PBB dan Polisi Lindungi Koruptor
Oleh : M Alinapiah Simbolon
Penolakan Susno
Duadji Duadji selaku terpidana Kasus Korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan
Kasus Korupsi Dana Pengamanan Pilkada Jawa Barat, ketika hendak dieksekusi,
oleh pihak kejaksaan Tinggi DKI dibantu Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan
Kejaksaan Negeri Bandung, telah mengusik pelaksanaan penegakan hukum di
republik ini. Penolakan atas penjemputan paksa yang dilakukan ekskutor kejaksaan
di kediamannya Rabu, 24 April 2013, berlangsung alot dan sempat terjadi perang
argumen antara pihak kejaksaan dengan Susno Duadji. Akibat penolakan tersebut
akhirnya eksekusi di kediaman Susno gagal dilakukan kejaksaan. Susno Duadji
selanjutnya minta pengamanan kepada pihak kepolisian, dan akhirnya Susno Duadji
dibawa ke Mapolda Jawa Barat. Di Mapolda Jabar, upaya kejaksaan untuk melakukan eksekusi juga gagal,
dan setelah itu Susno Duadji minta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK)
Yang menjadi persoalan atas penolakan Susno Duadji
ketika hendak dieksekusi adalah persoalan dasar hukum eksekusi yaitu Putusan
Mahkamah Agung yang menolak kasasi Susno Duadji. Satu sisi pihak kejaksaan
melakukan eksekusi berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang
menolak kasasi pihak Susno Duadji. Dan sesuai Keputusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, maka selaku
terdakwa Kasus Korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan Kasus Korupsi Dana
Pengamanan Pilkada Jawa Barat, Susno Duadji harus dihukum selama 3 tahun 6
bulan penjara.
Sementara Susno Duadji yang ngotot menolak untuk
dieksekusi, berargumen bahwa putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasinya,
tidak mencantumkan perintah penahanan 3 tahun 6 bulan penjara. Ditegaskan
mantan Kabag Reskrim Polri dan mantan Kapolda Jawa Barat tersebut, bahwa
putusan Maahkamah Agung tersebut hanya tertulis menolak permohonan kasasinya dan membebankan
biaya perkara kepadanya sebesar Rp 2.500. Selain itu Susno Duadji juga menilai
putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, telah cacat hukum karena salah menuliskan nomor putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan dalam hal ini Susno Duadji menganggap
kasusnya tersebut telah selesai.
Penolakan itu dilakukan karena Susno Duadji melihat
ada celah yaitu ketidaktegasan dari putusan Kasasi Mahkamah Agung. Dan itu
dimanfaatkan Susno Duadji sebagai upaya penghindaran dari hukuman badan. Jika
memang ada celah, bisa saja Susno Duadji berupaya memanfaatkan celah
tersebut, apalagi dia adalah mantan penegak hukum dan perwira tinggi polisi
dengan pangkat terakhir Komisaris Jenderal Polisi serta jabatan terakhir Kabag
Reskrim Polri.
Namun yang sangat disayangkan upaya penolakan
dilakukan Susno Duadji saat hendak di eksekusi oleh Kejaksaan, tak semata
memanfaatkan celah hukum, yang dianggapnya ada dari putusan Mahkamah Agung. Susno Duadji
juga nyata-nyata memanfaatkan kekuatan partai politik untuk mem back up
penolakan eksekusi terhadap dirinya. Selain itu Susno juga terkesan
memanfaatkan pihak kepolisian.
Sebagai kader (meskipun kader baru) di Partai Bulan
Bintang. Susno Duadji melibatkan kekuatan massa Partai Bulan Bintang. Tak bisa disangkal jika penolakan eksekusi tersebut telah diback up kekuatan
massa dari Partai Bulan Bintang. Sebanyak 50 orang dari Brigade Hizbullah yang
merupakan Ormas Partai Bulan Bintang, telah bersiap-siap melakukan penjagaan di
kediaman Susno Duadji, di Jalan Dago Pakar Raya No 6 Kelurahan Mekarsalayu
Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, sebelum tim eksekusi dari kejaksaan
datang.
Sejumlah pengurus termasuk Ketua DPW PBB Jawa Barat
Arif Budiman dan Sekretarisnya Tatus Sudarta, serta sejumlah
pengurus teras DPC PPB se Jawa Barat juga hadir di kediaman Suno Duadji.
Bahkan informasinya Susno berani keluar kamar setelah Ketua Dewan Syuro PBB
Yusril Ihza Mahendra dating ke kediaman Susno. Sebagaimana dikatakan Sekretaris
DPW PPB Jawa Barat Tatus Sudarta,
bahwa kehadiran massa Brigade Hizbullah di rumah Susno Duadji juga untuk
mengamankan Susno Duadji yang dikatakannya sebagai asset Partai Bulan Bintang,
Ditegaskannnya juga bahwa kehadiran massa Brigade Hizbullah atas instruksi
langsung pimpinan PBB Yusril Ihza Mahendra.
Kehadiran Yusril Ihza Mahendra saat berlangsungnya
perdebatan antara pihak kejaksaan dan Susno Duadji, menguatkan bahwa PBB memang
mem back up Susno Duadji. Apalagi Yusril dengan tegas mengaku kepada wartawan
bahwa kapasitasnya hadir di kediaman Susno Duadji sebagai Ketua Majelis Syuro
PPP dan bukan sebagai Pengacara Susno Duadji. Selain itu argumen
pembelaan dari Yusril, sebagai bentuk dukungan penolakan eksekusi terhadap
Sudno Duadji yang dicetuskannya kepada wartawan, sama dengan argumen yang
dicetuskan Susno Duadj saat menolak eksekusi, merupakan pernyataannya sebagai
Ketua Majelis Syuro PBB.
Kehadiran polisi di rumah Susno Duadji juga terkesan
tak netral. Polisi cenderung berpihak kepada Susno Duadji. Permintaan Susno
Duadji untuk diamankan seketika dikabulkan pihak kepolisian, malah
permintaannya untuk dibawa ke Mapolda Jabar juga dikabulkan pihak kepolisian.
Padahal jika polisi menempatkan posisinya sebagai pihak keamanan seharus
eksekusi berjalan dengan lancar, dan kalau pun ada upaya perlawanan
untuk menghalangi eksekusi, polisi yang berada di kediaman Susno Duadji diminta
atau tak diminta harus menghalangi upaya penghalangan eksekusi dari pihak Susno
Duadji, karena eksekusi yang dilakukan jaksa adalah upaya penegakan hukum yang
merupakan amanat peraturan perundang-undangan. Sangat aneh rasanya jika polisi
melakukan pembiaran ketika ada upaya menghalangai penegakan hukum. Ironisnya
sikap polisi terkait pelaksanaan eksekusi terhadap Susno Duadji, sangat berbeda
sekali jika dibandingkan dengan sikap polisi saat memeriksa Susno Duadji dalam
kasus yang sama, yaitu ketika kasus ini masih ditangani polisi. Malah saat
kasus in masih diitangani polisi, Susno Duadji sempat dipaksa polisi untuk
diperiksa.
Pihak Polda Jabar melalui Kabid Humas Polda Jabar
Kombes Martinus Sitompul menjelaskan bahwa pihaknya memberikan perlindungan
kepada Susno Duadji saat hendak dieksekusi karena sesuai pasal 12 ayat 3 UU No
2 Tahun 2012 Tentang Polri, dinyatakan bahwa tugas Polri adalah memberikan
perlindungan kepada masyarakat baik jiwa dan raganya. Pernyataan Kabid Humas
Polda Jabar tersebut, justru memposisikan polisi tak netral dan terkesan
melindungi Susno Duadji yang saat itu posisinya sebagai terpidana kasus korupsi
yang hendak di eksekusi, bukan masyarakat yang pantas untuk dilindungi karena
terancam jiwa dan raganya.
Pihak kepolisian juga berargumen bahwa polisi betindak
netral dan berupaya mengamankan situasi dan membawa Susno Duadji ke Mapolda Jabar
uintuk mencegah terjadinya benturan, karena saat hendak dilakukan dieksekusi
situasi di kediaman Susno tak kondusif karena ada dua kelompok di kediaman
Susno Duadji yaitu personil kejaksaan yang akan melakukan eksekusi dan kelompok
ormas yang berupaya melindungi Susno Duadji. Hal itu kemudian ditegaskan
Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, bahwa Polda Jawa Barat tidak berupaya
menghalang-halangi eksekusi. Pihak Polda Jabar dijelaskan Kapolri hanya
melaksanakan tugas melakukan pengamanan untuk menghindari bentrok antara tim
jaksa eksekutor dengan pihak Susno Duadji, sebab kedua kubu sempat bersitegang
karena Susno Duadji menolak eksekusi.
Okelah, jika demikian alasan polisi, dan bisa diterima
akal kalau Susno Duadji diamankan ke Mapolda Jabar untuk menghindari terjadinya
benturan. Anehnya, setelah saat di Mapolda Jabar ternyata eksekutor dari
kejaksaan yang tetap berupaya mengeksekusi Susno Duadji, juga tak berhasil melakukan
eksekusi, padahal secara logika jelas tak mungkin
terjadi benturan jika dilakukan eksekusi dilakukan setelah Susno Duadji di
Mapolda Jabar. Jadi sangat berasalan jika muncul tudingan polisi tidak netral
dan terkesan melindungi Susno Duadji dari upaya eksekusi.
Putusan MA ditafsirkan berbeda pihak Susno Duadji dan
dijadikan alasan penolakan eksekusi terhadap dirinya, namun secara substantif
putusan MA yang menolak kasasi Susno Duadji tak serta merta membebaskan Susno
dari jeratan hukuman, sebab amar putusan MA, yang ditafsirkan tak tegas oleh
Susno, juga tak menegaskan adanya pembatalan putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan yang dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menghukum Susno
Duadji selama 3 tahun 6 bulan penjara. Intinya Susno Duadji sudah pantas
disebut sebagai terpidana kasus korupsi alias koruptor.
Karena Susno Duadji telah dianggap sebagai koruptor,
maka upaya pem back up an sebagai bentuk pembelaan yang ditunjukkan PBB
terhadap Susno Duadji yang juga kader dan calon legislatif PBB, saat
Susno Duadji menolak untuk dieksekusi, tak salah dianggap tindakan melindungi
seorang koruptor. Informasi terkait adanya pembelaan ekstra dari PBB saat
Susno Duadji menolak eksekusi, telah dibaca, didengar dan disaksikan publik,
Penilaian dan opini pun telah terbangun, intinya mencap PBB telah melindungi
seorang koruptor. Cap sebagai partai pelindung koruptor adalah konsekwensi yang
harus diterima PBB.
Demikian pula halnya dengan sikap polisi yang dinilai
tak netral saat pelaksaan eksekusi terhadap Susno Duadji. Meskipun berdalih dengan
berbagai alasan, bahwa polisi tak menghalangi proses eksekusi, namun sikap yang
dipertontonkan polisi terkait penolakan eksekusi oleh Susno Duadji, tekesan
dinilai telah melindungi Susno Duadji yang notabene seorang koruptor dari upaya
eksekusi yang telah dilakukan kejaksaan. (***)
Klik dan Baca
Artikel ini di :