Profesor
Yusril Nyapres, “Nafsu Besar Tenaga
Kurang”
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Kepakaran Prof Dr
Yusril Ihza Mahendra SH Msc, di bidang hukum tidak perlu diragukan. Guru Besar
Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut adalah Ahli hukum tata Negara, dan
berpengalaman di pemerintahan, Kecerdasannya sebagai sosok Profesor di bidang hukum
pun tak hanya sebatas teori. Dia juga berprofesi sebagai praktisi hukum
(advokat),
Sebagai ahli hukum dan
praktisi, Yusril terbilang sosok yang lihai dan cerdas memanfaatkan celah
hukum. Beberapa kali pihak pemerintah dibuatnya gigit jari dan bertekuk lutut.
Gugatan judicial review yang diajukan Yusril terhadap sejumlah peturan dan kebijakan
yang dibuat pemerintah atau lembaga pemerintah, berhasil dimenangkannya. Karena
kepiawaiannya itu juga Yusril terbukti berhasil melepaskan diri dari jeratan
kasus korupsi Sisminbakum yang sempat menjadikannya berstatus tersangka. Bahkan
surat pencekalan yang dikeluarkan Kejaksaan Agung atas dirinya berhasil
dilemahkannya dengan senjata judicial review. Terakhir Yusril melalui judicial
reviewnya berhasil meloloskan Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai peserta pemilu
2014, setelah sebelumnya hasil KPU menetapkan PBB tak lolos verifikasi.
Dunia politik juga menjadi
bagian hidup Yusril, dan itu sinkron dengan eksistensinya sebagai pakar hukum
tatanegara maupun sebagai praktisi. Peranannya memberi advis kepada Presiden
Suharto agar mundur saat bergulirnya reformasi, membuat Yusril menjadi sosok
yang diperhitungkan di kancah perpolitikan nasinal. PBB adalah salah satu
partai yang kelahirannya dibidani dan dipimpin oleh Yusril diawal era
reformasi, dan di partai itulah Yusril memulai kiprahnya di dunia politik
praktis. Lalu hasil pemilu pertama era reformasi Yusril pun berhasil berada di
lembaga legislatif, dan menjadi salah satu tokoh sentral poros tengah saat itu,
sehingga Abdulrahmah Wahid alias Gusdur terpilih menjadi Presiden RI
mengalahkan Megawati. Tak hanya itu tiga kalai jabatan Menteri pun dipegangnya,
yakni Menteri Hukum dan Per Undang-Undangan di Kabinet Persatuan Nasional di masa
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahir (Gus Dur), Menteri Hukum dan HAM di
Kabinet Gotong Royong dimasa pemerintahan Presiden Megawati, dan Menteri
Sekretaris Negara di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dimasa pemerintahan
Presiden SBY periode pertama.
Profesor Yusril telah
resmi diproklamirkan sebagai bakal calon presiden yang diusung oleh PBB, yaitu
partai yang merupakan rumah politik yang dibangun Yusril di awal reformasi.
Pencapresan itu adalah cita-cita dan tujuan politik dari Ketua Dewan Syuro PBB
tersebut. Dan kini dia sudah berstatus capres yang diusung PBB, kendati belum
berstatus capres resmi pada Pilpres, karena masih menunggu hasil proses dari
agenda politik selanjutnya.
Menarik dan sedikit
menggelitik terkait pencapresan Sang Profesor tersebut. Pertama pencapresan
Yusril sengaja di deklarasikan di Surabaya Jawa Timur karena diklaim sebagai basis
suara PBB, namun kenyataannya sangat kontradiktif sebab massa yang hadir didaerah
tempat acara deklarasi yang diklaim sebagai basis masa PBB ternyata hanya dihadiri
ratusan orang. Dari gebyar dan banyaknya massa deklarasi pencapresan Yusril kalah
jauh dengan massa yang hadir pada sejumlah acara deklarasi Calon Bupati,
Cawalkot maupun Cagub yang pernah
berlangsung di beberapa daerah.
Lalu pencapresan Yusril
yang dibaluti slogan “Bangun Negeri Tanpa
Korupsi” juga memunculkan pesimitis, sebab Yusri yang terrefleksi dalam
sejumlah tindakannya terbukti tak mendukung pemberantasan korupsi. Dia dan PBB
menjadikan Susno Duaji sebagai Caleg DPR
RI di saat mantan Kabareskrim Polri itu masih tersangkut kasus korupsi dan
tengah menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung. Lalu pasca keluar Putusan MA
yang menolak kasasi Susno, Yusril terang-terangan membackup penolakan Susno
saat hendak dieksekusi oleh kejaksaan, dengan mengerahkan massa PBB menghalangi
proses eksekusi, serta mendampingi saat Susno diamankan di Polda Jawa Barat. (baca : http://hukum.kompasiana.com/2013/04/28/langkah-konyol-sang-profesor-555180.html
dan http://ali-dolisimbolon.blogspot.com/2013/04/langkah-konyol-sang-profesor.html
Selain itu masih ada fakta
lain Yusril dan PBB mencalegkan figur yang masih tersandung kasus korupsi.
Caleg dimaksud telah di vonis dengan hukuman 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan
Tipikor Medan, dan hukuman itu dikuatkan oleh putusan ditingkat banding oleh Pengadilan
Tingkat Medan, dan saat ini masih tengah menunggu keputusan kasasi MA. Sosok
caleg tersebut adalah mantan Bupati Simalungun Sumatera Utara Drs Zulkarnain
Damanik MM, yang diusung PBB sebagai caleg DPR RI dari Dapil Sumut 3.
Berangkat dari fakta
itu penulis menilai, slogan yang diusung Yusril sebagai capres yaitu “Bangun
Negeri Tanpa Korupsi” menjadi sebuah slogan kosong alias jargon pepesan. Dan
tak salah jika slogan tersebut digemakan untuk menambah daya tarik dan mencari respon simpati dari pencapresan
Yusril yang punya kapasitas dibidang hukum. Slogan itu juga mengambarkan seolah
Yusril adalah capres yang konsen dan komit memberantas korupsi.
Slogan yang nyaris sama
dengan slogan Partai Demokrat sebelum berkuasa yaitu “Katakan Tidak Pada
Korupsi” yang faktanya belakangan tidak sesuai dengan slogannya, sebab setelah berkuasa justru yang jadi pelaku
korupsi adalah para petinggi Partai Demokrat, bahkan yang terjerat diantaranya yang
ikut tampil beriklan ria menggemakan slogan tersebut.
Melihat pencapresan
Yusril yang kurang bergaung, dan usungan slogan yang dinilai kontradiktif
dengan fakta terdahulu, menggambarkan bahwa pencapresan Yusril masih sebatas berada
pada tataran ambisi seorang figur yang merasa masih diperhitungkan dikancah
perpolitikan nasional. Kendati Yusril menampik adanya anggapan dia terlalu
ambisius dalam mengejar kursi presiden.
Secara ketokohan, tak
ada yang menampik kalau Yusril merupakan salah satu tokoh yang punya nama.
Kepakaran dan kepiawaiannya sebagai ahli hukum dan praktisi hukum serta
pengalaman dipemerintahan tak perlu diragukan. Sebagai politisi diapun dianggap
politikus hebat dan punya pengalaman. Namun kalau Yusril menampik dia tidak
ambisius, seharusnya pendeklerasiannya sebagai capres tidak dilakukan sebelum
tahu hasil yang diraih PBB pada Pileg 2014. Ini adalah persoalan capaian PBB
sebagai kekuatan politik yang mendukung pencapresanYusril. Yusril seharusnya
menyadari kekuatan PBB sejak berdiri hanya sebagai kekuatan penggembira, yang
dari Pileg ke Pileg tak mampu meraih kekuatan suara yang signifikan untuk
menggiring capres sendiri, malah pada pemilu legislatif 2009 lalu, PBB tak bisa
menempatkan legislatornya di Senayan, karena PBB tak berhasil lolos
Parlementary Threshold.
Dan diprediksi hasil
Pileg 2014 PBB juga masih sangat-sangat diragukan bisa meraih suara untuk
menggiring capresnya sendiri. Malah sebaliknya, PBB diprediksi sangat
berpeluang akan mengalami nasib yang sama seperti pada pemilu 5 tahun yang lalu.
Hasil survei elektabilitas partai dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang diumumkan
bulan oktober2013 lalu, serta survei terbaru dari elektabilitas survei dari
Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), sama-sama memprediksi PBB termasuk salah satu
tak bisa menempatkan legislatornya di senayan, karena tak lolos Parlementary
Threshold.
Sebagai seorang pakar
seharusnya Yusril sudah bisa memprediksi bahwa raihan suara PBB berpeluang bakal
tak jauh dari hasil pileg sebelumnya. Hasil survei partai dan survei capres,
nama PBB dan nama Yusril juga tetap berkutat
di kisaran angka nol koma sekian persen. Meskipun Yusril mengaku tak percaya
dan tak terpengaruh hasil survei, tapi disatu sisi Yusril menyadari kalau dia
juga meragukan bisa menjadi capres yang ikut bertarung di Pilpres mendatang,
untuk itulah diapun kembali mempertaruhkan krediblitasnya dengan melakukan
resistensi hukum yaitu men judicial review kan UU Pilpres yang ke Mahkamah
Konstitusi, dengan tujuan agar bisa bertarung merebut RI 1 pada Pilpres 2014
mendatang.
Kalaupun Yusril
menyadari bahwa PBB, sangat sulit untuk menggiring capres sendiri, tentu
pencapresan Yusril tersebut memang sangat dipaksakan, dengan mengharapkan bisa
ikutkompetisi capres menunggu keajaiban yang turun dari MK. Pencapresan Yusril
oleh PBB ibarat kata pepatah “Nafsu besar
tenaga kurang”, berambisi jadi capres tapi tak di dukung oleh kekuatan
politik yang kuat untuk mendukungnya.
Kalaupun pencapresan
Yusril ada maksud politik tertentu, setidaknya untuk sekedar menjaga eksistensi
Yusril agar tetap bergaung dan tetap sebagai tokoh yang diperhitungkan. Dan kemungkinan
juga pencapresan itu digaungkan sebagai
umpan untuk mendapatkan nilai tawar untuk posisi cawapres, dan itupun kalau
saat diajak berkoalisi raihan suara PBB dianggap pantas mendapat jatah cawapres.
Kalau tidak atau misalnya posisi PBB justru sama dengan hasil pemilu 2009
sebagaimana diprediksikan, maka deklarasi Sang Profesor Yusril sebagai capres
PBB memang pantas dikiaskan seperti kata pepatah “nafsu besar tenaga kurang”, dan pendeklerasian Yusril sebagai
capres oleh PBB hanya tinggal kenangan.
Penulis : M Alinapiah
Simbolon
Baca juga di sini :
https://www.facebook.com/notes/m-alinapiah-simbolon/profesor-yusril-nyapres-nafsu-besar-tenaga-kurang/1015184785296864
Tidak ada komentar:
Posting Komentar