Elektabilitas
Ical Naik, di Survei “Pesanan”
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Lingkaran
Survei Indonesia (LSI), menggelar survey Pasangan Calon Presiden - Wakil
Presiden terkuat, serta Figur Capres Terkuat dan Figur CawapresTerkuat sejak tanggal
1-8 Maret 2013. Dengan hasil sebagai berikut :
Pasangan
Capres –Cawapres Terkuat : Aburizal
Bakri - Joko Widodo (36 persen), Megawati Sukarnoputri – Jusuf Kalla (22,9
persen) dan Pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa (10.1 persen).
Figur
Capres Terkuat : Megawati
(20.7 persen), Abu Rizal Bakri (20,3 persen), Prabowo (19,2 persen), Wiranto
(8,2 persen), Hatta Rajasa (6,4 persen), Ani Yudhoyono (2,4 persen),
Surya Paloh (2.1 persen), Suryadhama Ali (1,9 persen), Muhaimin Iskandar (1.6
persen) dan Anis Matta (1,1 persen).
Figur
Cawapres Terkuat : Jokowi (35,2persen), Jusuf Kalla
(21,2 persen), Hatta Rajasa (17,1 persen), Mahfud MD (15,1 persen), Suryadharma
Ali (2,9 persen), Muhaimin Iskandar (2,2 persen) dan Anis Mata 1,9 persen)
Penetapan
Pasangan Capres-Cawapres Terkuat, Figur Capres Terkuat dan Figur Cawapres
Terkuat, menurut pihak LSI merujuk kepada dua indikator. Yang pertama, aturan
dalam UU Pemilu mengenai syarat dukungan minimal partai atau koalisi partai
dalam mengajukan capres dan cawapres. Yang Kedua, realitas perolehan suara
partai itu sendiri dalam Pemilihan Legislatif.
Hasil
survei itu, menimbulkan tanda tanya besar dan tergugatnya independensi LSI.
Ketua Dewan Pembina Partai Gerinda, Prabowo Subianto, tanpa tending aling
mengatakan kalau hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei tergantung
pada siapa yang membayar. Wajar Prabowo mengatakan demikian. Sebab
sebagai orang yang dijadikan objek survei, dia merasa dirugikan oleh survei
pasangan capres dan cawapres terkuat yang dibuat oleh LSI. Prabowo pasti
berpikir hasil survei yang menempatkannya berada diurutan ketiga didua kategori
survei LSI itu, sangat memicu rasa khawatir bagi dirinya bahwa akan terbangun
opini publik yang menganggap elektabilitasnya memang rendah.
Kemungkinan
tidak hanya Prabowo saja yang punya anggapan seperti itu. Kalangan masyarakat
yang mendukung Jokowi dan mendambakan Jokowi sebagai Capres, tak menginginkan
Jokowi diduetkan dengan Ical, dan tak menginginkan Jokowi diposisikan sebagai
cawapres, seperti di survey yang dilakukan LSI. Kalangan pro Jokowi,
diperkirakan tak sepakat dengan survey LSI dan menilai survei LSI telah jadi
survei pesanan. Pasalnya Jokowi yang sudah jelas sebagai figur nomor wahid
sebagai capres di sejumlah survei terakhir, kenapa dalam survei LSI tersebut,
harus ditempatkan sebagai Cawapres dalam Pasangan Capres-Cawapres Terkuat ? Dan
kenapa pula Jokowi diposisikan sebagai pasangan Ical ? Padahal Ical
sebagai capres usungan Partai Golkar tak sekalipun merasakan tempat teratas.
bahkan selalu di urutan bawah, selama ada survei terkait capres.
Juga
yang menjadi pertanyaan kenapa nama Jokowi, serta sejumlah nama lainnya seperti
Mahfud MD dan Jusuf Kalla sengaja tidak dimasukan dalam survei Figur Capres
terkuat tapi dimasukkan sebagai Figur Cawapres Terkuat serta dalam survei
Pasangan Capres - Cawapres Terkuat dengan posisi sebagai Cawapres. Disini juga
menjadi tanda tanya, hanya Jokowi, Jusuf Kalla dan Mahfud MD yang tidak
dimasukkan survei Figur Capres Terkuat Sementara ada sejumlah nama lainnya
seperti Hatta Rajasa, Suryadharma Ali, Muhaimin Iskandar dan Anis
Mata, dimasukkan oleh LSI untuk di survei sebagai Figur Capres Terkuat
maupun Figur Cawapres Terkuat. Bahkan nama Hatta Rajasa juga masuk dalam
posisi Capres di Pasangan Capres-Cawapres Terkuat.
Okelah,
kalau LSI melakukan survey tersebut berdasarkan dua indikator sebagaimana
disebutkan diatas. Namun akan lebih fair dan lebih teruji dan lebih valid
hasilnya jika LSI tidak mem plot Ical diduetkan dengan Jokowi, begitu
juga tidak seharusnya LSI memasang Megawati dan Jusuf Kala ataupun Prabowo dan
Hatta Rajasa. Seharusnya LSI menempatkan setiap figur capres ataupun cawapres
dalam kombinasi pasangan pilihan yang berbeda atau lebih dari satu pilihan.
Artinya setiap figur di Pasangan Capres -Cawapres namanya tidak hanya
dijadikan di satu pasangan pilihan. Bisa saja figur cawapres dijadikan figur
capres pada pasangan pilihan yang lain, atau figur capres dipasangan
dengan figur cawapres di pasangan pilihan yang lain, atau sebaliknya.
Tak
hanya itu Jokowi, Jusuf Kalla dan Mahfud MD juga seharusnya
dimasukkan dalam survei untuk Figur Capres Terkuat. Karena sosok tersebut,
telah terwacana sebagai Calon presiden dan namanya masuk perhitungan, bahkan
Jokowi disejumlah survei sebelumnya tetap berada diperingkat teratas. Dan
untuk diketahui hasil survei yang dilakukan Publica Research and Cndulting ,
Rabu 20 Maret 2013 (survei terbaru setelah survei LSI), Jokowi berada ditempat
teratas sebagai kandidat presiden yang favoritkan oleh masyatakat kalangan
menengah di Indonesia, disusul Prabowo, Mahfud MD, Jusuf Kalla, Dahlan Iskan,
Abu Rizal Bakri, Megawati, Rhoma Irama dan Wiranto.
Pada
dasarnya LSI bisa saja memposisikan Pasangan Capres-Cawapres terkuat dan Capres
terkuat untuk disurvei dengan cara tidak paku mati seperti itu, tanpa melenceng
dari indikator yang ditetapkan oleh LSI. Tapi karena survei telah diumumkan
hasilnya oleh LSI, maka LSI pun harus menerima konsekwensinya kalau survei yang
dilakukan dianggap survei pesanan atau survei bayaran. Bahkan akan disinyalir
indikator yang dibuat LSI memang sengaja dibuat seperti itu untuk kepentingan pihak
yang memesan.
Bukan
bermaksud menuding siapa yang memesan dan membayar LSI melakukan survei
Pasangan Capres dan Cawapres Terkuat. Tapi biasanya yang diuntungkan dari hasil
survei itulah yang ditenggarai sebagai pihak yang memesan dan membayar. Memang
tak bisa dibuktikan, jika pihak Ical yang memang diuntungkan survei LSI
itu, dianggap sebagai pihak yang memesan dan membayar LSI. Dan tak punya alasan
kuat pula untuk mengkaitkan meskipun sebelumnya telah muncul wacana dari
pendukung Ical untuk menduetkan Ical dengan Jokowi agar elektabilitasnya
meningkat.
Namun
demikian, untuk survei kali ini indikasi adanya aura “pesanan”, sangat terasa,
meskipun indikasinya dalam bentuk penilaian dan anggapan. Yang perlu digaris
bawahi, pola paku mati memposisikan pasangan capres dan cawapres khususnya
menduetkan pasangan Ical dan Jokowi oleh LSI untuk disurvei, dan tak
menempatkan Jokowi, Jusuf Kalla dan Mahfud MD untuk disurvei sebagai Figur
Capres terkuat, membuat elektabilitas Ical meningkat drastis. Nama Ical pun
menempati posisi nomor satu di Pasangan Capres-Cawapres terkuat, dan nomor dua
sebagai Figur Capres terkuat, sangat-sangat tidak fair dan jadi kecurigaan.
Persoalannya, Elektabilitas Ical sebagai capres masih sangat rendah,
berdasarkan hasil kali hasil sejumlah lembaga survei sebelumnya, dan survei
terakhir waktunya juga belum begitu lama. Bahkan survei terbaru dari Publica
Research and Consulting (beberapa hari setelah survei LSI), nama Ical berada di
urutan bawah.
Selain
itu, survei yang mensyaratkan kepada dua indikator yang dibuat LSI, sebenarnya
kurang tepat dibuat sekarang ini, karena hasil pemilu legislatif belum
berlangsung. Kaitannya, posisi kekuatan dan raihan suara masing-masing parpol
baru diketahui setelah pemilu legislatif. Makanya wajar sajalah kalau
survei LSI yang membuat elektabilitas Ical Naik drastis tersebut dianggap
sebagai survei “pesanan”. (***)
Klik dan Baca juga Artikel ini di :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar