Sri
Mulyono Seorang Pendukung Koruptor
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Nama Sri Mulyono,
mencuat dan menjadi perhatian, karena dia disomasi oleh Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) melalui advokat Palmer Situmorang. Sri Mulyono disomasi karena dituduh
menfitnah SBY melalui artikelnya di Kompasiana yang berjudul “ Anas : Kejarlah
Daku Kau Terungkap” . Awalnya somasi tersebut menjadi buah bibir media
pun memberitakannya, dan juga
mendapat perhatian antara sesama penulis di kompasiana. Menyikapi somasi itu,
Sri Mulyono menyatakan tak takut menghadapi
somasi tersebut. Lalu atas sikapnya itu kalangan kompasioner banyak memberikan
dukungan, baik melalui komentar maupun dalam bentuk tulisan.
Selaku seorang
kompasianer, saya awalnya simpati dengan seorang kompasianer yang bernama Sri
Mulyono. Mendengar dia disomasi, langsung saya klik artikel yang membuat sang
penulis disomasi SBY. Apalagi saya kerap memuat tulisan yang bernuansa kritik terkait
SBY dan Partai Demokrat. Saya komen
tulisan itu termasuk satu dua tulisan lain terkait somasi tersebut dan komen
saya nadanya mendukung Sri Mulyono. “Woohhh,
hebat juga penulis yang satu ini,
tulisannya membuat gerah presiden SBY” pikir saya saat itu.
Bahkan sempat juga saya
ingin menulis atrikel menyikapi soal somasi tersebut. Paling tidak sebagai
seorang yang kritis dalam menulis, tentunya tulisan yang akan saya buat pasti
mengkritik soal somasi dan intinya mensupport Sri Mulyono. Kemudian setelah
saya lihat-lihat semua tulisan yang telah diposting Sri Mulyono di Kompasiana,
eh, ternyata dia adalah seorang kompasianer yang berpihak terhadap Anas
Urbaningrum. Dia duduk sebagai pengurus teras di Ormas Perhimpunan Pergerakan
Indonesia (PPI) yang dipimpin Anas. Dalam tulisannya yang disomasi SBY
tersebut, dan sebagian besar tulisan lainnya nyata-nyata berisi pembelaan
terhadap Anas dan mendiskkreditkan SBY dan Partai Demokrat. Apalagi setelah saya telusuri, dia juga pernah
mengkomentari tulisan saya yang berjudul : SBY
Konyol Mengangkat Ruhut Jadi Juru Bicara Partai Demokrat. Komennya pro
tulisan saya : Setali tiga uang… itu
pepatah paling terang. (klik dan baca : http://politik.kompasiana.com/2013/11/27/sby-konyol-mengangkat-ruhut-jadi-juru-bicara-partai-demokrat--614484.html)
Lalu saya, sedikit berbangga,
soalnya saya jadi kompasianer karena motivasi saya yang memang sebagai penulis.
Dalam menulis, ternyata saya jauh lebih netral daripada Sri Mulyono, apalagi kapasitas saya sedikitpun
tak pernah terlibat dalam lingkaran kekuasaan politik, dan saya masih steril
dari yang namanya partai politik ataupun kekuatan politik apapun. Menyikapi soal
perkembangan politik dan kasus korupsi, apa saja saya tulis, siapa saja saya
kritik. Yang saya tulis tidak hanya sebatas SBY dan Partai Demokrat saja, Megawati
dan PDIP, Abu Rizal Bakri dan partai Golkar, Prabowo dan Partai Gerindra, Wiranto
dan Partai Hanura, serta banyak figur lain dengan partainya kerap jadi objek kritikan
ditulisan saya. Bahkan sampai soal korupsi Anas Urbaningrum juga tak terlepas
dari krtitikan saya melalui tulisan di kompasiana.
Memang kalau terkait figur Jokowi, saya tak pernah membuat tulisan
yang bernuansa negatif. Tapi bukan
berarti besok atau kelak saya tidak akan membuat tulisan yung mengkritisi Jokowi,
bahkan yang menyudutkan Jokowi, jika Jokowi melenceng dari khitah
kepemimpinannya yang saat ini masih terlihat relatif bersih. Kalau pun saya
menulis tentang sisi positifnya Jokowi, itu karena saya melihat Jokowi masih sosok
seorang pemimpin yang jujur, dan sebagai penulis yang agak kritis dengan
hal-hal korupsi dan keburukan atau kesemena-menaan pemimpin dan penguasa, tak
salah rasanya saya sedikit ngefans sama figur Jokowi, yang kepemimpinannya
betul-betul merakyat dan masih jauh dari sifat serakah dan haus kekuasaan. Dan
banyak penulis di kompasiana yang memposisikan diri seperti saya dalam menilai
figur Jokowi. Tapi perlu saya tegaskan, saya juga tak ada kaitannya dengan Jokowi
ataupun dengan yang namanya kelompok pendukung yang menginginkan Jokowi jadi Presiden,
malah sedikitpun tak ada hubungan saya dengan yang namanya Jokowi. Sahabat
tidak dan keluarga pun tidak, saya kenal Jokowi, karena dia seorang tokoh, tapi
pastinya Jokowi tak kenal saya.
Kembali ke soal Sri
Mulyono. Setelah mengetahui siapa sebenarnya Sri Mulyono, kontan saat itu saya
merasa mual. Spontan pula saya urungkan rencana menulis artikel yang saya
niatkan untuk mensupport Sri Mulyono. Tapi sebagai sesama kompasianer saya
tetap menghargai tulisan yang membuat dia di somasi, meskipun tulisannya itu (menurut
saya) tak sepedas dibanding sejumlah tulisan saya tentang SBY, yang jauh lebih
dulu saya posting di kompasiana. Untuk sementara saya pun berpikiran jadi
penonton saja alias melihat dan mengikuti perkembangan soal somasi SBY terhadap
Sri Mulyono baik melalui pemberitaan media maupun via postingan tulisan-tulisan
di kompasiana. Satu sisi saya juga menilai somasi SBY juga tidak fair, dan
terkesan, Sri Mulyono disomasi karena dia orangnya Anas Urbaningrum.
Sebagai penonton, saya
menilai, Sri Mulyono pun nampaknya merasa bangga disomasi oleh orang nomor satu
di republik ini. Beberapa tulisannya pun kembali meluncur terkait somasi
terhadap dirinya dan kesannya mencari dukungan dan simpati dari para
kompasianer Banyak kompasianer yang saya
nilai terlalu menggebu-gebu menilai, mengomentari dan membuat tulisan yang
sifatnya mensupport Sri Mulyono, tapi
tak sedikit juga yang masih dalam posisi netral.
Ada sejumlah tulisan di
kompasiana yang saya nilai masih netral terkait somasi SBY terhadap Sri
Mulyono. Saya sepakat dengan artikel yang ditulis Ira Oemar di kompasiana
berjudul Somasi SBY kepada Sri Mulyono :
Benarkah Somasi Untuk Blogger ? dan sejumlah tulisan kompasianer yang masih
terlihat netral.
Lalu saya akhirnya memutuskan
untuk ikut nimbrung menulis yang masih berkaitan dengan soal somasi SBY
terhadap Sri Mulyono. Intinya saya sebutkan Sri Mulyono adalah seorang
pendukung koruptor (koruptor yang dimaksud adalah Anas Urbaningrum), juga
adalah fakta. Soalnya Sri Mulyono adalah pendukung setia Anas Urbaningrum, dan
sebagaimana diketahui Anas memang sudah dipredikati sebagai tersangka kasus
korupsi Proyek Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Secara hukum Anas
memang belum bisa dikatakan koruptor karena belum divonis oleh pengadilan
dengan berkekuatan hukum tetap. Tapi penulis mengadopsi penilaian awam yang
menganggap Anas sebagai seorang koruptor meskipun masih berstatus tersangka
kasus korupsi. Sebelumnya saya juga pernah memposting tulisan di kompasiana
berjudul : Anas Seorang Koruptor (klik
dan baca : http://politik.kompasiana/2013/03/06/anas-seorang-koruptor-539694.html)
Saya katakan Sri
Mulyono pendukung koruptor karena hubungan dia dengan Anas yang dianggap banyak
kalangan sebagai seorang koruptor, tak bisa terbantahkan memang dekat dan
berada dalam satu wadah yang bernama Ormas PPI, sehingga tak salah Sri Mulyono
yang ikut bergabung di Ormas PPI disebut sebagai loyalis alias pendukung Anas.
Ingat, sudah menjadi komsumsi publik melalui media bahwa orang-orang yang
tergabung dalam PPI telah ditasbihkan dengan sebutan loyalis atau pendukung
Anas Urbaningrum.
Kalau dari kacamata
hukum, klaim saya melalui tulisan yang menyatakan Sri Mulyono pendukung koruptor
bisa saja dan punya celah untuk disalahkan. Bisa saja Sri Mulyono keberatan
dikatakan pendukung koruptor, karena menilai Anas belum divonis bersalah karena
kasus korupsi Proyek Hambalang, dan belum berstatus narapidana korupsi. Namun
Sri Mulyono juga harus bisa membaca dan memahami anggapan publik yang sudah
jauh hari atau sejak Anas ditetapkan sebagai tersangka, telah menjuluki Anas sebagai seorang koruptor. Sama
halnya tulisan Sri Mulyono disomasi oleh SBY, dimana dalam tulisan itu Sri Mulyono
beranggapan Dari Jedah SBY memerintahkan
KPK supaya menetapkan status hukum Anas “Tersangka”.
Apaboleh buat kalau
saya dinilai menyudutkan Sri Mulyono dengan tulisan ini. Kalaupun akhirnya Sri Mulyono keberatan dengan
tulisan ini, tentu saya siap menghadapinya, sebagaimana Sri Mulyono menyatakan
siap menghadapi somasi SBY. Saya orang yang paling siap menghadapi hal seperti
itu, meskipun saya tidak punya kekuatan politik. Yang pasti tulisan ini juga
tak terbersit sinyal mendukung somasi
SBY. Sri Mulyono juga perlu tahu bahwa di Kompasiana, saya sudah lebih dulu
menulis dan lebih dulu membuat tulisan yang lebih pedas soal SBY. (boleh
ditelusuri).
Klik dan baca juga di
sini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar