Rabu, 02 Maret 2011

Dibalik Cerita Terbakarnya Pasar Dwikora Parluasan... Korban “Sumpah” Paduka Walikota ( Artikel/Tulisan )


Dibalik Cerita Terbakarnya Pasar Dwikora Parluasan

Korban “Sumpah” Paduka Walikota

Oleh : M Alinapiah Simbolon SH

Terbakarnya Pasar Dwikora atau yang lebih dikenal dengan nama Pajak (Pasar,red) Parluasan, selain menyisakan kegetiran hati dan kerugian materil para pedagang, juga menyisakan beragam cerita yang pantas kita renungkan. Yang menarik untuk jadi renungan adalah seputar “Sumpah” yang pernah terlontar dari mulut Sang Walikota Siantar bernama Hulman Sitorus, tujuh belas hari sebelum pristiwa kebakaran, tepatnya saat merebaknya isu bakal terjadinya pembakaran terhadap pusat pasar terbesar kedua di kota Siantar itu.

Dihadapan ratusan pedagang yang sedang kalap dan kalut saat puncak isu pembakaran tersebut, Hulman Sitorus yang kapasitasnya sebagai Walikota dengan lantang dan tegas bersumpah dan berjanji mengatasnamakan Tuhan (dengan menyebut nama Tuhan sesuai dengan agamanya), bahwa tidak akan terjadi pembakaran atau kebakaran di pasar Dwikora.

Entah itu spontan dari hati nuraninya, ataupun hanya sekedar menyakinkan para pedagang, ataupun sengaja dilontakannya untuk pencitraan terhadap dirinya karena sebelumnya keredibilitasnya anjlok dimata masyarakat karena janji palsunya dan berbagai pernyataan konyolnya. Yang jelas, kondisi kekhawatiran dan kekalutan pedagang, drastis reda seketika itu juga.. Wajar saja para pedagang menganggap janji bernuansa sumpah yang keluar dari moncong seorang Hulman saat itu, bak titah seorang paduka yang harus dipercaya, karena posisinya saat mengucapkan sumpah itu. sebagai seorang pemimpin resmi dengan titel jabatan Walikota.

Rupanya, hanya sekitar tujuh belas hari saja terbukti efektifitas dari titah yang keluar dari mulut Hulman Sitorus Sang paduka Walikota Siantar tersebut. Titahnya akhirnya terbakar dimulutnya sendiri, seiring terbakarnya Pasar Dwikora pada sekitar jam 22.00 WIB tanggal 27 Februari 2010 lalu. Kepercayaan dan keyakinan para pedagang pun, spontan sirna dan musnah dibakar api dan dibawah asap kebakaran. Masih dalam situasi berlangsungnya pristiwa kebakaran, spontan pula mereka teringat dengan sumpah yang pernah terucap dari sang pemimpin mereka. dengan merespon berbalik 180 derajat. Jerit histeris dengan makian kata-kata kotor dan tudingan bahwa Hulman lah yang membakar Pasar Dwikora, membahana ditengah berlangsungnya pristiwa kebakaran dan ditengah hiruk pikuknya suasana kebakaran.

Yang menarik, sepanjang berlangsungnya pristiwa kebakaran, berbagai pejabat mulai dari Wakil Walikota, Pimpinan dan anggota DPRD Siantar, Pimpinan instasi TNI/Polri, serta sejumlah pejabat pemerintahan lainnya, terlihat hadir ditengah kerumunan puluhan ribu massa yang menyaksikan pristiwa malapetaka yang memilukan para pedagang Pasar Dwikora tersebut. Namun sosok yang sebelumnya pernah menggaransi dengan sumpah atas nama Tuhan, bahwa tidak akan terjadi pembakaran atau kebakaran di pasar Dwikora, yaitu Paduka Walikota Siantar Hulman Sitorus, benar-benar tak nampak batang hidungnya dilokasi pasar Dwikora saat pristiwa kebakaran itu, dan juga pasca kebakaran.

Apa dan bagaimana pun ekspresi Hulman saat mengetahui terjadinya kebakaran, di pusat pasar yang baru hitungan hari digaransi tidak akan terbakar tersebut. Apakah dia tengah sedih dan menangis karena berduka ataupun sedang tersenyum dan tertawa karena bahagia? Hanya dia lah yang tahu, dan. dia pula lah yang bakal merasakan akibatnya, karena dipastikannya kalau kredibilitasnya akan semakin anjlok. Namun Hulman harus menyadari, terjadinya kebakaran tersebut, memastikan kalau ternyata Tuhan tak sudi namanya dijual oleh seorang pemimpin resmi pemerintahan dan rakyat Siantar yang bernama Hulman Sitorus.

Kalau kita berbicara pakai teori Kemungkinan, maka ber kemungkinan saja kalau seorang Hulman bukan sosok yang berkapasitas atau sosok yang tepat untuk melontarkan sumpah mengatasnamakan Tuhan terkait dengan kepentingan orang banyak. Karena Tuhan tahu kalau Hulman adalah sosok yang acapkali berbicara takabur dan arogan, serta sebelumnya kerap pula tak menepati janji seperti janji vochernya itu.

Atau mungkin sumpah yang dilontarkan Hulman bukan sumpah yang keluar secara ikhlas berdasarkan hati nurani yang paling dalam. Mungkin juga sumpah tersebut sengaja dilontarkan dengan maksud kepentingan tertentu, seperti pencitraan alias cari simpati dihadapan para pedagang, karena dia melihat peluang saat itu, sangat efektif untuk mengangkat citranya kembali.

Lalu, berkemungkinan juga masyarakat dan berbagai kalangan berpendapat, kalau Tuhan akhirnya keberatan namanya dicatut oleh Hulman untuk menjamin tak terjadinya kebakaran, sebab Tuhan tahu kalau Hulman dengan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin yang punya wewenang, ternyata tidak menjalankan wewenangnya untuk mem follow up sumpah yang telah dilontarkannya tersebut. Khalayak ramai juga tahu kalau garansi yang telah diberikan Hulman kepada para pedagang bahwa tidak akan terjadi kebakaran Pasar Dwikota, tidak dibarengi upaya menjaga agar tidak ada peluang terjadi kebakaran sebagaimana yang diisukan sebelumnya.

Sebenarnya banyak lagi kemungkinan-kemungkinan yang bisa dimunculkan kepermukaan terkait sumpah yang pernah dilontarkan Paduka Walikota Siantar tersebut. Namun yang tak bisa kita pungkiri, kalau para pedangang pasar Dewikora adalah rakyat banyak yang jadi korban “Sumpah“ Paduka Walikota. Setidaknya para pedagang sempat terlena dan merasa terjamin dengan titah garansi yang terbungkus dalam bentuk sumpah tersebut. Walaupun demikian para pedagang harus menyadari bahwa Tuhan Maha mengetahui apa yang diperbuatnya, dan Tuhan Maha adil dan bijaksana, karena Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada ummatnya diluar batas kemampuan ummatnya. Berjuanglah kembali para pedagang……!!!

Penulis adalah Ombudsman Harian Metro 24 Jam / Siantar 24 Jam, dan Direktur Eksekutif Governement Monitoring (GoMo).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA