpin di era berbeda. Kalau Jokowi berada di era keterbukaan dan akses informasi yang sudah canggih, sehingga yang diperbuat Jokowi dapat diketahui dan dinilai publik. Sementara EWP saat memimpin masih berada di era yang iklim demokrasinya masih dicekam oleh monopoli kekuasan yang tersentralistik, Dan saat itu akses informasi pun masih manual, sehingga apa yang diperbuat EWP dan infromasi tentang EWP sangat minim dan tak tercover.

Sosok EWP memang tinggal kenangan. EWP Tambunan telah tiada dan telah menghadap sang pencipta pada tanggal 17 januari tahun 2006 di Jakarta. Militer dengan status perwira tinggi dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal purnawiraan ini.  pergi dalam kondisi kehidupan yang sangat sederhana dan tanpa meninggalkan gelimangan harta. Tak salah kalau dikatakan duplikat figur EWP, sekarang ada di Jakarta dan memimpin di propinsi yang menjadi Ibukota negara. Warga Sumut pantas berbangga, bahwa tak hanya orang Jakarta saja yang punya pemimpin seperti Jokowi. Orang Sumatera Utara lebih dahulu merasakan pernah dipimpin oleh sosok yang gaya, sikap dan sifat serta kepemimpinannya persis seperti Jokowi.

Tak salah kalau penulis katakan bahwa warga Jakarta juga harus berbangga punya Gubernur Jokowi yang gaya, sikap dan sifat serta kepemimpinannya persis seperti EWP Tambunan. Yang pasti warga Sumater Utara, ikut bangga karena Jakarta punya Jokowi. Setidaknya figur Jokowi mengingatkan kepada sosok EWP Tambunan, yang pernah jadi pemimpin Sumatera Utara. Semoga saja Jokowi juga pernah mendengar ataupun membaca tentang Si Peci Merah, EWP Tambunan.

Refrensi Tulisan :



Klik dan baca juga tulisan ini di sini :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA