SBY
Undang Jokowi,
Ruhut
Semakin Kerdil dan Terkucil
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Pertemuan SBY dengan
Gubernur DKI Jakarta Jokowi, di Istana Negara (Jumat, 27 November 2013)
merupakan hal yang lumrah kalau dilihat dari sisi struktural pemerintahan, karena
Presiden adalah atasan gubernur. Secara
politis memang pertemuan itu terkesan dikait-kaitkan dengan masalah
pencapresan. Soalnya pertemuan SBY dan
Jokowi terjadi beberapa hari setelah
pertemuan Prabowo Subianto dan SBY serta
pertemuan Yusril Ihza Mahendara dengan SBY.
Diluar pandangan secara
politis, pertemuan SBY dengan Jokowi, dianggap spesial dan menempatkan sosok Jokowi
seperti tamu istimewa. Salah satu keistimewaannya karena kehadiran Jokowi
adalah atas inisiatif dan undangan SBY, (SBY juga mengundang Wakil Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahya Purnama alias A Hok, meskipun tak ikut hadir). Tak pernah
terdengar selama ini SBY mengundang seorang gubernur secara khusus. Kalaupun
ada pertemuan Presiden SBY dengan gubernur, paling hanya pertemuan resmi antara
Presiden secara kolektif dengan seluruh gubernur yang ada di republik ini.
Ataupun pertemuan yang sifatnya karena ada acara seremoni, atau saat presiden
berkunjung ke daerah.
Tak hanya itu, dalam
pertemuan itu juga mensyiratkan bahwa SBY sangat menghargai dan mengapresiasi
sosok Jokowi. SBY menilai positif kinerja Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta,
terbukti dalam pertemuan keduanya, SBY menawarkan kepada Jokowi agar
menyampaikan langsung kepada SBY persoalan-persoalan yang memerlukan dukungan
pemerintah pusat untuk mendukung kinerja Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Lalu kalaupun dikatakan
pertemuan tersebut terjadi karena Jokowi adalah Gubernur yang memerintah di DKI
Jakarta yang juga tempat berdomisilinya pusat kedudukan pemerintahan negara
yang dipimpin Presiden SBY, sehingga memang dituntut harus terjalin kordinasi
karena adanya kepentingan langsung pemerintah pusat, tapi tak mengurangi nilai
istimwa dari pertemuan antara Presiden SBY dan Gubernur DKI Jakarta Jokowi
tersebut, sebab SBY sebelumnya tak pernah terdengar mengundang khusus Gubernur DKI
Jakarta sebelumnya, baik Sutiyoso maupun Fauzi Bowo.
Sebenarnya sangat
menarik kalau mengkaitkan pertemuan SBY dan Jokowi tersebut dengan
serangan-serangan beraroma caci maki yang diarahkan Ruhut Sitompul terhadap
Jokowi selama ini. Tentu kita ingat bagaimana pernyataan-pernyataan kontroversial
yang keluar dari mulut Ruhut saat menyerang Jokowi. Dikatakannya Jokowi tak
berhasil membenahi Jakarta karena ditangan Jokowi Jakarta makin amburadul
dan makin semrawut serta macet dan
banjir makin parah. Lalu dikatakannya blusukan yang dilakukan Jokowi hanyalah
pencitraan saja. Dikatakannya juga Jokowi tak pantas jadi Gubernur karena tak
ada track recordnya. Bahkan tingginya elektabilitas Jokowi dinilai Ruhut hanya
rekayasa lembaga survei. Tak sekedar itu Ruhut tak meragukan tingginya
elektabilitas Jokowi karena harus dibuktikan dengan kemampuannya dalam debat
terbuka, sehingga Ruhut pun menantang Jokowi debat terbuka. Banyak lagi
serangan yang bernuansa caci maki yang diarahkannya kepada Jokowi. Tak ketinggalan soal maraknya dukungun
terhadap Jokowi untuk jadi capres pun dinilai sinis oleh Ruhut dengan
mengatakan pedagang mebel tak level jadi presiden.
Sebenarnya serangan
dengan berbagai pernyataan-pernyataan negatit yang dilontarkan Ruhut terhadap
Jokowi selama ini, hanya sekedar memekakkan telinga, dan menghasilkan kegeramam
publik terhadap Ruhut. Pernyataann Ruhut yang dinilai sangat kontroversial dan substansi dari tudingannya terhadap
Jokowi sangat kontradiktif dengan fakta
sebenarnya, apalagi tercetus dengan tutur yang tak beretika, telah membut sosok
Ruhut kerdil dan terkucil dimata publik.
Pertemuan SBY dan
Jokowi, yang berlangsung atas inisiatif SBY dan secara tak langsung memang
dikondisikan agar terpublikasi, membuat sosok Ruhut semakin kerdil dan semakin terkucil
dimata publik. Soalnya SBY yang selama dibela Ruhut secara membabi buta, dan diklaim
Ruhut sayang sama dia, ternyata berbeda pandangan dalam menilai sosok Jokowi. Bahkan
dalam pertemuan tersebut SBY terkesan menghormati dan menghargai Jokowi. Inti
pembicaraan juga mengesankan keakraban dan tak ada terlihat kesan arogansi yang
diperlihatkan SBY atasan terhadap Jokowi sebagai bawahan.
Sementara, Ruhut
sendiri yang katanya sangat disayangi SBY tak pernah terdengar diundang khusus
atau secara personal oleh SBY. Kalaupun Ruhut bertemu dengan SBY mungkin hanya
sebatas dalam pertemuan kolektif yang
berkaitan dengan urusan Partai Demokrat, dimana SBY selaku pimpinan tertinggi
partai tersebut. Dan dalam hal urusan Partai Demokrat juga tak pernah juga
terdengar terjadi pertemuan khusus antara SBY dan Ruhut, dan publik tak yakin pernah
ada pertemuan secara personal antara Ruhut dan SBY, karena Ruhut hanya sebatas keroco
di Partai Demokrat, bahkan dalam kepengurusan baru Partai Demokrat setelah SBY
menjadi Ketua Umumnya, Ruhut tak masuk dalam jajaran pengurus DPP. Sebagai juru
bicara pun Ruhut juga terbilang baru diangkat oleh SBY.
Ironisnya, secara tak
langsung melalui sikap SBY yang tampak apresiatif terhadap Jokowi, maka
terbantahlah pernyataan Ruhut yang mengklaim bahwa SBY sayang sama dia. Jika
demikian kasihan juga si Ruhut alias “ Si Poltak Raja Minyak dari Medan” ini. Jokowi
yang dihujatnya dengan kata-kata kasar ternyata lebih dihormati dan dihargai
SBY.Ini artinya ternyata Ruhut tak ada apa-apanya di mata SBY, dan kalaupun
baru diangkat sebagai Jubir Partai Demokrat, mungkin karena dia dikenal tak
punya rasa malu dan sangat cocok dimanfaatkan dan dijadikan bumper untuk membela
Partai Demokrat yang tengah mendapat hujatan bertubi tubi, ataupun mungkin
untuk sekedar menghibur si Ruhut yang gagal jadi Ketua Komisi III DPR RI.
Klik
dan baca juga di sini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar