Ketika Istana, Dirangkap Jadi Kantor Partai Demokrat
Oleh : M Alinapiah Simbolon
Hujanan kritik
tertuju kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena temu pers yang digelar
Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Presiden, Rabu tanggal 17 April 2013 sekitar
jam 20.00 WIB. Soalnya agenda temu pers yang di gelar di Istana Keperesidenan
tersebut tak ada kaitannya dengan pemerintahan. Malah yang disampaikan
berkaitan dengan Partai Demokrat, dimana dalam temu pers tersebut SBY
mengklarifikasi seputar pemberitaan yang menyebutkan SBY pernah menawarkan
Jabatan tertentu di Kepengurusan Partai Demokrat kepada Yenny Wahid putri
Almarhun Gus Dur tersebut.
Disengaja SBY atau
memang dia khilaf, sehingga persoalan Partai Demokrat dibahas di Istana Negara,
hanya SBY yang tahu. Wajar jika banyak pihak yang keberatan terkait masalah
itu. Sorotan tajam pun dan tudingan miring pun datang bertubi-tubi. Tak
elok,…tak etis… merupakan penggalan kalimat yang ditujukan kepada SBY. Ada yang
mengusik soal rangkap jabatan SBY. Ada yang menilai SBY telah menurunkan
maruah Istana. SBY juga dituding menggunakan alat negara untuk urusan
partainya. Dan ada yang kembali menegaskan tidak konsistennya SBY.
Kritikan itu
memang direspon oleh pihak SBY. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik,
Daniel Sparingga, seakan tak ingin berpolemik menyikapinya. Dikatakannya hal
itu sama sekali bukan persoalan partai atau politik. Sementara dari pihak
Partai Demokrat, meresponnya sedikit menantang. Ketua Harian DPP Partai
Demokrat Syarif Hasan, justru berpendapat tak masalah jika SBY berbicara masalah
partai di kompleks Istana Presiden, tentunya dengan alasan mencari pembenaran.
Yang perlu jadi
bahan renungan, SBY selaku presiden yang nota bene pemimpin tingkat tertinggi
di republik ini, seharusnya bisa menjalankan tugas kepresidenan yang diembannya
secara professional dan proposional Temu pers membicarakan persoalan Partai
Demokrat di Istana Kepresidenan telah terjadi, dan memang tak ada aturan yang
membolehkan dan tak ada pula sanksi aturan jika telah dilakukan.
Yang sangat
disayangkan adalah Daniel Sparingga selaku Staf Khusus SBY Bidang Komunikasi
Politik, terlihat tak menunjukkan perannya, sehingga temu pers yang berkaitan
dengan Partai Demokrat bisa berlangsung di Istana Kepresidenan, jika sebelumnya
dia tahu kalau SBY akan melakukan temu pers yang berkaitan dengan Partai
Demokrat di Istana Kepresidenan. Apabila Daniel Sparingga memang tak tahu
rencana temu pers tersebut, berarti SBY lah yang memang tak melakukan
komunikasi terlebih dahulu dengan Daniel Spraringga selaku Staf Khususnya,
sebelum menggelar temu pers yang berkaitan dengan Partai Demokrat di Istana
Kepresidenan.
Terkait temu pers
itu, maka tudingan “tak etis” dan “tak elok”, memang menjadi penggalan kalimat yang
tepat ditujukan kepada SBY. Dan selaku Presiden, SBY pantas dianggap tak profesional
dan tak profersional, karena menggelar temu pers terkait masalah Partai
Demokrat di Istana Kepresidenan. Kalau dinilai hal itu terjadi karena posisi SBY
yang saat ini rangkap jabatan, memang itulah kenyataannya. Karena tak mungkin
SBY (sengaja ataupun khilaf) menggelar
temu pers membicarakan hal yang berkaitan dengan Partai Demokrat di Istana
Kepresidenan, jika dia tak berposisi
sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Tak bisa dipungkiri
kalau SBY tidak berbicara soal Partai Demokrat di Istana Kepresidenan. Sebenarnya selain temu
pers tersebut, SBY juga pernah membicarakan persoalan terkait Partai Demokrat
di Istana Kepresidenan yaitu saat menanggapi mundurnya Edhi Baskoro Yudhoyono
(Ibas) dari keanggoraan DPR RI yang juga terekspos ke publik. Dan sulit juga
diterima akal kalau hanya untuk kedua
kali itu saja (temu pers terkait tawaran kepada Yenny Wahid untuk masuk Partai Demokrat, dan terkait mundurnya Ibas
dari DPP RI), SBY pernah membicarakan soal Partai Demokrat di Istana
Kepersidenan. Soalnya, bisa saja SBY sudah berulangkali membahas seputar Partai
Demokrat di Istana Kepreseiden, Hanya saja tak terendus ke publik, dan mungkin
dilakukan secara internal.
Bukan hanya SBY sebagai
presiden merangkap pimpinan partai politik. Presiden terdahulu, juga merangkap
sebagai pimpinan Partai Politik. Suharto saat menjadi presiden berposisi
sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar, begitu juga Abdurrahman Wahid (Gusdur) saat
jadi presiden juga berkapasitas sebagai Ketua Dewan Syuro PKB, serta Megawati
Sukarnoputri (sama persis dengan Posisi SBY saat ini), yang ketika menjabat presiden
dan juga merangkap Ketua Umum PDIP. Mungkin saja Suharto, Gusdur dan Megawati
juga pernah membicarakan Partainya di Istana Kepresidenan. Tapi tampaknya Suharto,
Gusdur dan terutama Megawati, saat itu tak sebodoh SBY saat ini. Suharto,
Gusdur dan Megawati tak pernah membicarakan persoalan terkait partainya di
Istana Kepresidenan dengan cara temu pers.
Atau mungkin saja
SBY ingin tampil beda dengan presiden terdahulu, Bisa saja SBY sengaja
menggelar temu pers membicarakan seputar Partai Demokrat di Istana Kepresidenan,
karena dia ingin secara terang-terangan menjadi Istana Kepresidenan boleh dirangkap
sebagai Kantor Partai Demokrat yang dipimpinnya. (***)
Klik dan Baca juga
Artikel ini di :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar