Politisasi
Artis Jadi Politisi
Oleh : M Alinapiah Simbolon
Banyak
artis yang pindah ke jalur politik, ada yang jadi kepala daerah dan ada yang
berkiprah di lembaga perwakilan rakyat (DPR dan DPRD). Episode awal proses
tranformasi artis menjadi politikus, terjadi ketika adanya helatan politik
bernama Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum Legislatif.
Sejumlah
pilkada di berbagai daerah, memang tak sedikit dihiasi wajah artis sebagai
kandidat. Salah satu Pilkada yang calonnya didominasi wajah artis adalah
Pemilihan Gubernur Jawa barat. Malah Pilgub Jabar, bisa dikatakan ajang
persaingan tiga sosok artis. Dan terbukti yang bersaing di tempat teratas
adalah pasangan calon yang ada artisnya, dan yang menangpun pasangan calon yang
ada artisnya.
Peluang
artis untuk jadi politisi sangat besar. Faktornya hanya satu, yaitu
popularitas. Artis sudah lebih dulu dikenal publik, jauh sebelum ikut
mencalonkan jadi politisi (kepala/wakil kepala daerah dan DPR/DPRD), sehingga
ketika artis mengikuti proses transformasi untuk menjadi politisi, sudah
memiliki popularitas yang jadi nilai plus untuk dipilih oleh masyarakat.
Apalagi di republik ini, pengidolaan artis oleh publik masih sangat kental.
Popularitas
yang dimiliki artis, menjadi entry point sekaligus menjadi salah satu
konsideran penting bagi partai politik, sehingga mengedepankan artis
untuk dipolitisasi dengan cara diusung sebagai calon pada saat pemilihan kepada
daerah maupun pemilihan legislatif. Kebanyakan, artislah yang mendapat tawaran
dari partai politik untuk diusung menjadi calon pejabat politik. Karena
melihat peluang keterpilihan artis lebih besar dibandingkan politisi manual
(non artis), maka sejumlah partai politik tak merasa jengah dan sungkan
menaturalisasi artis dengan jumlah besar untuk dijadikan warga parpol sekaligus
di plot jadi calon politisi khususnya politisi di lembaga legislatif dari
utusan parpol tersebut. Dan keuntungannya, jika banyak figur artis yang
diusung, maka kemungkinan besar partai tersebut berhasil menempatkan lebih
banyak politisinya di legislatif, sehingga peluang partai tersebut sebagai
partai eksis dan berposisi sebagai partai yang ternominasi, bisa diraih.
Sebagai
catatan, calon dari kalangan artis pada pemilu 2009 sebesar 0,7 persen dari
8.762 jumlah caleg DPR RI. Namun yang berhasil mendapat jatah kursi DPR
sebanyak 18 orang, yang terbanyak dari Partai Demokrat yaitu sebanyak 7 orang,
Partai Golkar dan PDIP masing-masing 3 orang, PAN dan Gerindra masing-masing
2 orang, dan PPP 1 orang. Meskipun persentasenya sangat kecil
dibandingkan jumlah keselurahan anggota DPR RI, namun tingkat
keberhasilan artis meraup banyaknya suara sangat signifikan dibandingkan dengan
politisi non artis. Bukti kuat tingginya tingkat keterpilihan artis adalah di
daerah pemilihan (dapil) yang ada di jawa barat. Beberapa Dapil di Jabar
berhasil menghantarkan 8 orang artis ke kursi DPR RI. Bahkan ada satu
dapil di Jawa Barat yaitu Dapil Jabar II, berhasil mengantar 3 artis ke
senayan, disusul Dapil Jabar VIII sebanyak 2 orang artis, dan Dapil Jabar
IV VII dan IX masing-masing 1 orang.
Terlepas
kalangan artis yang berubah bentuk jadi politisi, punya latar belang kemampuan
berpolitik atau tidak, namun kenyataannya artis memang punya nilai lebih untuk
dijual ke publik. Memang ada juga kalangan artis yang sudah jadi politisi,
akhirnya ditengah jalan mundur dan kembali ke habitat semula. Artis yang
mengambil sikap seperti itu , bisa saja karena tak punya kualitas personal,
sehingga tak mampu berlakon dipanggung politik. Dan banyak pula kalangan artis
mampu bertahan di dunia politik dan bahkan punya kemampuan berpolitik melebihi
politisi non artis. Dan untuk artis yang mampu seperti itu, karena sang artis
selain punya popularitas, juga punya kualitas dan kemampuan berpolitik.
Belakangan
ini rekrutman calon legislatif dari kalangan artis untuk dicalonkan pada pemilu
2014, tampaknya akan lebih besar volumenya. Sejumlah partai berkompetisi
melakukan pantauan terhadap figur-figur artis. Latar belakangnya dan dasar
pemikirannya juga tak berbeda seperti saat pencalonan kalangan artis pada
pemilu 2009 lalu. Substansi pertimbangannya adalah tingginya nilai popularitas
figur artis untuk bisa dijual ke publik. Memang tak ada salahnya jika parpol
dinilai mempolitisi artis untuk dijadikan politisi, dan tak ada pula aturan
yang melarang artis jadi politisi, meskipun ada sejumlah kalangan yang menolak
artis sebagai calon legislatif.
Tampaknya,
menjelang pemilu 2014, para artis akan lebih banyak jadi incaran partai
politik, apalagi tensi persaingan antar partai dalam meraup suara semakin
tinggi. Untuk memuluskan kompetisi tersebut, ada parpol yang sengaja
memperlebar ruang buat artis untuk dijadikan sebagai calon legislatif. Melihat
kegencaran parpol dalam hal rekruitmen kalangan artis, diperkirakan akan
banyak artis mengikuti proses polititasi yang dilakukan parpol, dalam rangka
mentranformasi artis jadi politisi senayan.
Satu
hal yang disadari dan diyakini oleh artis, sehingga tak menjadi hambatan ketika
artis ditawari jadi politisi partai, adalah popularitas mereka, yang otomatis
tak perlu mengeluarkan cost ekstra untuk publikasi saat menjadi calon
legislatif. Bahkan mereka bisa mendapat publikasi gratis dari media, karena
artis yang berkiprah sebagai caleg akan menjadi berita infotaiment menarik buat
media. Tak hanya itu, kalangan artis yang ikut caleg juga tak merasa khawatir
ketika kalah dalam kompetisi pemilu legislatif. Sebab jika pun tak berhasil
sebagai politisi, bagi mereka tak merasa ada halangan kembali berkarir di dunia
keartisannya. (***)
Klik dan Baca juga Artikel ini di :
http://www.facebook.com/notes/simbolon-m-alinapiah/politisasi-artis-jadi-politisi/10151340829271864
Tidak ada komentar:
Posting Komentar