Dua
Jenderal, Korban Penembakan di LP Cebongan
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Penembakan di
Lembaga Permasyarakatan Klass II Cebongan, Sleman, Yogyakarta, tanggal 23 Maret
2012, yang menewaskan empat orang tersangka kasus pembunuh Serka Heru Santoso, sudah
dipastikan dilakukan oleh 11 orang anggota Grup II Komando Pasukan Khusus
(Kopassus) Kandang Menjangan, Kartasurya, Sukoharjo, Jawa Tengah. Itu
berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pihak TNI AD melalui Tim
Investigasi yang dipimpin Brigjend TNI Unggul K Yudhoyono, dan telah diumumkan
pada tanggal 4 April 2013 lalu. Belas dendam, dan dilatarbelakangi spirit of
corps alias semangat Korsa (korps satuan), merupakan alasan
terjadinya penembakan tersebut. Sebagaimana diketahui Serka Heru Santoso yang
dibunuh pada tanggal 19 Maret 2013 di Hugo’s Cafe oleh ke empat tersangka (yang
ditembak mati di LP Cebongan), merupakan anggota Kopassus yang ditugaskan
sebagai Intel TNI AD.
Terungkapnya
pelaku penembakan di LP Cebongan, ternyata tak menyudahi polemik terkait
pristiwa tersebut. Masih banyak yang menjadi tanda tanya terkait penembakan di
LP Cebongan. Tim Investigasi dari kepolisian yang lebih awal melakukan
investigasi terkesan tak berani mengungkapkan hasil investigasinya, karena
diperkirakaan hasil investigasi kepolisian memang oknum TNI AD lah yang
melakukan penembakan di LP Cebongan, sebagaimana dugaan banyak kalangan
sebelumnya. Sementara hasil investigasi Tim Investigasi TNI AD juga tak
memuaskan sebagian pihak, karena diduga mengerucutkan pihak yang terlibat hanya
sebatas 11 orang oknum Kopassus, tanpa keterlibatan atasannya di Kopassus.
Tak hanya itu,
disamping pihak dan TNI dan Polri, sejumlah mantan jenderal, politisi dan
pengamat, ikut nimbrung menyikapi hasil investigasi pihak TNI AD terkait
pristiwa penyerangan dan penembakan di LP Cebongan. Pernyataan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono memberikan apresiasi kepada 11 anggota Kopassus yang terlibat
penembakan di LP Cebongan, dengan menyatakan sebagi “Kesatria”, karena
mengaku sebagai pelakunya, tak ditampik membuat sejumlah pihak merasa gerah,
dan menyesalkan apresiasi yang diberikan SBY.
Selain itu, masih
ada pihak (terutama pihak korban penyerangan LP Cebongan), yang merasa tak puas
atas hasil investigasi yang dilakukan pihak TNI AD. Pihak Komnas HAM yang juga
punya Tim Investigasi, tetap ngotot melakukan penyelidikan terkait adanya
pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Selain untuk mengetahui apakah ada
pembiaran dari negara sehingga pristiwa tersebut bisa terjadi, Kommas HAM juga
menduga ada kejanggalan dalam investigasi yang dilakukan pihak TNI. Belakangan
muncul isu, bahwa pihak TNI dan Polri ditenggarai sudah memprediksi bakal
adanya balas dendam atas pembunuhan Serka Heru Santoso.
Sementara itu, ada
pula pihak yang meminta agar pembunuhan terhadap Serka Heru Santoso dan latar
belakangnya harus menjadi perhatian serta tetap diusut dan diungkap. Persoalan
preman pun menjadi pembahasan serius, dan banyak kalangan meminta preman segera
dibasmi. Bahkan Presiden SBY, telah memerintahkan kepada Kapolri Jenderal
Polisi Timur Pradopo, agar jajaran kepolisian, kedepannya bisa bertindak tegas
dalam menyingkirkan segala aksi premanisme dan semua bentuk organisasi
kriminal. Tak hanya itu terkait peradilan terhadap pelaku penembakan juga
menjadi polemik berbagai kalangan. Ada pihak yang meminta kasus tersebut dibawa
ke peradilan sipil, supaya lebih transparan. Desakan peradilan dilakukan
secara terbuka menjadi wacana, malah sampai mengarah kepada wacana
perubahan UU Peradilan Militer.
Kasus penembakan
di LP Cebongan, sangat membias, dan diperkirakan akan tetap menjadi perhatian
publik sampai kasus tersebut benar-benar tuntas. Dinamika yang menarik dari
kasus penembakan di LP Cebongan adalah masalah korban. Ternyata yang menjadi
korban tak hanya Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja,
Hendrik Angel Sahetapi, dan Yohannes Juan Manbait
yang nyawanya langsung melayang setelah diberondong peluru oknum anggota
kopassus yang menyerbu LP Cebongan. Setelah pristiwa penembakan di
LP Cebongan terungkap, ada dua orang lagi yang menjadi korban. Tapi
untuk kedua korban ini bukan nyawanya yang melayang, tapi jabatannya yang
langsung melayang. Keduanya adalah Pangdam IV Diponegoro Mayjend TNI
Hardiono Suroso dan Kapolda DI Yogyakarta Brigjen Pol Sabar Rahardjo.
Keduanya dicopot dari jabatannya terkait terungkapnya kasus penembakan di LP
Cebongan, meskipun masing-masing pihak TNI dan Polri mengatakan bahwa
pencopotan merupakan mutasi biasa dan penyegaran di tubuh lembaga
masing-masing.
Mayjend TNI Hardiono
Suroso yang baru 9 bulan bertugas sebagai Pangdam IV Diponegoro, dicopot
dari jabatannya diduga kuat karena pernyataan dini yang keluar dari mulutnya
setelah pristiwa pembantaian di LP Cebongan. Beberapa saat setelah pristiwa di
LP Cebongan, Jenderal Bintang Dua berkumis tebal tersebut, secara tegas
memastikan bahwa tidak ada oknum TNI yang terlibat sebagai pelaku
penembakan di LP Cebongan. “ Sebagai panglima, saya bertanggung jawab
penuh dengan yang ada di wilayah Kodam IV Diponegoro. Tak ada prajurit yang
terlibat, karena hasil jaminan dari komandan satuan mereka mengendalikan
semua,” tegas Mayjend TNI Hardiono Suroso saat itu. Selain itu Mayjend TNI
Hardiono Suroso juga menegaskan bahwa pelakunya adalah sekelompok Orang Tak
Dikenal. Dan senjata yang digunakan juga senjata Efek dari pernyataan
dini dari Mayjend TNI Hardiono Suroso, tentu menjadi penilaian negatif serta
menimbulkan kegeraman publik terhadap lembaga TNI AD.
Sementara Brigjend
Pol Sabar Rahardjo dicopot dari jabatannya, karena keempat tahanan tersebut
saat dibantai, masih dalam pengamanan dan tanggung jawab pihak Polda DI
Yoyakarta, dan sebagai tahanan titipan di LP Cebongan. Ada informasi, setelah
keempat tahanan itu dititipkan, pihak LP Cebongan merasa khawatir, dan meminta
personil pengamanan tambahan dari pihak Polda DI Yogyakarta, namun permintaan
tersebut sampai kejadian penembakan tak kunjung dipenuhi oleh pihak Polda DI
Yogyakarta.
Dua Jenderal
(Jenderal bintang dua dan bintang satu), telah ikut jadi korban dari pristiwa
penembakan yang di lakukan oknum Kopassus di LP Cebongan. Keduanya memang
pantas menjadi korban berupa kehilangan jabatan. Jabatan Pangdam dan Kapolda
adalah jabatan strategis, dan biasanya kalau dicopot dari jabatan seperti itu
karena kesalahan, maka sangat sulit dan jauh dari kemungkinan untuk
mendapat jabatan yang lebih baik. Malah biasanya karir keduanya sudah
berada pada posisi mati karir.
Kalau dipandang
dari sisi tanggung jawab, seharusnya tak hanya Pangdam IV Diponegoro Mayjend
TNI Hardiono Suroso dan Kapolda DI Yogyakarta Brigjen Pol Sabar Rahardjo yang
menjadi korban kehilangan jabatan dari pristiwa penyerangan dan penembakan di
LP Cebongan yang dilakukan oknum Kopassus. Pernyataan dini dari Mayjend TNI
Hardiono Suroso tak lama setelah pristiwa penembakan di LP Cebongan, yang
menyatakan tak ada prajurit TNI yang terlibat, jelas berdasarkan jaminan dari
komandan satuan sebagaimana yang disebutkan Mayjend TNI Hardiono Suroso ketika
itu. Jadi karena yang terlibat dari satuan Kopassus, sudah selayaknya komandan
satuan dari Kopassus tempat bertugas ke 11oknum Kopassus tersebut , juga harus
bertanggung jawab. Pertanggung jawaban secara lisan telah diungkapkan langsung
oleh Danjen Kopassus dan Komandan Grup II Kopassus Kandang Menjangan,
Kartasurya, Sukoharjo, Jawa Tengah. Namun banyak kalangan menilai agar Danjen
Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo serta Komandan Grup II Kopassus
Kandang Menjangan, Kartasurya, Sukoharjo, Jawa Tengah, Letkol (Inf)
Maruli Simanjuntak, pantas jadi korban pencopotan jabatan sebagaimana
dialami Pangdam Diponegoro Mayjend TNI Hardiono Suroso dan Kapolda DI
Yogyakarta Brigjen Pol Sabar Rahardjo. (***)
Klik dan Baca juga
Artikel ini di :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar