Konvensi
Sontoloyo
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Semakin mendekati tahap
akhir pelaksanaan Konvensi Capres Partai Demokrat, elektabilitas partai
pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu, tak menunjukkan tanda-tanda peningkatan.
Pagelaran konvensi sendiri seperti tak dilirik publik. Media pun seperti kurang
selera menyajikan kegiatan konvensi, mungkin karena dianggap dan dinilai
informasi tentang konvensi tak menjadi isu pemberitaan menarik, sehingga kurang
mendapat durasi karena minimnya minat publik untuk membaca dan menonton informasi seputar konvensi tersebut. Disamping
itu konvensi dengan sejumlah segmentasi dan agenda poliitik yang sajikan, juga
tak menjadi isu politik yang aktual, sehingga minat publik sangat minim untuk
mengetahui informasinya dan tak selera untuk mengikuti perkembangannya.
Harus diakui di satu
sisi informasi tentang seleksi capres via Konvensi Partai Demokrat ditaklukkan oleh
informasi terkait soal kandidat capres serta sosok capres (maupun sosok yang
masih digadang-gadang jadi capres) partai-partai lain. Aktualitas informasi
tentang sosok Jokowi menenggelamkan sosok para peserta alias kandidat capres helatan
konvensi. Ironisnya informasi dan isu terkait
pencapresan seorang Rhoma Irama, jauh lebih bergaung ketimbang
sosok-sosok kandidat capres yang tengah mengikuti seleksi melalui jalur
konvensi.
Tak hanya itu, sejumlah
informasi aktual juga menenggelamkan informasi tentang konvensi. Informasi soal
penahanan Anas Urbaningrum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan
pemberitaan soal pernyataan ucapan terima kasih Anas terhadap SBY jauh lebih
diminati untuk dibaca dan ditonton serta diikuti perkembangannya. Informasi
soal banjir Jakarta juga ikut meminggirkan pemberitaan tentang konvensi. Bahkan
soal pemberitaan tentang proses sejumlah kasus korupsi diantaranya Kasus Akil,
Kasus Ratu Atut, Kasus SKK Migas, Kasus Century dan sejumlah kasus korupsi
lainnya yang tengah ditangani KPK juga lebih jadi atensi ketimbang pemberitaan
konvensi. Terlebih lagi pemberitaan yang berkaitan dengan Jokowi dan isu
pencapresannya serta aktivitasnya sebagai Gubernur DKI, jauh lebih bergaung ketimbang
berita tentang konvensi. Yang paling dramatis sejumlah berita keburukan yang
terkait dengan Partai Demokrat dan politisinya, termasuk yang berhubungan
dengan SBY dan lingkaran istana, sangat diminati oleh publik dari pada
pagelaran konvensi yang diadakan Partai Demokrat.
Lalu, sosok 11 bakal
capres yang jadi peserta konvensi juga tak mampu memberikan konstribusi untuk
membuat acara konvensi tampak bergema dan meriah. Sosok kandidat capres
konvensi juga tak mendapat respon dan atensi masyarakat. Bahkan sejak ke 11
kandidat capres konvensi tersebut dilepas ke publik, elektabilitasnya tak mampu
menandingi elektabilitas kandidat capres dari partai lain ataupun capres yang
masih digadang-gadang partai lain. Hanya
sosok Dahlan Iskan, Anies Baswedan dan Gita Wiryawan, sedikit menonjol
dibandingnya peserta konvensi yang lainnya, tapi elektabilitas mereka juga tak
mampu menandingi eletabilitas capres dan digadang-gadang jadi capres partai
lain.
Secara umum publik juga
tampaknya kurang berminat dan kurang respon dengan 11 kandidat capres yang
tengah berkompetisi di konvensi capres Partai Demokrat. Kalau dibandingkan
dengan sosok capres partai-partai lain, apalagi dibandingkan dengan Jokowi,
maka kandidat capres konvensi tak ada apa-apanya.
Selain itu, kondisi
Partai Demokrat sekarang ini juga mempengaruhi konvensi. Ada benarnya kata
salah seorang anggota Komite Konvensi Effendi Ghazali bahwa hidup matinya konvensi
tergantung prilaku elite Partai Demokrat. Pengamat Politik dan Pakar Komunikasi
Publik Universitas Indonesia (UI) itu, sebelumnya memprediksi pelaksanaan
Konvensi Capres Partai Demokrat tidak akan meriah tahun 2014, dan itu
dikarenakan prilaku para elit Partai Demokrat. Effendi Ghazali menilai
banyaknya kader partai Demokrat yang diperiksa terkait perkara hukum (kasus
korupsi) sangat menentukan citra Partai Demokrat. Citra Partai menurutnya akan
sangat mempengaruhi popularitas konvensi.
Faktor prilaku para
elite Partai Demokrat yang kerap mengeluarkan pernyataan kontoversial juga
mempengaruhi popularitas konvensi. Dinilainya meskipun sudah dibentuk juru
bicara tapi pola komunikasi Partai Demokrat tak menunjukkan perbaikan. Faktor
yang kedua ini mengarah pada sejumlah elite Partai Demokrat terutama kepada
Ruhut Sitompul. Kalau ditangkap dari penilaian Effendi Ghazali, dapat
disimpulkan bahwa Ruhut Sitompul sebagai juru bicara resmi Partai Demokrat juga
sangat berperan membuat konvensi tak populer.
Disamping pelaksanaan
konvensi yang dinilai kurang bergaung, perjalanan pelaksanaan konvensi juga
terlihat sisi buruknya. Tentu kita masih ingat ketika terkuak jati diri salah
satu anggota komite konvensi yaitu Wisnu Wardhana yang diduga kuat sebagai
pemilik Kernel Oil Ltd. Salah satu
petinggi Kernel Oil yakni Simon Tanjaya dijerat oleh KPK selaku pemberi suap
kepada Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini dalam Kasus Korupsi SKK Migas. PT Kernel
Oil adalah anak perusahaan PT Tri Patra yang menginduk kepada PT Indika Energi milik Wisnu Wardhana.
Lalu muncul hasil
survei yang diumumkan Ruhut Sitompul tanggal 8 Januari yang lalu, yang
dicermati penulis juga sebagai sisi buruk penyelenggaraan konvensi. Hasil survei internal yang menempatkan Dahlan
Iskan dan Pramono Edhi Wibowo diposisi pertama dan kedua, dinilai penulis
sebagai survei fiktif. Diduga sebagai survei fiktif, karena tak ada penjelasan
tetang presentase serta informasi terkait sistem dan metode survei. Apalagi
hasil survei yang di umumkan melalui pernyataan Ruhut hanya dua nama saja, dari
11 peserta konvensi, yaitu Dahlan Iskan di posisi pertama dan Pramono Edhi
menempati posisi kedua. Sementara ada 9 nama lain tak tahu di urutan keberapa
posisinya dari hasil survei yang diumumkan Ruhut. Lalu kapasitas Ruhut yang
mengumumkan hasil survei itu, juga bukan di posisi netral, karena dia adalah
tim sukses Pramono Edhi Wibowo.
Dalam hal inilah penulis
menilai adanya aroma rekayasa untuk memenangkan Pramono Edhi Wibowo di ajang
konvensi. Dan penulis telah membuat tulisan terkait hal itu berjudul “Aroma Rekayasa Memenangkan Pramono Edhi di
Ajang Konvensi” (Silahkan klik dan baca : http://politik.kompasiana.com/2014/01/10/aroma-rekayasa-memenangkan-pramono-edhi-di-ajang-konvensi-626832.html)
Perekembangan lain yang
juga menjadi sisi buruk pelaksanaan konvensi adalah terkait pengunduran diri Hamdi
Muluk dari Komite Audit Survei Konvensi Capres Partai Demokrat. Pengunduran
diri Hamdi Muluk pada pertengah Desember 2013 yang belakangan baru terkuak an
diketahui publik, membuktikan bahwa
konvensi selain tak bergaung juga tak becus penyelenggaraannya.
Menurut Hamdi Mulut,
sebagaimana menjadi alasan pengunduran dirinya, bahwa komite tidak serius
menyusun dan menggarap pelaksanaan konvensi. Intinya aturan main untuk tim
audit tak pernah dibuat, dan surat pengangkatannya secara resmi juga tak pernah
diterimanya. Dijelaskan Hamdi, komunikasi terjalin melalui SMS, termasuk ajakan
komite kapada Hamdi untuk menjadi tim audit.
Kalaupun kemudian
terkait pengunduran diri Hamdi Muluk, Komite Konvensi, melalui Sekretaris
Komite Konvensi Suaidi Marasabessy (Selasa 14 Januari 2014) menyatakan bahwa
Hamdi Muluk masih hanya sebagai calon tim audit. Pernyataan Suaidi Marasabessy dianggap sebuah
lelucon dan dinilai sebagai pernyataan konyol, sebab Suaidi Marasabessy sebelumnya
secara resmi (diberitakan sejumlah media) telah mengumumkan 4 nama yang
ditunjuk sebagai Komite Tim Audit Survei Konvensi Capres Partai Demokrat.
Keempat nama itu adalah Hamdi Muluk, Thamrin Amal Tomagola, Andrinof Chaniago
dan Almuktabar. Aneh dan lucu rasanya, sudah resmi diumumkan, tapi belakangan
dikatakan masih calon.
Ketidak becusan
penyelenggaraan konvensi juga tergambar dari pernyataan Efendi Ghazali, yang mengancam
akan hengkang dari komite konvensi, jika tak ada perubahan sampai akhir bulan
ini. Effendi Ghazali juga mengakui kalau pelaksanaan konvensi semakin tak
jelas. Dicontohkannya, ketika dia diberi tugas oleh pimpinan komite untuk
menganalisa ketidakadilan akses media. Pada saat yang sama dia juga
direkomendasikan untuk bertemu dengan dua tokoh yang dianggap komite mengetahui
persis mengenai permasalahan itu. Lalu kata Effendi Ghazali, setelah tugasnya telah rampung dikerjakan dan telah
dilaporkan, namun sampai sekarang ditunggunya ternyata tak ada kelanjutannya.
Nah, alasan pengunduran
diri Pakar Psikologi Universitas Indonesia itu, dan ancaman dan penjelasan Effendi
Ghazali, membuka tabir buruknya penyelenggaraan konvensi Capres Partai Demokrat.
Buruknya mekanisme penyelenggaran konvensi menurut penulis merupakan kekonyolan,
sebab pelaksanaan konvensi jauh dari
nilai professionalistis atau penuh ketidak beresan. Pengangkatan Hamdi Mulik
sebagai anggot Komite Audit Survei Konvensi tanpa ada Surat keputusan resmi dan
hanya sekedar via SMS adalah tindakan yang paling konyol yang dilakukan oleh
Partai Demokrat yang notabene partai penguasa dan partai pemenang pemilu. Bahkan
Tindakan Hamdi Muluk yang mengundurkan diri via SMS juga menambah kekonyolan
penyelenggaraan konvensi.
Memang penyelenggaranya
adalah partai besar dan partai pemenang pemilu, dan orang-orang yang bekerja
menjalan konvensi juga para politisi tingkat tinggi ditambah kalangan
professional dan pakar dari berbagai latar belakang keilmuan, tapi kenyataannya
konvensi seolah dikelola orang-orang bodoh. Bahkan penulis secara apriori
menilai penyelenggaraan konvensi ternyata tak lebih baik dari penyelenggaran
pemilihan ketua organisasi tingkat kampung ataupun tingkat kelurahan/desa.
Kondisi penyelenggaraan
konvensi yang demikian, menggambarkan bahwa
pelaksanaan konvensi capres juga dapat dikategorikan sebagai helatan
politik kampungan. Bahkan hal yang wajar penulis menilainya sebagai Konvensi Sontoloyo. Terciumnya aroma
rekayasa serta terkuaknya sisi buruk dari penyelenggaraan Konvensi Capres
Partai Demokrat adalah pertimbangan logika bagi penulis berani menyebut
konvensi Capres Partai Demokrat sebagai Konvensi Sontoloyo. Selain itu pengertian Sontoloyo secara
artikulasi adalah konyol, tak beres dan
bodoh. Dan menurut penulis
penyelenggara Konvensi Capres Partai Demokrat faktanya memang memperlihatkan kekonyolon,
ketidakberesan dan kebodohan.
Klik dan Baca di :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar