PKS
Terjerembab Karena Ikut Setgab
Oleh : M Alinapiah Simbolon
“Kejahatan
terjadi bukan hanya karena adaniat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan...
Waspadalah... Waspadalah... Waspadalah !”
Itulah bunyi slogan yang dikumandangkan
“Bang Napi” di sela acara berita siang di salah satu siaran televisi swasta.
Slogan itu merupakan bentuk upaya preventif untuk mengingatkan publik bahwa pada
dasarnya kejahatan terjadi bukan semata hanya karena adanya niat pelaku tapi
juga disebabkan oleh adanya kesempatan ataupun peluang untuk terjadinya
kejahatan. Kalau ada kesempatan atau peluang seseorang yang awalnya tak punya
niat, bisa berubah jadi punya niat untuk melakukan tindak kejahatan.
Slogan positif yang bernada
peringatan dari Bang Napi tersebut, tampaknya tidak hanya berlaku untuk
kejahatan atau tindak pidana umum saja, tapi untuk semua jenis kejahatan atau
tindak pidana, termasuk kejahatan atau tindak pidana yang bernama korupsi yang
telah dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crimes).
Kalau elit dan kader PKS dari awal
menyadari, sebenarnya slogan Bang Napi tersebut merupakan peringatan dini buat
PKS Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelum ikut berkoalisi mendukung pemerintahan
SBY yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi. Maka kemungkinan besar PKS tak terjerembab
oleh Kasus Suap Impor Daging Sapi. Soalnya keikutsertaan PKS dalam Setgab Koalisi, membuka
peluang elit-elitnya terlibat atau melakukan
perbuatan korup.
Jika boleh berandai-andai,
seandainya PKS tak ikut dalam Setgab Koalisi, kemungkinan besar Menteri
Pertanian Kabine SBY Jilid II, bukanlah dijabat oleh Suswono yang merupakan
kader PKS. Lufthi Hasan Ishak juga kemungkinan besar takkan terlibat tindak
pidana korupsi dalam Kasus Suap Impor Daging Sapi yang pengadaannya dibawah
kendali Kantor Kementerian Pertanian yang dibawah kendali kader PKS selaku
menterinya.
Untuk diketahui, bahwa Setgab
terbentuk dengan tujuan untuk mendukung dan mengamankan pemerintahan SBY yaitu
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, mengingat koalisi dalam Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid I banyak kelemahan, karena
sifatnya tidak permanen. Setgab Koalisi pun dibentuk secara permanen agar
koalisi berjalan tersistem untuk mematangkan dan menguatkan pemerintahan
melalui kordinasi lintas partai yang tergabung dalam Setgab Koalisi.
Namun, disadari atau tidak, dengan
adanya Setgab sebagai
koalisi yang terlembaga, jelas membuat partai
yang ikut dalam Setgab, tidak lagi murni sebagai partai yang berpihak kepada
kepentingan rakyat. Karena sudah jelas tujuan utamanya mensinergiskan dan
menyatukan kekuatan baik di pemerintahan maupun di legislatif (DPR). Koalisi
Partai dalam Setgab melibatkan pimpinan partai koalisi
yaitu ketua
umum partai, ketua fraksi dan anggota fraksi koalisi, dan ini jelas mengindikasikan sebagai bentuk upaya untuk
pembungkaman dan pemandulan kontrol parlemen.
Sah-sah aja kalau Setgab Koalisi membangun kesepakatan dengan maksud yang
katanya untuk percepatan semua gerak pembangunan guna
mewujudkan sesegera mungkin kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Namun yang tampak jadi penilaian, bahwa keinginan parpol ikut ajakan SBY untuk bergabung dalam koalisi permanen bernama Setgab Koalisi, adalah semata-mata
didasarkan oleh kompromi politik untuk mendapat jatah jabatan dikabinet, karena itu
memang kompensasinya. Dan tak bisa di pungkiri kalau publik menilai PKS ikut
Setgab, orientasinya memang menginginkan jatah jabatan di kabinet.
Tak hanya itu Setgab juga memicu
terjadinya praktek kongkalikong lintas partai, sebab dari awal pemerintahan terbentuk
tidak lagi berdasarkan profesionalitas,
tapi sudah mengacu kepada proporsionalitas semata. PKS adalah salah satu partai
politik yang ikut sebagai peserta Setgab dan dapat jatah dua Menteri di Kabinet
Pemerintahan SBY Jilid II. Mendapat hadiah dua
jabatan Menteri, seakan membuat
PKS lupa diri dengan ideoginya. Ikut terlibat dalam kabinet menjadi cikal bakal
dan membuka peluang bagi elit PKS, terlibat praktek korupsi, dan akhirnya
memang terbukti dengan terkuaknya praktek korupsi Kasus Suap Impor Daging Sapi,
yang melibatkan Presiden PKS Luthi Hasan Ishak, dan juga mengindikasikan adanya
keterlibatan Kementerian Pertanian yang Menterinya dijabat oleh Suwono yang
juga kader PKS
Sebenarnya kalau para petinggi
atau elit-elit PKS mau jujur, sejak awal mereka sudah menyadari kalau
keikutsertaan PKS sebagai part ai koalisi yang tergabung di Setgab, memiliki
konsekwensi politik terhadap citra PKS. Tak bisa ditampik kalau PKS mengalami
friksi (penggeseran) prinsip, dari
sebelumnya dikenal sebagai partai islam yang berpihak kepada kepentingan ummat,
menjadi partai islam yang mendukung kepentingan penguasa. Akhirnya yang terlabel pada PKS adalah sebagai
partai pendukung pemerintah, karena telah ikut menjadi bagian dari pemerintahan
SBY Jilid II.
PKS juga sebenarnya menyadari,
kalau keikutsertaannya sebagai partai koalisi yang tergabung di Setgab, juga sangat
membahayakan integritas partai dan elit partainya. Intinya keberadaan PKS dalam
setgab menempatkan PKS berada dalam zona yang rentan ikut terlibat kongkalikong
politik, dan elit elit PKS pun berada di
zone rentan untuk terpengaruh ikut ambil bagian atau ikut terlibat dalam permainan
korup.
Dalam perjalan koalisi pun PKS
terlihat gamang menjalankan perannya. Meski dicap sebagai partai pendukung
pemerintah, namun jiwa dan raga
PKS seakan sudah terbagi dua. Disatu sisi ingin mempertahankan citra dan
komitmennya sebagai partai yang mengutamakan kepentingan ummat, sementara
disisi lain dituntut berposisi untuk
mendukung kebijakan pemerintah akibat kungkungan kesepakan sebagai anggota Setgab. Kondisi itu membuat PKS kerap dinilai, sebagai partai yang tak
konsekswen oleh partai lain yang ikut dalam Setgab. Bahkan PKS dicap sebagai pengkhianat di koalisi,
karena PKS acapkali tidak mendukung kebijakan pemerintah, salah satu contoh ketika PKS
menolak opsi kenaikan harga BBM yang diusulkan pemerintah.
Kondisi itu juga membuat PKS akhirnya
dinilai publik tidak punya prinsip dalam menentukan sikap. Ketika dihujat
sebagai pengkhianat oleh partai koalisi lainnya terutama oleh Partai Demokrat
sebagai pencetus koalisi, karena menolak kenaikan harga BBM, PKS justru tidak menunjukkan
resisten (perlawanan) atau sikap gentlemen untuk keluar dari Setgab, (padahal
itulah yang seharusnya dilakukan PKS untuk mengembalikan jatidirinya sebagai
partai yang konsen membela kepentingan ummat). Kondisi diam ditengah tudingan
sebagai pengkhianat, justru menimbulkan kesan memang PKS tak ingin meninggalkan
Setgab, karena tak ingin jabatan dua menteri
di Kabinet Indonesia Bersaru Jilid II
terlepas dari tangan kader PKS. Bahkan,ketika adanya desakan
dari berbagai pihak agar PKS mundur dari setgab juga tak direspon oleh elit
PKS. Justru PKS hanya menunjukkan rona wajah pasrah menunggu sikap
dari SBY selaku komandan Setgab, sembari berdoa tak dikeluarkan dari Setgab (Dan
memang akhirnya SBY tidak mengambil tindakan mengeluarkan PKS dari Setgab).
Kasus Suap Impor Daging Sapi, memang
tak bisa dipungkiri salah satu penyebab akibat
PKS mengambil posisi di Setgab. PKS terjerembab oleh kasus tersebut dan kasus
itu tak hanya menghancurkan dan menamatkan karir politik Lufthi Hasan Ishak,
tapi juga membuat terpuruknya citra PKS ketika tengah menguatkan langkah dan barisan
menghadapi Pemilu 2014. Elit dan kader PKS pun tampaknya menyadari kalau kasus
korupsi tersebut, sangat mempengaruhi elektabitisnya, dan mengancam turunnya
simpati dan dukungan terhadap PKS. Statemen pun bermunculan dari kalangan elit
PKS, mengcounter tudingan miring terhadap PKS. Bahkan, terkesan kalap
sehingga elit PKS pun menyikapi kasus
tersebut, dengan mencari kambing hitam.
Muh. Anis Matta selaku Presiden
PKS yang dipilih menggantikan
Lutfthi Hasan Ishak pun, membuat analisa politik dengan menuding, kalau
terkuaknya Kasus Suap Sapi Impor merupakan konspirasi, untuk menjatuhkan PKS
dalam Pemilu 2014. Sebagai politisi handal, dia menyadari bahwa musibah yang
melanda PKS, memang sebuah konsekwensi dari keikutsertaan PKS di Setgab.
Kalau pun dia melontarkan tudingan
adanya konspirasi dibalik terkuaknya Kasus Suap Sapi Impor, itu hanya sebagai trik politik
untuk melakukan revans atas telaknya
pukulan yang diterima PKS terkait terkuaknya kasus itu.
Tudingan itu tampaknya memang disengajanya dilontarkan, disamping untuk menumpahkan kekesalan atas kecurigaan adanya konspirasi yang
tak bisa dibuktikannya, juga bertujuan menggiring agar publik menilai tudingan itu arahnya ke Setgab atau pun parpol penguasa
yang menjadi komandan Setgab. Selain itu juga bertujuan membuat publik terkesan bahwa
PKS berada pada posisi terzholimi atau korban
rekayasa politik, akibat sikap PKS sebelumnya pernah tidak mendukung sejumlah kebijakan
sejumlah pemerintah yang dianggap PKS tak berpihak kepentingan rakyat.
Selanjutnya, muncul pula wacana
dari kader sejumlah PKS, yang mengusulkan agar PKS menarik diri dari Setgab,
pasca terkuaknya Kasus Suap Impor Daging Sapi. Munculnya wacana seperti itu tentu
sangat beralasan, karena kader-kader PKS yang mewacanakan itu, menilai musibah yang dialami PKS adalah karena PKS
masuk Setgab. Tudingan Anis Matta dan
wacana kader PKS tersebut, pada dasarkan telah mengindikasikan kalau Internal
PKS sendiri menyadari, bahwa PKS terjerembab oleh Kasus Suap Sapi Impor, karena sudah salah langkah,
akibat masuk kelingkaran koalisi yang bernama Setgab Koalisi.
Kembali ke Slogan “Bang Napi”.
Ternyata besar sekali nilai dan manfaat slogan Bang Napi tersebut untuk
mengingatkan siapa pun, termasuk untuk PKS, agar selalu waspada menghindari
terjadinya tindak pidana, termasuk menghindari terjadinya tindak pidana
korupsi. Sebenarnya slogan Bang napi itu. sudah membumi dijagat nasional, itu
merupakan slogan yang punya tujuan penyadaran dini. Elit dan kader PKS sebenarnya sebelimnya juga
tahu adanya slogan Bang Napi itu, dan kalau dari awal mau mendengar slogan Bang
Napi, bisa saja PKS tak salah langkah, dan PKS tak akan masuk kelingkaran lembaga
koalisi, yang didalamya tak bisa dijamin tak ada setan yang ikut berkoalisi.
Namun, mungkin karena yang
mengumandangkannya slogan itu bukan sosok Ustad yang berlobe dan berjubah
putih, tapi sosok bergelar “Bang Napi”
yang disimbolkan sebagai sosok seorang “Narapidana” berwajah seram, bermata
satu (sebelah wajahnya ditutup topeng), banyak tato terukir dibadannya, serta berada dibalik jeruji penjara,
mungkin membuat elit dan kader PKS alergi dan tak tertarik dengan sosok
Bang Napi, sehingga tak tertarik pula dengan slogan peringatan dini yang
dikumandangkan Bang Napi. (***)
Klik dan Baca
Artkel ini di :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar