Demokrasi
Telah Wafat di Partai Demokrat
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Roh sebuah partai
politik yang hidup di negara demokrasi adalah nilai demokrasinya. Partai
politik ada dan dibutuhkan dinegara Republik Indonesia karena sistem ketatanegaraan
yang sejak merdeka memang menganut sistem demokrasi. Partai Politik
merupakan kekuatan yang menjadi perpanjangan tangan rakyat untuk ikut ambil
bagian dalam pengelolahan negara dan pemerintahan. Partai politik bisa hidup
dan berkembang juga karena proses demokratisasi, dimana kekuatan rakyatlah yang
menjadi penentunya. Maka keberadaan dan gerak langkah partai politik di
republik ini juga harus berdasarkan aturan dan prinsip demokrasi.
Nilai demokrasi
tidak hanya pada melekat pada proses pengambilan keputusan di partai politik, tapi juga
keputusan yang diambil melalui proses demokratisasi juga merupakan keputusan
yang ternilai menggambarkan adanya nilai demokrasi di partai politik. Jika
demokrasi sudah terabaikan dalam sebuah partai politik, atau demokrasi hanya
dijadikan tameng, maka partai politik tersebut pantas dianggap telah
wafat dari kehidupan yang ber alam demokrasi.
Partai Demokrat
adalah salah satu partai politik yang hidup dan berkembang di negara republik
yang beralam demokrasi bernama Indonesia. Dipastikan, itulah salah satu alasan
partai bentukan SBY diberi nama Partai Demokrat (partai yang namanya
menggunakan kata Demokrat). Partai yang lahir lima tahun setelah
reformasi ini, langsung mendapat dukungan rakyat. Pertama kali ikut pemilu
(Pemilu 2004) Partai Demokrat langung berada diurutan ketiga, dan pada Pilpres
2004, dan SBY yangt diusung Partai Demokrat juga berhasil mendapat kepercayaan
rakyat menjadi sebagai presiden. Lalu pada pemilu kedua tahun 2009 yang
diikuti, dukungan rakyat kepada Partai Demokrat semakin menguat dan berhasil
meraih tahta sebagai partai pemenang pemilu, dan kembali SBY yang diusung
partai ini berhasil dipilih rakyat jadi presiden untuk kedua kalinya.
Ternyata
perkembangan selanjutnya berkata lain. Puncak kejayaan dan kebesaran Partai
Demokrat ambruk dalam sekejap. Penyebabnya adalah Kasus Korupsi yang melibatkan
politisi Partai Demokrat. Dimulai dari keterlibatan seorang politisinya bernama
M Nazaruddin (Bendahara Umum Partai Demokrat dan anggota DPR RI) sebagai pelaku
korupsi di sejumlah mega proyek, Lalu berkembang dan merembet melibatkan
politisi Partai Demokrat lainnya, diantaranya Angelina Sondakh (Wakil Sekjen
partai Demokrat dan Anggota DPR RI), Andi Malaranggeng (Sekretaris Dewan
Pembina Partai Demokrat dan Menteri Pemuda Olah Raga) serta Anas Urbaningrum
(Ketua Umum Partai Demokrat). Dan diperkirakan masih ada keterlibatan sejumlah
politisi lain di partai tersebut, termasuk indikasi keterlibatan Sekjen Partai
Demokrat, Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas), yang juga putra bungsu SBY.
Ambruknya nama
besar Partai Demokrat, ditandai dengan merosotnya elektabilitas partai. SBY pun
turun tangan. Penyelamatan diawali dengan pengambil alihan otoritas Anas selaku
Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Setelah Anas ditetapkan tersangka oleh KPK dan
mengundurkan diri dari Partai Demokrat dan dari jabatannya sebagai Ketua Umum.
Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat pun digelar untuk mencari pengganti
Anas, dan juga karena desakan kepentingan pencalegan yang memerlukan figur
ketua umum defenitif sebagai penandatangan administrasi daftar caleg Partai Demokrat.
Dinamika politik
internal Partai Demokrat menjelang KLB begitu menggelora. Satu sisi,
faksi-faksi di partai tersebut mulai tampak menggalang kekuatan menuju kursi
Ketua Umum. Di sisi lain gema aklamasi dan penetapan calon yang disyaratkan
harus mendapat restu SBY juga berkumandang. Bahkan mendekati KLB, suara kencang
pengusungan SBY dan Ibu Ani sebagai Calon Ketua Umum semakin bulat, dan dalam
sekejap mengerucut ke pengusungan SBY. Manuver Marzukie Ali yang telah
menggalang kekuatan, sempat membuat perbedaan paham antara SBY dan Marzukie
Ali. Polemik sms antara SBY dan Marzukie pun sempat terjadi.
KLB Partai
Demokrat telah usai digelar di Bali tanggal 30 Maret 2013. Meskipun telah
diperkirakan, namun keputusan-keputusan yng dihasilkan KLB tetap dianggap
sangat luar biasa dan diluar kebiasaan. SBY terpilih secara aklamasi. Lalu SBY
juga ditetapkan sebagai formatur tunggal untuk menyusun kepengurusan. Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai peraturan partai pun diubah untuk
kepentingan akomodasi terkait penyusunan kepengurusan partai dan kepentingan
jabatan dan kekuasaan SBY di Partai Demokrat. Ketua Harian menjadi jabatan baru
di Partai Demokrat dan Syarif Hasan diangkat untuk mengisi jabatan tersebut.
Sebagai Ketua Umum
terpilih, SBY juga masih tetap menduduki posisi lamanya sebagai Ketua Dewan
Pembina dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan itu terlansir dengan
diangkatnya Marzukie Alie sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi (menggantikan
Anas), dan diangkatnya EE Mangindaan sebagai Ketua Harian Dewan Pembina.
Sementara kepengurusan lain di Dewan Pembina dan Majelis Tinggi Partai Demokrat
tetap diduduki orang yang sama.
Pengangkatan
Syarif Hasan sebagai Ketua Harian DPP, EE Mangindaan sebagai Ketua Harian Dewan
Pembina dan Marzukie Ali sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi. adalah untuk
membantu memperingan tugas SBY dengan tiga jabatan tertinggi yang dijabatnya di
Partai Demokrat, sehingga tidak mengganggu tugasnya selaku presdiden. Dan
sekaligus menjawab keraguan banyak kalangan atas jabatan rangkap SBY. Untuk
kepengurusan DPP (selain penambahan jabatan Ketua Harian), juga diperkirakan
akan ada penambahan jabatan lain, dan diperkirakan SBY juga akan mengganti
sejumlah pengurus di jabatan posisi penting. Posisi Ibas sebagai Sekjen Partai
Demokrat diperkirakan takkan bergeser.
Pelaksanaan KLB
Partai Demokrat memang sebagai amanat partai yang diatur oleh aturan tertinggi
partai tersebut dan pelaksaan KLB sebagai bentuk tuntuan demokrasi di internal
partai. Dalam konteks ini Partai Demokrat bertujuan melaksanakan proses
demokratisasi dan mekanisme pelaksanaannya (soal kepanitiaan, utusan dan
pemilik suara dalam KLB) juga masih dalam konteks mekanisme demokrasi, termasuk
kesepakatan pengambilan keputusan dengan cara aklamasi.
Namun yang
disayangkan keputusan yang dihasilkan oleh KLB Partai Demokrat, telah
mencederai nilai demokrasi. SBY yang terpilih secara aklamasi, tanpa
meninggalkan jabatan lain di struktur Partai Demokrat, yaitu Ketua Dewan
Pembina dan Ketua Majelis Tinggi Partai yang sebelumnya telah dijabat SBY,
adalah fakta bahwa SBY telah mengangkangi nilai demokrasi. SBY dengan
tiga jabatan tertinggi yang didudukinya di Partai Demokrat, ditambah jabatan
Sekretaris Jenderal yang juga jabatan strategis di Partai Demokrat tetap
dipegang putra kandungnya Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas). semakin menasbihkan
bahwa kuku kekuasaan SBY dan keluarganya telah menancap kuat di Partai
Demokrat. SBY telah berhasil menjadi Paduka Raja dipartai besutannya, dan
menjadikan kekuasaan monarkhi bercokol di partai yang berlabel demokrasi.
Tak logika dan
sangat diluar kebiasaan dalam berpartai maupun berorganisasi, bahwa sebagai
pimpinan pembina atau penasehat, pengawas, dan pelaksana suatu partai atau
organisasi dijabat oleh satu orang. Di organisasi sebuah perusahaan saja,
tidak pernah ditemukan jabatan Presiden Komisaris atau Komisaris Utama
dan Presiden Direktur atau Direktur Utama, diduduki oleh orang yang sama.
Namun fakta telah berbicara lain, Partai Demokrat telah direproduksi
ulang melalui KLB Bali, dengan hasil yang luar biasa dan diluar kebiasaan.
Penampilan atau
performa baru Partai Demokrat hasil reproduksi KLB Bali, jasadnya tak lagi
sepenuhnya berisi roh kekuatan demokrasi, karena telah digantikan oleh dominasi
kekuatan monarkhi, yang terimplementasi dengan tancapan kuat cengkraman
kekuasaan SBY dan keluarganya. Selanjutnya, demokrasi di Partai Demokrat hanyalah
tinggal nama, dan sekedar tertempel dan terstempel sebagai pamflet, dan sebagai
syarat untuk bisa hidup menjadi peserta dalam kompetisi politik memperebutkan
kepercayaan rakyat dengan hadiah tropy kekuasaan.
Sebenarnya Partai
Demokrat sudah tak pantas menggunakan kata Demokrat dan jargon jargon yang
berbau demokrasi, karena nilai demokrasi tak tercermin pada kepemimpinan baru di
partai itu. Tapi karena regulasi negara ini tak bisa secara langsung mewafatkan
partai dengan kondisi demikian, maka Partai Demokrat dengan roh monarkhi tetap
bisa hidup. Penentu akhir kelangsungan hidup Partai Demokrat apakah bisa hidup
dan berkembang atau wafat dan terkubur, atau setengah hidup dan setengah wafat
alias sekarat, adalah suara rakyat negeri ini. Sebab suara rakyatlah yang bisa
merekomendasikan dan menentukan kelangsungan hidup Partai Demokrat. Namun
demikian dalam konteks kehidupan demokrasi, Partai Demokrat yang telah
mengeyampingkan dan mensekaratkan bahkan bisa dianggap telah mewafatkan nilai
demokrasi dalam penampilan barunya, selakyaknya sudah tak pantas hidup di alam
kehidupan yang menjunjung tinggi nilai demokrasi. (***)