TNI dan Polri, Berdampingan Dalam Balutan Kesenjangan
Oleh : M Alinapiah Simbolon
Perselisihan
antara TNI dan Polri di level bawah yang melibatkan prajurit kerap
terjadi. Pristiwa terakhir adalah penyerangan dan pembakaran Mapolres Ogan
Komering Ulu (OKU) yang dilakukan puluhan personel TNI. Pasca pristiwa, yang bisa
dilakukan hanyalah sebatas pengkondusifan situasi, agar tak merebak secara
luas. Lalu kemudian para petinggi kedua lembaga pun berakting di depan kamera
televisi, dengan pernyataan bahwa situasi sudah terkendali, dan mengatakan akan
berupaya pristiwa serupa tidak akan terjadi dimasa mendatang.
Nada
seperti itu sudah tak asing terdengar, dan itu juga terdengar pasca pristiwa
bentrok antara TNI dan Polri pada masa-masa sebelumnya. Pastinya pernyataan
seperti itu tak memberi kepastian bahwa pristiwa yang sama tak akan terjadi
dimasa mendatang. Pristiwa
penyerangan Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), menjadi catatan panjang
menyambung berbagai pristiwa perselisihan antara TNI dan Polri yang pernah
terjadi sebelumnya, Dan kemungkinan catatan tentang perselisihan TNI dan Polri,
masih akan menjadi catatan to be continued.
Mencari
siapa yang salah dan siapa yang benar pada setiap pristiwa perselisihan TNI dan
Polri, sekan tak ada artinya, apalagi perselisihan kebanyakan dipicu oleh
persoalan sepele, meskipun terkadang menimbulkan korban jiwa. Sebenarnya
substansi persoalan bukan siapa yang salah dan siapa yang benar. tapi bibit
perseteruan diantara kedua lembaga itu dalam wujud kesenjanganlah yang dibiarkan
lama bersemayam. Ironisnya bibit perseteruan tersebut tak pernah berupaya
dikikis oleh pengambil keputusan di negara ini. Latar belakang pristiwa
perselisiahan antara TNI dan Polri, hanyalah sebatas pemicu meledaknya bibit
perseteruan yang memang sudah membara sejak lama. Kalaupun ada tim investigasi
yang diturunkan setiap ada pristiwabentrokan antara TNI dan Polri, tampaknya
hanya sekedar menunaikan tugas penyelidikan, untuk melengkapi laporan. Kalaupun
terjadi perdamaian antara yang berselisih, hanyalah sementara, dan tak menjamin
antara TNI dan Polri bisa berdampingan dengan damai untuk selamanya.
Bentrokan
antar TNI dan Polri sudah berulang dan sudah berulangkali pula investigasi
dilakukan, dan tak masuk akal kalau akar masalah tak dapat terdeteksi.
Kesenjangan adalah alasan yang tepat memicu perselisihan. Tak bisa
dipungkiri kesenjangan antara TNI dan Polri, terakumulasi akibat dari
kecemburuan terhadap eksistensi Polri saat sekarang ini. Lembaga Polri dianggap
punya keistimewaan dan lebih diistimewakan setelah dipisahkan dari TNI (ABRI), padahal
sebelumnya kepolisian korps paling bontot saat tergabung di Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI). Sejak reformasi Polisi langsung dibawah kendali
Presiden, sementara TNI (AD, AU, dan AL), memang berada dibawah kendali Presiden,
tapi kendalinya masih berjenjang karena TNI berada dibawah atap Kementrian
Pertahanan.
Kucuran
anggaran yang digelontorkan pemerintah juga tampak diskriminatif antara TNI dan
Polri. Anggaran khusus untuk Polri pada tahun 2013 sebesar Rp 45,6 Triliun,
sementara untuk TNI sebesar Rp 77 Triliun, yang anggaran tersebut didrop melalui
Kementerian Pertahanan untuk kebutuhan tiga angkatan TNI AD, AU dan AL, plus
untuk kebutuhan Kementrian Pertahanan.
Sulit
untuk dipungkiri, kesenjangan yang telah lama bersemayam sebenarnya bukan, hanya
kesenjangan kewenangan dan anggaran. Kesenjangan sosial antara TNI dan
Polri sebenarnya sudah mengakumulasi sejak kedua lembaga saling terpisah.
Prajurit TNI didoktrin untuk back to
basic atau back to barak,
sementara polisi selain punya kewenangan penegakan hukum juga memiliki kewenangan
penanganan keamanan dan ketertiban, sehingga
yang sering terjadi, aparat TNI selalu berposisi hanya sebagai bala bantuan
cadangan ataupun di BKO kan, ketika terjadi pristiwa-pristiwa yang mengancam
kondisi keamanan dan ketertiban ditengah masyarakat.
Sebenarnya
Preseden SBY yang ber back ground tentara, dengan pangkat terakhir Jenderal
TNI, juga dinilai telah mengecilkan nama besar TNI dalam hal menjaga integritas
bangsa khususnya dari ancaman teroris.
Detasemen Khusus (Densus) 88 milik kepolisian, lebih diprioritaskan tampil
dalam hal menangani pemberantasan teroris, sementara pasukan khusus milik TNI
seperti Kopasus atau ataupun pasukan khusus lainnya, terkesan dikandangkan.
Tak
hanya itu, masalah kesejahteraan prajurit pun menjadi pemicu terjadinya
bentrokan antara aparat TNI dengan aparat kepolisian. Sudah menjadi rahasia
umum kalau ada aparat TNI dan Polri bermain dilapangan mencari
penghasilan tambahan. Kompetisi pun terjadi di lapangan, dan itu sangat berpotensi
memicu perselisihan, apalagi aparat TNI yang bermain di lapangan,
menilai aparat kepolisian selalu lebih diistimewakan, sehingga pengahasilan tambahan
aparat kepolisian pun jauh lebih besar ketimbang aparat TNI.
Masih
soal kesejahteraan, tak bisa dipungkiri kalau kesejahteraan antara
prajurit TNI dan Polri dengan pangkat setingkat punya perbedaan kelas. Kelas
kehidupan yang berlebihan terlihat melekat pada aparat kepolisian.
Kesejahteraan seorang Komandan Brimob jauh lebih mapan
dibandingan kesejahteraan seorang Komandan Kesatuaan TNI ditingkat batalion.
Gaya hidup seorang Kapolres lebih terlihat mentereng ketimbang gaya hidup
seorang Dandim. Begitu juga antara seorang Kapolsek dengan Danramil.
Perbedaan itu bisa terjadi karena adanya penghasilan tambahan dari luar
gaji dan tunjangan yang diterima setiap bulan, ditambah lagi faktor pengaruh di
masyarakat yang juga jauh berbeda.
Harus
disadari bahwa yang paling sentitif menganggap dan menyikapi adanya perbedaan
tersebut adalah aparat TNI, terutama ditingkatan prajurit yang bertugas di
level bawah. Kebencian prajurit TNI terhadap aparat kepolisian seolah telah
lekat dalam pikiran dan sanubari aparat TNI. Dan itu terdoktrin karena dikondisikan
perbedaan yang tak kunjung padam, Dan perbedaan tersebut berubah wujud menjadi
kesenjangan, dan kesenjangan itu telah bersemayam sejak lama. Besok lusa
dan seterusnya Aparat TNI dan Polri selaku abdi negara dan abdi masyarakat,
serta pengayom dan pelindung masyarakat,
akan tetap hidup berdampingan, meskipun
berdampingan dalam balutan kesenjangan. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar