SBY Konyol,
Mengangkat Ruhut Jadi Juru Bicara Partai Demokrat
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Baru baru ini SBY
mengangkat dan menghunjuk empat orang menjadi juru bicara resmi Partai Demokrat.
Salah satu yang diangkat adalah Ruhut Sitompul. Khususnya dari kalangan
internal Partai Demokrat, tak satupun politisinya yang berani mengkritisai pengangkatan Ruhut.
Mungkin karena pengangkatan Ruhut memang sudah keputusaan mutlak SBY sang
pemegang puncak kekuasaan tertinggi di Partai Demokrat, sehingga tak seorangpun
berani mengkritisi, meskipun tak terpungkiri banyak politisi Partai Demokrat
yang dongkol dan gerah atas pengangkatan Ruhut tersebut.
Kendati hanya bisa
dipendam dalam hati, tentunya tetap ada kekhawatiran dari kalangan politisi
Partai Demokrat atas pengangkatan Ruhut Sitompul sebagai juru bicara resmi
Partai Demokrat. Kekhawatiran tersebut didasarkan penilaian realistis sebelumnya,
dan penilaian terhadap sosok dan karakter Ruhut yang berpotensi mengganggu dan
merusak citra partai, serta berpotensi juga merugikan para politisi Partai
Demokrat. Persoalannya ketika tak berkapasitas sebagai juru bicara saja, Ruhut
acapkali mengeluarkan statemen dan komentar yang membuat gerah rekan
separtainya. Sudah terbukti antara Ruhut dan rekan separtainya kerap berpolemik
karena komentar Ruhut yang dianggap berpotensi merugikan Partai Demokrat dan
merugikan rekan separtainya.
Rekan separtainya yang
pernah merasa dirugikan oleh pernyataan dan komentar Ruhut, diantaranya Soetan
Batugana. Terkait pemeriksaan Sutan Batugana sebagai saksi di KPK terkait kasus
korupsi Proyek Hambalang beberapa waktu lau. Ruhut menyatakan bahwa Soetan
Batugana yang saat diperiksa KPK sudah mengaku menerima suap di acara Kongres
Partai Demokrat di Bandung. Pernyataan
Ruhut pun langsung dicounter Soetan Batugana.
Lalu Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Letjen (purn)TB
Silalahi juga tersudut dan dipermalukan oleh serangan komentar Ruhut. Kritikan
TB Silalahi atas komentar Ruhut soal Anas saat talk show disalah satu stasiun
TV di Batam yang dianggap tak santun dan dapat merugikan Partai Demokrat,
dibalas Ruhut dengan menyerang balik politisi senior Partai Demokrat itu. Sadisnya
Ruhut dengan lantang mengatakan TB Silalahi Jenderal Bintang Tiga yang mentok
dan tak berkualitas. Saat masih menjabat Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas
Urbaningrum juga kerap diserang Ruhut dengan komentar pedasnya, terkait dengan
adanya dugaan keterlibatan Anas dalam Kasus proyek Hambalang, yang kemudian
berimbas pemecatan Ruhut dari jabatannya sebagai Ketua Departemen Komunikasi
dan Informatika DPP Partai Demokrat dimasa kepemimpinan Anas.
Keputusan SBY
mengangkat Ruhut sebagai Jubir resmi, sangat berkonsekwensi merugikan partai
yang dipimpinnya. Sudah menjadi rahasia umum, dalam berkomentar dan berstatemen
Ruhut kerap emosional, dan komentarnya kerap memicu kontroversi. Dalam
berkomentar, Ruhut juga kebanyakan
nyeleneh, dan dianggap laksana seorang pelawak, karena itu tak sedikit kalangan
menilai, sulit membedakan sosok Ruhut sebagai pelawak dan sebagai wakil
rakyat. Kalau membaca berbagai
pemberitaan di berbagai media online yang melansir statemen Ruhut ataupun
mengangkat pemberitaan mengenai Ruhut,
sebagian besar dikomentari negatif bahkan jadi bahan olokan pembaca.
Selain itu, Ruhut juga
punya latar belakang yang cacat secara moral terkait pernyataan Ruhut sendiri yang
tak mengakui perkawinannya dengan Ana Rudhiantiana Legawati. Tak hanya itu,
Cristian Husen Sitompul yang merupakan anak kandung dari hubungan
perkawinannya dengan Ana Rudhiantiana
Legawati, juga tak diakuinya sebagai anaknya.
Malah hubungannya dengan Ana Rudhiantiana Legawati yang menghasilkan
seorang putra dinyatakannya sebagai hubungan “kumpul kebo”. Secara luas publik
sudah mengetahui hal itu dan secara permanen telah tercap sebagai sisi buruk
dari Ruhut. Malah persolan rumah tangga
Ruhut tersebut terbukti menjadi salah satu alasan kuat sebagian besar anggota
komisi III DPR RI, sehingga menolak dan menggagalkan Ruhut menjadi Ketua Komisi
III yang sebelumnya diusulkan oleh Partai Demokrat menggantikan Gede Pasek
Suardika.
Sehubungan dengan
pernyataan “kumpul kebo” soal perkawinannya itu, Ruhut pun telah pernah mendapat sanksi dari
Badan Kehormatan DPR berupa larangan tidak boleh bicara ke publik karena sering
menimbulkan konflik. Dan ironisnya larangan itu kemudian dilanggar Ruhut ketika
dia menyerang dan menuding anggota DPR yang menolak pencalonannya sebagai Ketua
Komisi III karena terlibat korupsi.
Ada hal yang menarik
menjadi pembahasan terkait pengangkatan Ruhut Sitompul sebagai Jubir Partai
berlambang mercy tersebut, yakni soal pertimbangan SBY mengangkat Ruhut sebagai
jubir partai yang dipimpinnya. Kalau dianalisa secara mendalam pengangkatan
Ruhut sebagai salah satu juru bicara resmi Partai Demokrat, bukan berdasarkan
pertimbangan yang matang dan pemikiran yang jernih, serta terkesan telah
mengabaikan sisi-sisi negatif dari sosok Ruhut.
Sebagaimana diketahui
publik, belakangan SBY kerap terlihat galau menyikapi dan menghadapi derasnya
hujatan negatif terhadap Partai Demokrat. Realitas yang terjadi yaitu elektabilitas
Partai Demokrat dari waktu kewaktu terus menurun. Ditambah lagi konvensi Capres
Partai Demokrat juga dinilai tak memberikan manfaat yang signifikan menaikkan
citra Partai Demokrat. Justru dinilai level capres yang ikut konvensi
dikategorikan sebagai capres divisi II. SBY
juga pernah mengekspresikan kekesalannya dalam wujud kemarahan, karena sorotan
publik yang menuding Partai Demokrat sebagai partai sarang para koruptor, termasuk
serangan dari kelompok Anas Urbaningrun. SBY juga mengungkapkan kekesalannya
terhadap media dianggapnya jor-joran
memberitakan keburukan Partai Demokrat.
Dalam kondisi galau dan
kesal karena citra demokrat terus melorot dan tak kunjung terdongkrak ke level
positif, serta mengingat bahwa sangat sulit mengembalikan citra Partai Demokrat
ditengah banyaknya badai yang menghantam, SBY pun mengambil langkah mengangkat
Ruhut sebagai salah seorang Jubir resmi Partai Demokrat. Kendati langkah SBY
tersebut nisa dianggap sebagai langkah prustasi, namun pengangkatan Ruhut mungkin
bisa saja dianggap SBY salah satu langkah jitu. Sebab Ruhut selama ini memang konsisten
membela SBY dari hunjaman kritik, dianggap orang yang tepat dijadikan bumper
untuk melawan serangan terhadap SBY dan Partai Demokrat. Apalagi Ruhut dikenal
sosok yang tak tahu malu dalam berkomentar. Malah dia mampu dan berani
memperburuk citranya sendiri, terbukti dia tak mengakui anaknya dan tak
mengakui perkawinannya dengan Ana Rudhiantiana Legawati, dan mengkalim
hubungannya sebagai “kumpul kebo”.
Untuk sekedar
menghempang serangan terhadap SBY dan Partai Demokrat, dan melakukan serangan
balik, memang Ruhut orang yang tepat, soalnya Ruhut termasuk kategori lihai
dalam mengcounter serangan. Bahkan dalam berkomentar Ruhut juga orang yang suka
menyerang pihak lain. Tak hanya pihak lain, rekan separtainya sendiri acapkali
mendapat serangan Ruhut melalui komentarnya.
Bisa saja hal itulah
yang menjadi pertimbangan SBY, ditengah rasa prustasinya mencari cara
menghempang serangan terhadap Partai Demokrat, sehingga mengangkat Ruhut
sebagai salah satu jubir resmi Partai Demokrat. Namun keputusan SBY tersebut dinilai
sebagai keputusan konyol. Bahkan keputusan tersebut terkesan instan dan tanpa
pertimbangan matang. Saat membuat keputusan tersebut, mungkin SBY tak bisa
lagi berpikir panjang, karena kesal dan galau
melihat banyaknya serangan terhadap dirinya dan partai yang dinahkodainya, atau
mungkin SBY tak tahu lagi bagaimana membuat siasat jitu untuk mengembalikan citra Partai
Demokrat. Meskipun tanpa pertimbangan matang, namun tak salah jika ditenggarai SBY memang sengaja mengangkat Ruhut sebagai
salah satu juru bicara Partai Demokrat, meskipun SBY tahu konsekwensinya. Atau
bisa saja pertimbangannya karena SBY memang sayang kepada Ruhut, sebagaimana
pernah dinyatakan Ruhut bahwa SBY sayang kepada Ruhut karena gaya
ceplas-ceplosnya.
Dipastikan pengangkatan
Ruhut sebagai juru bicara, akan mengokohkan keterpurukan Partai Demokrat.
Karena diperkirakan karekter Ruhut tak akan berubah dan diperkirakan pola dan
gaya bicara Rahut dalam berkomentar dan berstatemen setelah berstatus juru
bicara Partai Demokrat juga takkan berubah. Dan itu akan tetap memicu antipasti
terhadap SBY dan Partai Demokrat.
Perkiraan tersebut
akhirnya memang terbukti, baru beberapa hari diangkat jadi juru bicara, secara
agresif Ruhut langsung menyerang Jokowi terkait
tingginya elektabilitas Jokowi. Ruhut mengajak Jokowi debat dan menilai tingginya elektabilitas Jokowi
hasil rekayasa lembaga survei dan pemberitaan media. Serangan Ruhut jelas
sangat berefek negatif terhadap Partai Demokrat. Pernyataan Ruhut menambah kebencian
publik terhadap Partai Demokrat. Tak hanya itu lembagai survei dan media yang
dituding Ruhut merekayasa tingginya elektabilitas Jokowi tentunya dibuat gerah
dan geram, dan pada gilirannya lembaga survei, terutama media semakin antipati dan
benci terhadap Partai Demokrat.
Penilaian dan anggapan
bahwa SBY telah membuat keputusan konyol atas pengangkatan Ruhut sebagai juru
bicara Partai Demokrat tampaknya tak sekedar penilaian dan anggapan kosong. Kalau
SBY tak percaya dan menganggap tak membuat semakin terpuruk citra Partai
Demokrat yang memang sudah terpuruk, maka silahkan saja SBY mempertahankan
Ruhut sebagai salah seorang juru bicara Partai Demokrat, serta silahkan pula
SBY membiarkan Ruhut berkomentar ria sebagai juru bicara dan mengatasnamakan Partai
Demokrat. Dan selanjutnya SBY dan Partai Demokrat bersiaplah melihat dan
menghadapi kenyataan dan menerima konsekwensi terburuk karena telah mengangkat
Ruhut menjadi juru bicara resmi Partai Demokrat.
Baca juga di sini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar