Ikhlas
kah Megawati Capreskan Jokowi ?
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Nama Jokowi, terus bertengger
di klassemen sementara hasil survei capres terunggul dan beletabilitas tinggi yang
dilakukan sejumlah lembaga survei. Termasuk hasil survei terakhir yang
dilakukan Central for Strategic and
International Studies (CSIS) dan Indikator
Politik. Sejak maraknya survei capres, nama Jokowi tetap menempati nomor
wahid dihampir seluruh lembaga survei dengan raihan persentase nilai
elektabilitas tertinggi, mengungguli nama-nama tokoh-tokoh sohor di negeri ini.
Hal yang fenomenal, Jokowi
unggul di bursa lembaga survei disaat Jokowi belum berstatus capres. Dan yang
dikalahkan oleh sosok yang baru dikenal luas sejak jadi Gubernur DKI Jakarta, adalah
figur yang justru sudah resmi diusung sebagai capres oleh
partai politik, dan juga merupakan figur yang jauh duluan dikenal dari pada
Jokowi. Diantaranya Prabowo yang dicapreskan Partai Gerindra, Abu Rizal Bakri
(ARB) alias Ical dicapreskan Partai Golkar, dan Wiranto dicapresken oleh Partai
Hanura. Dan ketiga tokoh yang sudah resmi diusung partai politik sebagai capres
tersebut berada dibawah Jokowi dengan persentase nilai terpaut jauh.
Posisi Megawati Soekaroputri
yang merupakan pimpinan Jokowi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
juga dikalahkan Jokowi di survei capres. Raihan elektabilitasnya dari hasil
survei terkini, tak hanya kalah jauh dari Jokowi, namun juga berada dibawah
Prabowo, Ical dan Wiranto.
Tingginya elektabilitas
Jokowi dan derasnya gelombang dukungan rakyat termasuk dari internal PDIP agar
Jokowi dicapreskan Pilpres 2014 mendatang, sepenuhnya disadari Megawati sebagai
sebuah fakta politik. Apalagi dia menyadari bahwa elektabilitasnya jauh kalah dari
Jokowi. Hal itu juga telah dilihat
Megawati dari fakta di lapangan, dimana Jokowi memang terbukti sosok yang
merakyat dan disenangi rakyat. Megawati sudah menyaksikan sendiri Jokowi
menjadi fokus perhatian dan lebih mendapat sambutan antusias dari warga warga
ketimbang dirinya ketika dia bersama Jokowi dalam sejumlah kegiatan,. Dan hal
yang seperti disaksikan Megawati itu
pula lah yang terjadi dan tersaksikan ketika Presiden SBY bersama Jokowi dalam
sejumlah acara.
Konstelasi politik menjelang
Pileg dan Pilpres, yang memposisikan Jokowi sebagai sosok yang paling berpeluang menang jika dicapreskan PDIP, mengharuskan Megawati juga
sadar diri bahwa dia tak layak lagi mencapreskan dirinya. Namun keputusan siapa
capres yang diusung PDIP tetap berada ditangan Megawati selaku pemimpin
tertinggi di partai moncong putih tersebut. Meskipun terlihat tak demokratis,
namun begitulah model kepemimpinan dan pengambilan keputusan di PDIP, dimana untuk
pengambilan keputusan politik strategis dan urgen, secara absolut berada
ditangan wanita yang akrab dipanggil Mbak Mega itu.
Sekarang ini publik
masih menunggu siapa kelak yang ditetapkan Megawati sebagai capres. Lalu kapan
soal capres diputuskan Megawati. Apakah setelah atau sebelum pemilihan
legislastif, tak ada yang bisa memastikan dan hanya Megawati lah yang tahu
karena dialah yang berkompeten. Kendati ada wacana yang berkembang pengumuman
capres PDIP di bulan Januari 2014, namun keputusannya tetap ditangan Megawati
selaku penguasa tertinggi di PDIP. Dan perlu diingat bahwa Megawati pernah
mengatakan bahwa soal capres akan diputuskan pada waktu yang tepat.
Pertanyaannya apakah
memang Megawati akan mencapreskan Jokowi ?
Dan apakah Megawati mengikhlaskan Jokowi sebagai Capres yang diajukan
PDIP ?
Besarnya gelombang
dukungan dan derasnya desakan agar Jokowi diusung PDIP sebagai capres,
tampaknya tak bisa dihadang oleh Megawati. Memang pernyataan resmi bahwa Jokowi
akan didaulat sebagai capres belum ada sama sekali, baik dari PDIP maupun dari
Megawati sendiri. Namun kekompakan kedua figur tersebut belakangan ini, dan
pembelaan politisi PDIP atas serangan terhadap Jokowi, bisa ditangkap sebagai sinyal kalau Jokowi
kemungkinan besar dinobatkan sebagai capres PDIP. Selain itu kalangan internal
PDIP, termasuk banyak pengamat meyakini bahwa Jokowi berpeluang besar diusung
oleh PDIP sebagai capres.
Tapi yang namanya politik,
sulit untuk diprediksi. Di dunia politik faktor X bisa merubah segalanya dan
yang terjadi juga bisa pula diluar perhitungan. Lambannya Megawati memutuskan
Jokowi sebagai capres PDIP, mengindikaskan bahwa dinamika politik di tubuh PDIP
masih stagnan, terutama soal
ketegasan Megawati selaku quen maker di
PDIP.
Harus diingat, meskipun
diprediksi kuat bahwa Megawati akan mengusung Jokowi sebagai capres, namun melihat belum adanya
ketegasan soal pencapresan atau belum diputuskannya pencapresan sampai sekarang ini, menimbulkan kesan kalau
Megawati belum sepenuhnya ikhlas mencapreskan Jokowi.
Walaupun banyak
pengamat memprediksi ataupun sejumlah hasil survei mengindikasikan kalau Jokowi
dicapreskan sebelum Pileg akan berpotensi besar membuat PDIP jadi pemenang di
Pilpres, namun itu tak membuat Megawati spontan ikhlas memberikan jatah capres
PDIP untuk Jokowi. Terbukti sampai saat ini kepastian apakah Jokowi di
capreskan Mega masih absurd.
Hasil survei terakhir
dari Central for Strategic and
International Studies (CSIS) yang menempatkan Jokowi pemilik elektabilitas
tertinggi (47,4 persen) dengan jarak hampir 3 kali lipat dari Prabowo yang
menempati urutan kedua (15,8 persen), serta hasil survei terakhir yang
dilakukan Indikator Politik yang
menempatkan Jokowi menang disemua simulasi capres, sebenarnya menjadi fakta
politik mutakhir, yang tak bisa dipungkiri
menjadi refrensi kuat bagi Megawati untuk menetapkan Jokowi sebagai
capres PDI P. Namun hasil survei ditambah kondisi terkini yang semakin
menasbihkan Jokowi sebagai capres yang berpotensi menang satu putaran jika
dicapreskan, juga tak menyentuh dan mengusik sikap Megawati secepatnya
mencapreskan Jokowi.
Justru kesan yang
terdeksi, yakni ada upaya dari internal PDIP sendiri, mencoba memanfaatkan
tingginya elektabilitas Jokowi tersebut untuk mendongkrak kembali popularitas
Megawati. Indikasi kearah itu terlontarnya wacana duet Megawati dan Jokowi di
Pilpres 2013, beberapa hari yang lalu wacana itu kembali dienduskan salah
seorang fungsionaris DPP PDIP. Terlepas endusan wacana tersebut atas restu Megawati
atau tidak, namun wacana tersebut terkesan memang sebagai trik uji coba memanfaatkan
nama Jokowi untuk mendongkel kembali nama Megawati. Hal itu bisa dianggap pertanda
belum ikhlasnya Megawati memberikan jatah capres PDIP kepada Jokowi.
Kalau dikatakan
Megawati belum mengikhlaskan Jokowi sebagai capres PDI P, tentunya harus bisa
dimaklumi. Perlu diingat bahwa PDI P adalah Partai yang didirikan Megawati dan
sampai saat ini kekuasaan di PDIP belum lepas dari genggaman mantan Presiden RI
tersebut dan nilai-nilai Soekarnoisme juga
masih tertanam kuat ditubuh PDIP. Bukan Megawati tak ingin PDIP besar jika
Jokowi di capreskan, namun, bisa saja ada kekhawatirannya jika
Jokowi kelak jadi Presiden PDIP, maka kekuasaannya di PDI P, dan nilai-nilai
Soekarnoisme semakin meluntur,
Mungkin saja Megawati
punya asumsi jauh ke depan, apabila PDI P menjadi partai pemenang di Pileg
karena mencapreskan Jokowi, lalu pada
Pilpres Jokowi juga menang dan menjadi presiden, maka bukan tak mungkin Jokowi
akan semakin kuat berkutat di PDIP. Megawati menyadari bukan tak mungkin
setelah jadi presiden Jokowi didaulat untuk berkuasa di PDIP, sehingga citra
dinasti Megawati di PDIP hanya tinggal nama tanpa ada kekuasaan lagi dan nilai-nilai
Soekarnoisme akan luntur dari PDI P Apalagi Megawati menyadari adanya tradisi
politik yang kerap terjadi, bahwa politisi dan kader partai sangat gampang beralih dan berkiblat kepada sosok yang
tengah berkuasa.
Megawati juga harus
menyadari bahwa, dukungan untuk Jokowi jadi capres sulit terbendung, sehingga Megawati
memang tak ngotot untuk mencapreskan diri
karena jika dia yang menjadi capres akan beresiko menghancurkan PDI P
yang tengah berada diatas angin karena dikaitkan dengan sosok Jokowi yang
merakyat dan disenangi sebagian besar rakyat negeri ini.
Meskipun tak sepenuhnya
ikhlas, sebab dihantui kekhawatiran akan terusiknya masa depan dinasti dan
kekuasaannya di PDI P, namun kebesaran dan kemenangan PDI P di Pileg 2014, mau
tak mau Megawati memang harus mencapreskan Jokowi sebelum pileg digelar.
Ikhlas atau tidak,
Megawati diberikan pilihan apakah mencapreskan Jokowi demi kebesaran PDIP dan
Jokowi berpeluang besar menang di Pilpres, atau tak mencapreskan Jokowi (atau Mega
mencapreskan dirinya) dengan resiko PDI P
berpeluang besar kalah di Pileg 2014, dan Presiden juga bukan dari kader PDI P.
Secara Psikologis wajar
jika Mega tak sepenuhnya bisa ikhlas jika capres PDI P dari luar dinasti
keluarganya atau dari diluar garis keturunan Soekarno. Soal Megawati ihklas
atau tidak hanya dia yang tahu kadarnya dan tak dipungkiri itu memang terpengaruh
dari rasa kekhawatirannya. Bagi publik momen inilah menjadi ajang untuk menguji
kadar keihklasan Megawati. Namun dinamika
politik dan konstelasi politik saat ini
sangat tak memungkinkan Megawati memaksakan figur dari lingkungan keluarganya
atau sosok yang masih garis keturunan Soekarno menjadi capres PDI P. Bahkan
jika misalnya Jokowi yang dicapreskan, Megawati juga sulit memaksakan sosok
yang berasal dari lingkungan keluarganya yang menjadi wacapres mendampingi
Jokowi, karena itu juga beresiko membuat Jokowi kalah bertarung di Pilpres.
Megawati sebaiknya
sadar dan dia harus mengikhlaskan Jokowi jadi capres PDI P. Sebagian besar
rakyat negeri ini menunggu dan sangat mengharapkan Jokowi di capreskan oleh
Megawati. Tentu Megawati tak mau mengambil resiko besar untuk tidak
mencapreskan Jokowi. Adanya rasa khawatir Megawati sehingga putri proklamator
itu tak sepenuhnya ikhlas menyerahkan jatah capres kepada Jokowi, sah-sah saja,
namun rasa khawatirnya tak perlulah berlebihan tak tak perlu terlampau menghantuinya
sehingga mengambil keputusan tak mencapreskan Jokowi sebelum Pileg. Ingat
pencapresan Jokowi sebelum Pileg 2014 sangat menentukan nasib PDIP selanjutnya.
Soal kelanjutan
kekuasaan Megawati di PDIP adalah tergantung bagaimana Megawati mensiasatinya
ke depan. Dan Megawati harus bisa menilai bahwa Jokowi bukanlah sosok pemimpin
yang ambisi dan haus kekuasaan dan bukan sosok yang tak menghargai atau tak
meghormati pimpinan ataupun seniornya,
dan kemungkinan besar tak akan berubah jika misalnya Jokowi sudah jadi presiden.
Megawati adalah quen maker nya PDIP
dan tak ada yang menampik hal itu, bahkan istri Almarhum Taufik Kiemas ini akan
semakin terhormat dan menjadi tauladan jika legowo mencapreskan Jokowi. Apalagi
diluar atribut PDIP, sosok mantan presiden RI ini telah tercatat sebagai
seorang tokoh dan tak salah dikategorikan sebagai ibu bangsa, dan itu juga tergantung Megawati menjaga eksistensi
ketokohannya.
Baca juga di sini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar