Minggu, 05 Januari 2014

Konvensi Capres Yang Tak Mendapat Tepuk Tangan


Konvensi Capres Yang Tak Mendapat Tepuk Tangan

Oleh : M Alinapiah Simbolon


Sejak bulan Agustus 2013 lalu, panggung politik Partai Demokrat diisi salah satu acara seleksi politik mencari calon presiden, Acara tersebut bernama Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Ada 11figur yang ikut jadi peserta konvensi, dan ke 11 peserta  tersebut telah melakukan sejumlah kegiatan yang telah diagendakan komite konvensi.

Hampir 5 bulan berjalan, tampaknya greget dan kemeriahan konvensi belum kelihatan. Hiruk pikuk konvensi pun nyaris tak terdengar. Ke 11 peserta konvensi telah berupaya mensosialisasikan diri sebagai bakal capres ke publik, namun secara secara umum belum menambah nilai plus untuk mengangkat citra ke 11 peserta konvensi agar menjadi kandidat capres yang diminati dan diperhitungkan, serta tak mampu mengangkat citra dan elektabilitas Partai Demokrat. Kehadiran ke 11 peserta konvensi ke tengah masyarakat juga terlihat tak mendapat aplaus dan atensi besar.

Estimasi banyak kalangan dari sejak awal, yang menilai konvensi capres Partai Demokrat bakal tak mampu menaikkan elektabilitas Partai Demokrat, nampaknya sedikit terbukti, jika melihat realita perjalanan konvensi sampai saat ini. Gelaran konvensi yang menjual 11 figur bakal capres Partai Demokrat sepertinya tak punya nilai jual alias tak laku. Kenapa tak laku ? tentunya banyak faktor penyebab. Yang paling utama adalah disebabkan kondisi partai demokrat yang telah dicap negatif oleh publik, terutama sejak terkuaknya sejumlah kasus mega korupsi yang melibatkan para elit dan politisi Partai Demokrat.

Salah satu anggota komite konvensi capres Partai Demokrat, Effendi Ghazali, berulang kali menyampaikan rasa pesimistisnya terikait kegitan konvensi yang tak memiliki daya jual. Belakangan anggota konvensi yang direkrut dari luar Partai Demokrat tersebut, memprediksi pelaksanaan konvensi tetap tidak akan meriah di tahun 2014. Pasalnya menurut Pakar Komunikasi Universitas Indonesia itu, hidup dan matinya konvensi ini sangat tergantung  pada prilaku para elite Partai Demokrat.  Selain banyaknya elit partai yang terlibat kasus korupsi, pernyataan kontrovesi yang acapkali keluar dari mulut para elit Partai Demokrat sangat mempengaruhi elektabilitas partai, yang juga mempengaruhi pelaksanaan konvensi sehingga tak mendapat respon publik.

Sejak publik hilang simpati dengan partai besutan SBY tersebut, apapun yang diperbuat untuk meningkatkan elektabilitas Partai Demokrat, termasuk menggelar konvensi capres, tampaknya tak membuahkan hasil. Justru elektabilitas Partai Demokrat semakin  menurun disaat masih berjalannya konvensi.

Ali Masykur Musa, Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Jalal, Endriatono Sutarto, Gita Wiryawan, Hayono Isman, Irman Gusman, Marzuke Alie, Pramono Edhi Wibowo dan Sinyo Haris Sarundajang, yang menjadi 11 kandidat capres Partai Demokrat, juga tak mampu menarik perhatian publik, sehingga tak berimbas meningkatkan elektabilitas partai penguasa tersebut.
Sosialisasi sejumlah kandidat capres tersebut secara umum tak mendapat respon positif dari masyarakat, dan sehingga untuk sementara tak bisa diharapkan mendukung peningkatan elektabilitas Partai Demokrat. Jangankan untuk meningkatkan elektabilitas, justru konvensi itu sendiri tak mampu bergaung sebagai sebuah helatan politik akbar yang digelar oleh salah partai politik besar. Dan manuver konvensi juga tak mampu membuat para pesertanya tercitra sebagai kandidat capres.

Partai Demokrat dan SBY termasuk elit partai tersebut, seharusnya jangan berharap banyak dari konvesi Partai Demokrat, begitu juga sebaliknya konvensi Partai Demokrat juga jangan terlampau berharap banyak bisa melahirkan capres yang mampu bersaing di Pilpres mendatang,  Harus dimaklumi kondisi Partai Demokrat yang dilanda gelombang kasus korupsi yang melibatkan banyak elit partai itu, ditambah lagi kegeraman publik melihat tingkah dan pernyataan kontroversi yang keluar dari mulut sejumlah politisinya, sangat tak mendukung membuat konvensi jadi atensi rakyat, apalagi membuat Partai Demokrat kembali terangkat citranya. 

Terbukti sampai saat ini gaung konvensi tak ada gemanya. Bahkaan tak terdengar suara hiruk pikuk soal kandidat capres yang ikut konvensi. Harapan kalangan Partai Demokrat, bahwa kelak capres Partai Demokrat dari hasil konvensi akan mampu bersaing di bursa Pilpres mendatang, tampaknya jauh dari harapan. Ke 11 kandidat tak bisa disalahkan sepenuhnya dengan alasan tak maksimal mensosialisasikan diri kemasyarakat. Kalaupun benar mereka tak maksimal juga tak bisa disalahkan, karena dari awal publik sudah apriori dan apatis terhadap kenderaan kenderaan politik yang mereka naiki. Pada kenyataannya mereka sulit mempeneltrasi rakyat agar memberikan atensi kepada mereka, sebab sebagian besar rakyat memang sudah berpandangan negatif dan tak simpati dengan Partai yang mengusung kegiatan konvensi, sehingga berimbas, rakyat  juga menilai negatif dan tak simpati dengan figur ke 11 peserta, karena diusung oleh Partai Demokrat.

Panggung politik yang digelar oleh Partai Demokrat bernama Konvensi Capres Partai Demokrat, memang masih belum usai pelaksanaannya. Hanya beberapa adegan politik yang menjadi tahapan pertunjukan konvensi baru diperankan oleh 11 figur peserta konvensi. Dan masih ada lagi sejumlah adegan kegiatan konvensi yang akan diperankan dalam waktu dekat ini. Namum melihat beberapa adegan yang telah diperankan, yang tak ada kemeriahannya serta ditambah dengan antipati publik dengan pihak yang menggelar pertunjukan politik tersebut, sehingga belum mendapat tepuk tangan publik alias tak mendapat respon, maka tak salah kalau diprediksi bahwa adegan selanjutnya sampai usai pertunjukan panggung politik yang digelar Partai Demokrat tersebut, tetap tak kan menjadi pagelaran politik yang meriah, sebab diperkirakan tak akan menjadi tontonan publik, Setiap pertunjukan yang tak ada penonton, pasti takkan ada tepuk tangan, atau kalaupun minim penonton, tentu bakal tetap tak ada tepuk tangan yang meriah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA