MKRI,
Ibarat Tong Kosong, Nyaring Bunyinya
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Judul
diatas, sangat pas diarahkan kepada orang dan sekumpulan orang yang yang jadi
pentolan Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesi (MKRI), diantaranya Ratna Sarumpaet,
Adie Massardi, Haris Rusli, Neta S Pane, Erwin Usman dan sejumlah nama lainnya.
Mereka yang jadi pentolan MKRI, ternyata hanyalah aktivis senior yang
besar cakap tapi nihil pembuktian. Isu yang mereka usung dari rencana aksi
unjuk rasa besar-besaran yang direncanakan MKRI pada tanggal 24 Maret
2013, gaungnya memang sangat nyaring. Soalnya isu yang diusung adalah desakan
agar SBY – Budiono turun dari jabatannya. Untuk sebatas isu memang sangat
nyaring, tapinya gaungnya dan kenyaringannya, hanya mentok di isu saja, tak
lebih dari itu, karena tak ada follow aksi sebagaimana digembor-gemborkan.
Saking
nyaringnya, sampai-sampai isu tersebut mampu menusuk dan menembus gendang
telinga SBY. Lalu SBY pun mendengar dan mencernanya serta menkonklusikannya
terlampau sadis dan menyeramkan, sehingga isu tersebut pun dianggapnya
sebagai rencana kudeta (penggulingan) terhadap dirinya. Kegalauan dan
kekhawatiran yang tinggi pun merundungi diri SBY dan tampak tereksfresikan pada
gestur SBY. Mau tak mau SBY pun mengambil langkah antisipasi menghadapi
rencana aksi yang akan digelar MKRI tersebut, salah satunya dengan mengundang
sejumlah pensiunan jenderal. Manuver politik (sembari melakukan pengalihan isu)
pun dilakoni SBY dengan cara mengisukannya ke ranah publik via ekspresi curhat,
yang sudah mentradisi dilakukan SBY setiap akan atau ketika dirinya dilanda
sorotan dan tekanan.
Selain
itu gaung isu yang diusung dan diumbarkan MKRI, laksana lesingan peluru yang
ditembak ke segala arah. Polemik berkepanjangan pun terus bergulir. Analisa,
pendapat pernyataan, baik pro dan kontara terkait rencana unjuk rasa
besar-besaran yang disutradarai MKRI dan isu yang digiring, serta isu kudeta
yang didramatisir SBY, terus bergema. Disisi lain dukungan terhadap MKRI, juga
menggema dimana-mana. Harus
diakui MKRI ternyata mampu membuat seorang kepala negara dan kepala
pemerintahan republik ini mengalami khawatir tingkat tinggi. Jargon isu yang
diusung MKRI dalam rencana aksinya, terbukti ampuh membuat SBY senewen.
Sayang,
ternyata efektivitasnya hanya sebatas isu dan rencana. Sebab aksi besar-besar
yang ditunggu-tunggu pada hari yang direncanakan MKRI, tak jadi digelar.
Eh… malah berubah menjadi kegiatan bakti sosial, denganm agenda bagi-bagi
sembako kepada seratusan orang miskin. Rencana aksi besar-besaran dan
berlangsung secara serentak diberbagai wilayah, ternyata hanya sebatas retorika
belaka, kalau dalam istilah pasaran, hanya musiknya saja yang seram.
Itulah yang pantas ditujukan buat MKRI dan para pentolannya. Malahan acara-bagi-bagi
sembako yang digelar MKRI, levelnya juga hanya selevel dengan kegiatan tingkat
RT.
Begitupun
para pentolan MKRI seperti tak punya malu, atas tak terlaksananya rencana unjuk
rasa besar-besaran dalam rangka mendesak SBY dan Budiono turun tahkta. MKRI
melalui petingginya Adhi Massardi, masih bisa berkilah. “Kami bukan takut,
tapi ini baru langkah awal….” Itulah sepenggal kalimat yang diucapkan bak
gaya khas Anas Urbaningrum, oleh Adhi Massardi menyikapi tak terlaksananya
unjuk rasa MKRI.
Tak
salah kalau ada dugaan para pentolan MKRI hanya sebatas mencari popularitas
dengan mengusung rencana unjuk rasa besar-besaran, Malah wajar saja ada yang
curiga dengan tak jadi digelarnya aksi unjuk rasa besar-besaran tersebut.
Rencana besar yang diprogram MKRI, muaranya berakhir dengan penilaian konyol.
Para pentolan MKRI yang dikenal aktivis senior dan dianggap kondang,
dinilai tak punya kapabilitas sebagai aktivis. Kemampuan dan pengalaman mereka
sebagai pressure hanya sebatas lihai dalam bercuap-cuap, dan handal
dalam hal menakut-nakuti, tanpa punya kemampuan melakukan aksi. MKRI sangatlah
pantas diibaratkan seperti Tong Kosong, Nyaring Bunyinya…. ! (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar