Jumat, 25 Januari 2013

Antara Capres dan Gila Capres




Antara Capres dan Gila Capres

Oleh : M Alinapiah Simbolon

Pemilihan Presiden masih dua tahun lagi, tapi figure yang berambisi mencalonkan diri jadi Capres sudah bermunculan. Mungkin masih prematur untuk memprediksi siapa yang menang jadi Presiden, karena persoalan siapa yang jadi Capres belum dapat dipastikan orangnya. Abu Rizal Bakri (ARB) yang telah didaulat dan deklarasikan secara remi jadi Capres oleh Partai Golkar, pun belum terlalu mulus jalannya untuk bertarung pada pilpres mendatang, sebab riak di internal partainya masih berlangsung sejalannya adanya wacana dari Akbar Tanjung atas nama Dewan Pertimbangan Partai Golkar untuk mengevaluasi kembali pencapresan ARB jika elektabilitasnya tak juga terangkat.

Partai-partai lainnya memang belum mengusung secara resmi, namun sejumlah figure dari masing-masing parta sudah “mengudara”. Partai Gerindra misalnya, sudah memberikan lampu hijau, bahkan sudah memastikan untuk mengusung Prabowo Subianto, namun belum mendeklarasikan secara resmi, meskipun ada wacana untuk mendeklarasikannya pada tahun ini. Partai Amanat Nasional juga sudah mengelus Ketua Umumnya Hatta Rajasa, tapi masih terkesan sebatas wacana dan belum percaya diri.

Megawati yang sudah berpengalaman dua kali kalah dalam pertarungan pilpres sebelumnya, sampai saat ini juga masih menjadi figur sakral yang dimiliki Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang sampai saat ini terwacana bakal tetap didagangkan oleh PDIP pada pilpres mendatang. Partai Demokrat, tampaknya kehabisan figur yang punya elektabilitas untuk diendus kepermukaan pasca jatuhnya pamor partai besutan SBY itu akibat banyak petinggi partai tersebut terlibat maupun terindikasi korupsi.. Sehingga partai pemenang pemilu 2009 tersebut menyadari bakal turunnya popularitas partai, sehingga belum berani meng “online” kan figurnya untuk digadang sebagai capres.

Partai lainnya seperti Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Hanura juga masih sebatas wacana mengusung figur pilihannya alternatifnya. Partai Nasdem yang menjadi parpol baru, memang belum mengisukan capresnya, namun perpecahan internal yang terjadi dalam partai tersebut, yang bermuara eksodusnya elit-elit partai Nasdem (Harry Tanusudibyo dkk), sedikit banyak mengindikasikan adanya upaya pemulusan penggiringan terhadap figur tertentu untuk pilpres 2015.

Belum adanya figur resmi capres (selain Golkar) karena masih ada yang ditunggu yaitu  pertarungan politik di tahun 2014, sebab hasil Pemilu Legislatif 2014, adalah parameter dan barometer untuk finalisasi pengusungan capres dari masing-masing partai peserta pemilu pada Pilpres 2015.

Capres dan Gila Capres

Mewartakan dan membicarakan figure Capres untuk Pilpres 2015, dan itu sudah mengaktual dan  menjadi menu dan topik ulasan di hampir semua media termasuk media sosial. Terlepas nanti resmi jadi capres atau tidak, sejumlah nama yang muncul diantaranya Abu Rizal Bakri, Jusuf Kalla, Megawati Sukarnoputri, Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, Mahfud MD, Dahlan Iskan, Djoko Suyanto, Hamengkubuwono X dan sejumlah figur lainnya termasuk sosok Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, sudah menggelinding bahkan sudah menjadi objek poling di sejumlah lembaga survey. Bahkan ada nama yang masih terkesan malu-malu kucing di promosikan, salah satu diantaranya isteri Presiden SBY yaitu Ani Yudhoyono.

Sejumlah nama diatas terendus ke publik karena figur-figur tersebut memang secara proses politik telah terarah dan diarahakan untuk figur capres dan telah terendus ke ranah publik. Kendati ada diantara figur tersebut bukan dari kalangan partisan (non partisan), tapi proses figurisasinya telah ter instal di kancah perpolitikan nasional.

Diluar figur-figur muncul pula segelintir figur dadakan, yang kehadirannya ingin meramaikan bursa capres. Rhoma Irama dan Farhat Abbas adalah figue-figur yang dimaksud, dan kehadirannya meramaikan capres tampaknya  hanya dengan modal tampang dan cap selebritis.  Malah realita bahwa kedua kemunculan kedua figur ini karena outo setting (mereka setting sendiri) sudah bisa terbaca oleh publik.

Terlepas Rhoma Irama juga pernah berkecimpung secara setengah-setengah di dunia politik dan berada di salah satu partai  parpol islam yaitu PPP dan pernah menjadi legislatif di masa orde baru, namun figur Rhoma Irama sangat kental  didunia panggung seni dan bukan panggung politik. Karir politik Rhoma Irama pun tenggelam oleh karir keartisannya. Bahkan pencalonannya sebagai capres banyak mengundang kecaman oleh latar belakangnya yang suka kawin siri. Tak dipungkiri kalau Rhoma Irama banyak memiliki fans karena lagu-lagunya, tapi bukan berarti sosok Rhoma Irama akan digemari ketika ingin berkecimpung di dunia politik.  Realitanya, memang banyak yang ngefans sama lagu Rhoma Irama tapi tidak mengidolakan sosok Rhoma Irama. Dan itu terbukti,  ramai publik yang mengecam bahkan mencaci makinya melalui media sosial terkait pencalonannya sebagai bakal capres.

Yang lebih ironis adalah kehadiran sosok yang mengaklaim sebagai capres muda yakni Farhat Abbas. kemunculannya untuk menjadi capres tanpa modal apapun yang bias diandalkan. Dari segi ketenaran, Farhan Abbas dikenal publik karena dia suami artis Nia Dania. Sebelum dia kawin dengan Nia Daniati siapapun tak kenal dengan orang yang bernama Farhat Abbas, meskipun dia anak pejabat tinggi di lembaga penegakan hukum (ayahnya Abbas Said sekarang merupakan anggota Komisi Yudisial).

Sebagai seorang figur pengacara, dia menjadi pengacara yang dikenal karena suami Nia Daniati dan bukan pengacara terkenal, seperti kebanyakan pengacara yang sudah punya nama. Okelah, bolehlah Farhat Abbas dikatagorikan dari kalangan selebritis, karena dia suami artis, namun kehadirannya jelas tak punya modal apapun selain modal tampang, karena secara karir politik juga tak pernah ada yang tahu kiprahnya, karena kemungkinan besat tak pernah ada kiprahnya di dunia politik.

Terlepas berhasil atau tidak ikut jadi capres (meskipun kemungkinan besar takkan berhasil), tapi kedua figur tersebut, telah mewarnai hiruk pikuk bakal capres di negeri ini. Berbeda dengan figure capres lainnya, sebagaimana telah dikemukan kemunculannya sebagai figure capres karena proses politik.  Untuk kedua figur ini yang membuat menarik adalah nilai konrtoversinya. Dari kemunculannya sudah menimbulkan cemooh karena terkesan auto setting. Rhoma Irama muncul jadi capres diawali oleh pengusungan dari segelintir orang melalui wadah fans nya sendiri yaitu Soneta Fans Club Indonesia (SFCI). Lalu muncul pula secara tiba-tiba organisasi ulama karbitan dengan nama Wadah Silahturahim  Asatid (Wasiat Ulama) yang juga menyatakan mendukung Rhoma Irama sebagai capres. Duh…. Ironisnya dalam perjalanannya cari dukungan justru nyata-nyata tak dapat dukungan alias ditolak oleh kalangan ulama kondang dari Nahdlatul Ulama, dari Dewan Syuro PKB.

Farhat Abbas juga muncul dan mengklaim sebagai capres dari poses trik outo setting yang dilakukan oleh Farhat Abbas sendiri dengan memanfaatkan media social. Parahnya Farhat Abbas memanfaat sosial media twitter dengan ocehan diskriminatifnya terhadap Wakil Gubernur DKI Jaya Basuki Tjahya Purnama alias Ahok. Ratusan bahkan mungkin ribuan twitt nya menagatasnamakan Capres Muda, bernada diskriminatif terhadap Ahok. Kecaman dan perlawan yang bertubi-tubi terhadap ocehan Farhat Abbas di Twitter, sedikit menguntung untuk membuat  ketenaran Farhat Abbas sebagai seorang yang mengklaim sebagai capres, bahkan ocehan di twiiter tersebut dirilis dan berkembang melalui pemberitaan dan penyiaran banyak media baik media cetak maupun elektronik.

Berbeda dengan capres dari partisan dan non partisan punya peluang secara politik karena punya track record mumpuni secara politik , tentunya peluang Rhoma dan Farhat Abbas untuk ikut bertarung sebagai Capres pada Pilpres 2015, sangat-sangatlah minim, dan bisa dikatakan tak punya peluang sama sekali. Meskipun ada partai politik islam yang mengapresiasi pencalonan Rhoma Irama dan tidak menolak saat Rhoma Irama minta dukungan, tapi partai tersebut tampaknya hanya sekedar beretorika karena tak mau secara  menolak frontal. Malah bisa juga ada kesan partai tersebut memanfaatkan popularitor sosok yang digelar Sang Raja Dangdut tersebut.

Kalau untuk mengusung Rhoma sebagai calon tampaknya jauh panggang dari api,  karena sebuah partai apalagi itu partai islam takkan bodoh dan tak mau mengambil resiko  mengusung seorang figur yang meskipun tersohor didunia artis, tapi tersohor pula kelemahannya sebagai sosok yang doyan kawin siri, apalagi isu kawin siri sudah menjadi trend negatif secara nasional pasca kasus Bupati Garut Aceng Fikri.

Masih lebih mendingan Rhoma Irama yang punya sedikit pengalaman politik dan terlihat berupaya terus cari dukungan. Kalau untuk pencalonan Farhat Abbas, sudah jelas dan sudah dipastikan tak punya gaung politik sama sekali. Jangankan partai politik, organisasi murahan pun tak akan melirik dan mendukung pencapresan Farhat Abbas, kecuali organisasi itu dibentuknya sendiri. Malah  ayahnya sendiri yang merupakan darah dagingnya, menganggap tak serius pencapresan anaknya tersebut, dan juga menganggap anaknya tak layak jadi Capres. Tak hanya itu sang ayahnya juga menganggap Farhat Abbas punya rasa percaya diri yang berlebihan.

Jelas kalau orang tuanya sendiri sudah menilai Farhat Abbas orang yang punya rasa percaya diri berlebihan, artinya bisa dipahami kalau sosok yang sudah dinilai berlebihan dalam tanda kutip bisa dikatakan mengarah pengertian diluar batas normal alias Abnormal. Terlalu dini untuk menilai Farhat Abbas sebagai sosok pribadi yang Abnormal alias disebut Gila, meskipun caranya terkadang dianggap gila. Namun, sebagai sosok yang mengklaim diri sebagai capres muda, namun tak dibarengi upaya dan modal untuk mengarah kepada capres sebenarnya, maka tak salah kalau menilai Farhan Abbas sebagai seorang yang Gila Capres.

Rhoma Irama yang juga selaku sosok yang mengklaim sebagai capres, memang tak segila Farhat Abbas yang juga mengklaim sebagai capres. Namun, kengototan Rhoma Irama, dengan tidak menyadari banyak sisi kelemahannya sebagai sosok yang punya background negatif, bukan tak mungkin  Rhoma Irama juga dinilai sebagai sosok yang Gila Capres. Mungkin jika Rhoma Irama dan Farhat Abbas tetap ngotot jadi capres, tapi pada kenyataannya kedua sosok tersebut kelak tak ikut bertarung pada Pilpres 2015 mendatang, bisa saja keduanya dinilai publik sebagai Capres Gila.

Karena kurun waktu menuju Pilpres 2015 masih dua tahun lagi, tentunya masih berpeluang munculnya lagi figur-figur  capres. Pertanyaannya, Diantara para capres yang akan muncul, akankah ada muncul lagi sosok-sosok yang Gila Capres ? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA