Megawati-Jokowi, Skenario Uji Coba
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Ada tiga skenario yang
dienduskan petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI) yang berkenaan
pasangan alon presiden (capres) dan calon
wakil presiden (cawapres) partai mocong putih tersebut. Diantaranya menduetkan
Megawati-Jokowi, menduetkan Jokowi dengan kader PDIP dan menduetkan Jokowi dan
berkoalisi dengan partai lain dengan mengusung Jokowi sebagai capres. Nama
Jokowi masuk dalam ketiga skenario. satu skenario dalam poisisi sebagai
cawapres dan dan dua skenario dalam poisi sebagai capres.
Yang menarik untuk
disikapi adalah skenario pertama yang menduetkan Megawati-Jokowi. Kata Hasto, politisi PDIP yang pertama sekali
mengenduskan ketiga skenario tersebut, bahwa skenario menduetkan Megawati-Jokowi
merupakan hasil kajian dan survei,dan katanya lagi internal PDIP masih
mengharapkan sosok kepemimpinan Megawati untuk mengatasi persoalan krisis
bangsa yang sangat berat, dan Megawati pun akan berfungsi menjadi pelindung
Jokowi.
Sepertinya agak sumbang
terdengar dan terasa ada keraguan soal kebenaran adanya kajian dan survei yang
dikatakan Hasto. Namun, benar-tidaknya ada survey, lalu kapan pula hal itu dikaji
dan di survei oleh PDIP, hanya Hasto lah yang tahu, karena dia yang
mengenduskannya ke publik. Skenario menduetkan Megawati-Jokowi yang konon
katanya merupakan keinginan internal PDIP berdasarkan hasil kajian dan survei, kesannya
memang sengaja dimunculkan ke publik. Apakah Hasto mengenduskan itu atas
sepengetahuan Megawati atau memang atas suruhan Megawati, ataupun memang atas
inisiatifnya sendiri, atau juga memang benar kajian dan survei, yang pasti skenario
duet Megawati-Jokowi memang sengaja dimunculkan ke publik untuk dijadikan
wacana sampai menjelang ditetapkannya capres PDIP oleh Megawati..
Skenario menduetkan
Megawati-Jokowi, terasa kental maksud politiknya. Selain untuk dijadikan opsi,
tak keliru kalau dianggap munculnya skenario duet Megawati-Jokowi,
mengindikasikan bahwa Megawati masih berambisi menjadi capres, dengan kata lain
Megawati juga belum sepenuhnya rela kalau capres PDIP jadi jatah Jokowi,
kendati Jokowi kader PDIP dan arus dukungan untuk jokowi agar dijadikan capres
oleh PDIP semakin menguat.
Memang Megawati menyadari bahwa dirinya tidak lagi punya modal
elektabilitas untuk mendukung dirinya mencapres, dan Megawati menyadari juga kalau
publik lebih menginginkan Jokowi yang dicapreskan PDIP dengan elektabilitasnya
sangat tinggi bahkan mengalahkan capres yang telah lebih diusung partai lain. Namun
harus diingat bahwa Megawati punya kompetensi yang besar untuk menentukan siapa
capres yang diusung PDIP.
Bisa saja Megawati
bertindak apriori dan menetapkan dirinya menjadi capres, tanpa pertimbangan
apapun, Bahkan Jokowi tidak bisa berkutik jika dijadikannya wacapresnya, sebab kewenangan
itu memang ada pada Megawati, dan dialah quen
makernya PDIP. Namun, mengingat besarnya dukungan publik agar Jokowi jadi
capres, apalagi Jokowi berpeluang menang jika dicapreskan, serta pengaruh dan
nilai jual sosok Jokowi berpotensi memenangkan PDIP pada Pileg 2014 mendatang,
dan diramalkan jika Jokowi dicapresken sebelum pileg maka elektabilitas PDIP
meningkat dua kali lipat, membuat Megawati
tak mau bertindak konyol mengambil langkah mencapreskan dirinya, karena cara
itu akan berpotensi menghancurkan citranya dan menghancurkan PDIP yang tengah
berkibar.
Memunculkan dan
mewacanakan skenario duet Megawati-Jokowi, ke publik, tampaknya merupakan
satu-satunya cara untuk mencari peluang agar bisa mencapreskan Megawati. Meskipun
skenario ini terkesan dipaksakan, dan dibuat seolah jadi opsi (pilihan), yang
pasti skenario duet Megawati-Jokowi, tetap lebih dominan menjual sosok Jokowi,
ketimbang menjual sosok Megawati yang tak lagi punya nilai jual dan tak
diharapkan publik untuk jadi capres PDIP. Sementara dua skenario lainnya juga
sengaja sama-sama diwacanakan dengan skenario duet Megawati-Jokowi, dengan
maksud menjadi peredam agar publik tak kecewa dan tak langsung responsif dengan
skenario pertama yang menduetkan Mega-Jokowi.
Artinya dengan masuknya
(dimasukan) nama Jokowi yang di ketiga skenario capres tersebut, PDIP diharapkan
publik tetap berpersepsi bahwa sosok Jokowi lah lebih dominan di tiga skenario
tersebut, sehingga publik tidak langsung
berpandangan negatif menilai skenario pertama yang menduetkan Megawati-Jokowi.
Jadi PDIP terkesan hati-hati mengenduskan skenario duet Megawati-Jokowi, karena
khawatir mengecewakan mencederai kalangan perasaan arus bawah yang memang real mendukung Jokowi jadi capres.
Memang duet
Megawati-Jokowi masih sebatas skenario yang diwacanakan, bahkan tak salah kalau
dianggap sebagai uji coba menjual duet Megawati-Jokowi sebelum ditetapkannya
capres PDIP dengan tujuan apakah bisa diterima publik atau tidak, dan sekaligus untuk melihat situasi apakah masih
ada peluang Megawati dicapreskan tanpa menpengaruhi elektabilitas PDIP dan
tanpa mengecewakan publik yang menginginkan Jokowi jadi capres PDIP, sebagaimana
diketahui bahwa pengaruh Jokowi apalagi jika dicapreskan oleh PDIP berpeluang
besar memenangkan PDIP di Pileg 2014 nanti.
Uji coba dengan
menggunakan skenario menduetkan Megawati-Jokowi, memang tak menjadi polemik yang
berlebihan, Namun publik dan arus bawah khususnya komunitas masyarakat yang
mendukung dan menginginkan Jokowi jadi capres, bukan berarti tak merasa kecewa
dengan munculnya skenario tersebut. Kekecewaan publik dan arus bahwa tergambar
dari komentar-komentar pembaca terhadap
pemberitaan terkait skenario menduetkan Megawati-Jokowi di media-media online. Sebagian besar yang
berkomentar menilai negatif atas skenario duet Megawati-Jokowi. Sangat banyak
komentar yang mencibir dan tak sedikit pula komentar yang mengatakan takkan
memilih Megawati sebagai capres meskipun Jokowi wacapresnya. Bahkan ada pembaca
yang menuliskan komentar mengklaim seluruh keluarganya takkan memilih Megawati
jika dicapreskan. Ada juga yang mengaku kecewa terhadap Jokowi jika mau
diwacapreskan dengan Megawati.
Kalau Megawati dan
petinggi PDIP menginginkan PDIP menjadi partai pemenang, sepatutnya skenario menduetkan
Megawati-Jokowi yang diwacanakan dan dijadikan opsi serta uji coba untuk
mencari peluang mencapreskan Megawati, jangan sampai terealisasi. Jika pun
akhirnya Megawati memaksakan skenario menduetkan dirinya berpasangan dengan
Jokowi sebagai sebagai pasangan capres-wacapres yang diusung PDIP, apalagi jika
ditetapkan sebelum Pileg 2014, maka PDIP harus bisa menerima konsekwensi tidak
berpeluang menjadi partai pemenang di
Pileg 2014, karena arus bawah yang komunitasnya sangat besar memang
menginginkan Jokowi jadi capres, kemungkinan besar tidak akan memilih PDIP di Pileg 2014.
Mungkin tak hanya sekedar itu, simpatisan PDIP yang juga simpati dengan Jokowi bisa
jadi kecewa dan mengambil sikap mengalikan pilihan dari ke partai lain.
PDIP juga takkan akan
mungkin melakukan kekonyolan memaksa Jokowi meyakinkan publik terutama arus
bawah yang mendukungnya jadi capres, agar mendukungnya juga ketika dia diposisikan
cawapres. Dan seandarinya pun Jokowi diarahkan untuk itu, tampaknya mustahil akan dilakukan Jokowi, karena
resiko politiknya sangat besar dan berpeluang menghancurkan citra Jokowi, serta
menjadi celah bagi lawan politik untuk menghancurkan kredibilitas Jokowi. Lalu
kalaupun dilakukan, juga tak menjamin akan efektif, sebab untuk urusan
kepentingan politik, publik dan arus bawah tak bisa diarahkan dan dikooptasi
Jokowi, karena publik dan arus bawah mendukung Jokowi bukan karena perintah dan
arahan, tapi karena murni berdasarkan penilaian positif terhadap sosok Jokowi
yang dinilai sebagai pemimpin yang benar-benar merakyat dan berpihak kepada
rakyat.
Skenario menduetkan
Megawati-Jokowi, sudah dienduskan. Skenario itu sudah jadi wacana dan muncul
anggapan segaja dimunculkan untuk jadi salah satu opsi atau pilihan. Tak tak
keliru juga dianggap sebagai uji coba untuk melihat situasi apakah Megawati
berpeluang untuk dicapreskan. Meskipun dimunculkan sebagai ujicoba, namun skenario menduetkan
Megawati-Jokowi tersebut sangat beresiko. Sekecil apapun resikonya, yang jelas skenario
ujicoba yang telah mewacana tersebut, telah memicu penilaian negatif dan
membuat publik bisa membaca sikap Megawati yang ternyata belum rela jatah capes
PDIP jatuh ke tangan Jokowi, dan menggambarkan bahwa ternyata Ketua Umum PDIP
itu masih berambisi menjadi capres.
Terlepas Megawati masih
berambisi jadi capres dan tak rela memberikan jatah capres PDIP ke Jokowi, dan
terlepas Megawati masih berambisi jadi capres, Megawati dan PDIP harus menyadari
dan mempertimbangkan fakta dan hasil survei dari sejumlah lembaga survei yang
terus menempatkan Jokowi tetap bercokol ditempat
teratas capres berelektabilitas tertinggi dan berpeluang menang di Pilpres jika
dicapreskan. Megawati dan PDIP juga harus wanti-wanti, karena setelah
terendusnya skenario menduetkan Megawati-Jokowi, sebuah lembaga survei melalui
hasil surveinya telah menobatkan Jokowi sebagai Capres Setengah Dewa, dengan alasan
partai mana saja (termasuk partai kecil) yang mencapreskan Jokowi sebelum Pileg
2014, elektabilitas partai itu akan naik secara drastis.
Baca
juga di sini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar