Rabu, 27 November 2013

SBY Konyol, Mengangkat Ruhut Jadi Juru Bicara Partai Demokrat

SBY Konyol,
Mengangkat Ruhut Jadi Juru Bicara Partai Demokrat

Oleh : M Alinapiah Simbolon



Baru baru ini SBY mengangkat dan menghunjuk empat orang menjadi juru bicara resmi Partai Demokrat. Salah satu yang diangkat adalah Ruhut Sitompul. Khususnya dari kalangan internal Partai Demokrat, tak satupun politisinya yang  berani mengkritisai pengangkatan Ruhut. Mungkin karena pengangkatan Ruhut memang sudah keputusaan mutlak SBY sang pemegang puncak kekuasaan tertinggi di Partai Demokrat, sehingga tak seorangpun berani mengkritisi, meskipun tak terpungkiri banyak politisi Partai Demokrat yang dongkol dan gerah atas pengangkatan Ruhut tersebut.

Kendati hanya bisa dipendam dalam hati, tentunya tetap ada kekhawatiran dari kalangan politisi Partai Demokrat atas pengangkatan Ruhut Sitompul sebagai juru bicara resmi Partai Demokrat. Kekhawatiran tersebut didasarkan penilaian realistis sebelumnya, dan penilaian terhadap sosok dan karakter Ruhut yang berpotensi mengganggu dan merusak citra partai, serta berpotensi juga merugikan para politisi Partai Demokrat. Persoalannya ketika tak berkapasitas sebagai juru bicara saja, Ruhut acapkali mengeluarkan statemen dan komentar yang membuat gerah rekan separtainya. Sudah terbukti antara Ruhut dan rekan separtainya kerap berpolemik karena komentar Ruhut yang dianggap berpotensi merugikan Partai Demokrat dan merugikan rekan separtainya.

Rekan separtainya yang pernah merasa dirugikan oleh pernyataan dan komentar Ruhut, diantaranya Soetan Batugana. Terkait pemeriksaan Sutan Batugana sebagai saksi di KPK terkait kasus korupsi Proyek Hambalang beberapa waktu lau. Ruhut menyatakan bahwa Soetan Batugana yang saat diperiksa KPK sudah mengaku menerima suap di acara Kongres Partai Demokrat  di Bandung. Pernyataan Ruhut pun langsung dicounter Soetan Batugana.  Lalu Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Letjen (purn)TB Silalahi juga tersudut dan dipermalukan oleh serangan komentar Ruhut. Kritikan TB Silalahi atas komentar Ruhut soal Anas saat talk show disalah satu stasiun TV di Batam yang dianggap tak santun dan dapat merugikan Partai Demokrat, dibalas Ruhut dengan menyerang balik politisi senior Partai Demokrat itu. Sadisnya Ruhut dengan lantang mengatakan TB Silalahi Jenderal Bintang Tiga yang mentok dan tak berkualitas. Saat masih menjabat Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum juga kerap diserang Ruhut dengan komentar pedasnya, terkait dengan adanya dugaan keterlibatan Anas dalam Kasus proyek Hambalang, yang kemudian berimbas pemecatan Ruhut dari jabatannya sebagai Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat dimasa kepemimpinan Anas.

Keputusan SBY mengangkat Ruhut sebagai Jubir resmi, sangat berkonsekwensi merugikan partai yang dipimpinnya. Sudah menjadi rahasia umum, dalam berkomentar dan berstatemen Ruhut kerap emosional, dan komentarnya kerap memicu kontroversi. Dalam berkomentar,  Ruhut juga kebanyakan nyeleneh, dan dianggap laksana seorang pelawak, karena itu tak sedikit kalangan menilai, sulit membedakan sosok Ruhut sebagai pelawak dan sebagai wakil rakyat.  Kalau membaca berbagai pemberitaan di berbagai media online yang melansir statemen Ruhut ataupun mengangkat  pemberitaan mengenai Ruhut, sebagian besar dikomentari negatif bahkan jadi bahan olokan pembaca.  
Selain itu, Ruhut juga punya latar belakang yang cacat secara moral terkait pernyataan Ruhut sendiri yang tak mengakui perkawinannya dengan Ana Rudhiantiana Legawati. Tak hanya itu, Cristian Husen Sitompul yang merupakan anak kandung dari hubungan perkawinannya  dengan Ana Rudhiantiana Legawati, juga tak diakuinya sebagai anaknya.  Malah hubungannya dengan Ana Rudhiantiana Legawati yang menghasilkan seorang putra dinyatakannya sebagai hubungan “kumpul kebo”. Secara luas publik sudah mengetahui hal itu dan secara permanen telah tercap sebagai sisi buruk dari Ruhut. Malah  persolan rumah tangga Ruhut tersebut terbukti menjadi salah satu alasan kuat sebagian besar anggota komisi III DPR RI, sehingga menolak dan menggagalkan Ruhut menjadi Ketua Komisi III yang sebelumnya diusulkan oleh Partai Demokrat menggantikan Gede Pasek Suardika.

Sehubungan dengan pernyataan “kumpul kebo” soal perkawinannya itu,  Ruhut pun telah pernah mendapat sanksi dari Badan Kehormatan DPR berupa larangan tidak boleh bicara ke publik karena sering menimbulkan konflik. Dan ironisnya larangan itu kemudian dilanggar Ruhut ketika dia menyerang dan menuding anggota DPR yang menolak pencalonannya sebagai Ketua Komisi III karena terlibat korupsi.

Ada hal yang menarik menjadi pembahasan terkait pengangkatan Ruhut Sitompul sebagai Jubir Partai berlambang mercy tersebut, yakni soal pertimbangan SBY mengangkat Ruhut sebagai jubir partai yang dipimpinnya. Kalau dianalisa secara mendalam pengangkatan Ruhut sebagai salah satu juru bicara resmi Partai Demokrat, bukan berdasarkan pertimbangan yang matang dan pemikiran yang jernih, serta terkesan telah mengabaikan sisi-sisi negatif dari sosok Ruhut.

Sebagaimana diketahui publik, belakangan SBY kerap terlihat galau menyikapi dan menghadapi derasnya hujatan negatif terhadap Partai Demokrat. Realitas yang terjadi yaitu elektabilitas Partai Demokrat dari waktu kewaktu terus menurun. Ditambah lagi konvensi Capres Partai Demokrat juga dinilai tak memberikan manfaat yang signifikan menaikkan citra Partai Demokrat. Justru dinilai level capres yang ikut konvensi dikategorikan sebagai capres divisi II.  SBY juga pernah mengekspresikan kekesalannya dalam wujud kemarahan, karena sorotan publik yang menuding Partai Demokrat sebagai partai sarang para koruptor, termasuk serangan dari kelompok Anas Urbaningrun. SBY juga mengungkapkan kekesalannya terhadap media dianggapnya  jor-joran memberitakan keburukan Partai Demokrat.

Dalam kondisi galau dan kesal karena citra demokrat terus melorot dan tak kunjung terdongkrak ke level positif, serta mengingat bahwa sangat sulit mengembalikan citra Partai Demokrat ditengah banyaknya badai yang menghantam, SBY pun mengambil langkah mengangkat Ruhut sebagai salah seorang Jubir resmi Partai Demokrat. Kendati langkah SBY tersebut nisa dianggap sebagai langkah prustasi, namun pengangkatan Ruhut mungkin bisa saja dianggap SBY salah satu langkah jitu. Sebab Ruhut selama ini memang konsisten membela SBY dari hunjaman kritik, dianggap orang yang tepat dijadikan bumper untuk melawan serangan terhadap SBY dan Partai Demokrat. Apalagi Ruhut dikenal sosok yang tak tahu malu dalam berkomentar. Malah dia mampu dan berani memperburuk citranya sendiri, terbukti dia tak mengakui anaknya dan tak mengakui perkawinannya dengan Ana Rudhiantiana Legawati, dan mengkalim hubungannya sebagai “kumpul kebo”.

Untuk sekedar menghempang serangan terhadap SBY dan Partai Demokrat, dan melakukan serangan balik, memang Ruhut orang yang tepat, soalnya Ruhut termasuk kategori lihai dalam mengcounter serangan. Bahkan dalam berkomentar Ruhut juga orang yang suka menyerang pihak lain. Tak hanya pihak lain, rekan separtainya sendiri acapkali mendapat serangan Ruhut melalui komentarnya.

Bisa saja hal itulah yang menjadi pertimbangan SBY, ditengah rasa prustasinya mencari cara menghempang serangan terhadap Partai Demokrat, sehingga mengangkat Ruhut sebagai salah satu jubir resmi Partai Demokrat. Namun keputusan SBY tersebut dinilai sebagai keputusan konyol. Bahkan keputusan tersebut terkesan instan dan tanpa pertimbangan matang. Saat membuat keputusan tersebut, mungkin SBY tak bisa lagi   berpikir panjang, karena kesal dan galau melihat banyaknya serangan terhadap dirinya dan partai yang dinahkodainya, atau mungkin SBY tak tahu lagi bagaimana membuat siasat  jitu untuk mengembalikan citra Partai Demokrat. Meskipun tanpa pertimbangan matang, namun tak salah jika ditenggarai  SBY memang sengaja mengangkat Ruhut sebagai salah satu juru bicara Partai Demokrat, meskipun SBY tahu konsekwensinya. Atau bisa saja pertimbangannya karena SBY memang sayang kepada Ruhut, sebagaimana pernah dinyatakan Ruhut bahwa SBY sayang kepada Ruhut karena gaya ceplas-ceplosnya.

Dipastikan pengangkatan Ruhut sebagai juru bicara, akan mengokohkan keterpurukan Partai Demokrat. Karena diperkirakan karekter Ruhut tak akan berubah dan diperkirakan pola dan gaya bicara Rahut dalam berkomentar dan berstatemen setelah berstatus juru bicara Partai Demokrat juga takkan berubah. Dan itu akan tetap memicu antipasti terhadap SBY dan Partai Demokrat.
Perkiraan tersebut akhirnya memang terbukti, baru beberapa hari diangkat jadi juru bicara, secara agresif  Ruhut langsung menyerang Jokowi terkait tingginya elektabilitas Jokowi. Ruhut mengajak Jokowi debat  dan menilai tingginya elektabilitas Jokowi hasil rekayasa lembaga survei dan pemberitaan media. Serangan Ruhut jelas sangat berefek negatif terhadap Partai Demokrat. Pernyataan Ruhut menambah kebencian publik terhadap Partai Demokrat. Tak hanya itu lembagai survei dan media yang dituding Ruhut merekayasa tingginya elektabilitas Jokowi tentunya dibuat gerah dan geram, dan pada gilirannya lembaga survei, terutama media semakin antipati dan benci terhadap Partai Demokrat.

Penilaian dan anggapan bahwa SBY telah membuat keputusan konyol atas pengangkatan Ruhut sebagai juru bicara Partai Demokrat tampaknya tak sekedar penilaian dan anggapan kosong. Kalau SBY tak percaya dan menganggap tak membuat semakin terpuruk citra Partai Demokrat yang memang sudah terpuruk, maka silahkan saja SBY mempertahankan Ruhut sebagai salah seorang juru bicara Partai Demokrat, serta silahkan pula SBY membiarkan Ruhut berkomentar ria sebagai juru bicara dan mengatasnamakan Partai Demokrat. Dan selanjutnya SBY dan Partai Demokrat bersiaplah melihat dan menghadapi kenyataan dan menerima konsekwensi terburuk karena telah mengangkat Ruhut menjadi juru bicara resmi Partai Demokrat.

Baca juga di sini :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA