Tak
Perlu Meragukan Kepantasan Jokowi Jadi Presiden
Oleh
: M Alinapiah Simbolon
Hiruk pikuk di
belantara politik menjelang suksesi kepemimpinan nasional, terutama menjelang
pemilihan presiden semakin menggema. Kompetisi antar figur bakal calon ataupun
figur yang berambisi untuk mencalonkan diri jadi presiden terus bergulir. Dari
figur-figur yang sudah bermunculan, ada sejumlah nama yang sudah dipastikan
diusung partai politik, ada yang masih dalam tahap seleksi di sejumlah partai,
serta ada yang masih terwacana alias masih dalam endusan-endusan. Figur-figur
tersebut saat ini telah menampakkan dirinya di hadapan publik dan dengan
berbagai manuver berusaha merengkuh simpati rakyat negeri ini.
Kehadiran figur-figur
tersebut, membuat rakyat dituntut untuk bisa memilah dan menilai, serta
dijadikan perbandingan antara satu dengan yang lain, dan selanjutnya untuk dijadikan
bahan pertimbangan sebelum menentukan pilihan mana yang pantas untuk dipilih di
ajang pemilihan presiden 2014. Kalau melihat dinamika politik belakangan ini,
tampaknya mayoritas rakyat menginginkan presiden mendatang adalah sosok yang
selain punya kemampuan dalam memimpin, juga merupakan figur bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat
serta mampu melakukan perubahan. Sosok presiden dengan kategori demikian diyakini
akan komit memimpin negara dengan menjalankan pemerintahan yang baik, serta komit
mengedepankan kepentingan rakyat banyak.
Sebagai salah satu dari
sekian ratus juta rakyat yang berdomisili di nusantara ini, saya termasuk warga
negara yang berpikiran sama dengan mayoritas rakyat di negeri ini, yaitu
presiden mendatang adalah orang yang bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat,
serta mampu melakukan perubahan. Figur presiden dengan kategori yang seperti
itulah menurut saya sangat ideal dan akan mampu memimpin dengan disiplin, tegas
adil dan arif bijaksana, serta diyakini akan mampu menggesar dan mengangkat
posisi rakyat, pemerintahan dan negara
dari posisi status quo.
Kalau parameternya,
figur yang bersih, jujur, tulus, peduli
dan merakyat, serta mampu melakukan perubahan yang pantas menjadi presiden, maka
timbul pertanyaan, Siapakah yang pantas ?
Menurut saya tak
sedikit figur yang dianggap sesuai dengan ukuran dan kategori yang demikian. namun
yang bermunculan untuk menjadi presiden, kebanyakan figur yang dinilai tak
memenuhi kategori tersebut sehingga saya nilai kurang pantas, dan bahkan ada figur yang muncul memang
betul-betul tak pantas. Ada figur yang hanya dengan modal ketenarannya sebagai
penyanyi dangdut dan selalu mencitrakan diri sebagai ulama, tapi di satu sisi moralitasnya diragukan
banyak kalangan, karena hobinya yang doyan kawin siri. Ada juga figur yang dari kalangan pengusaha yang karena usahanya membuat
tanah milik rakyat jadi lumpur dan rumah dan harta rakyat tengelam dalam
lumpur. Muncul pula figur capres yang dinilai punya noda hitam karena persoalan
pelanggaran HAM di masa lalu, dan bagian lingkaran kekuasan otoriter masa lalu.
Lalu ada sejumlah figur bakal capres lain yang pernah dienduskan ataupun
dilaporkan terkait kasus korupsi. Anehnya, kebanyakan dari figur-figur tersebut
justru mengklaim dirinya sebagai figur bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat
serta dinilai mampu melakukan perubahan.
Kalau mencari figur presiden
yang sesuai dengan ukuran bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat, maka hanya ada segelintir nama dari sejumlah
nama yang sudah muncul sebagai capres atau yang sedang digadang-gadang dan
tengah ikut seleksi sebagai capres. Lalu
kalau dilihat dan dinilai segelintir nama yang ada, maka figur yang secara
kualitas dan faktual memang ternilai berdasarkan fakta saat ini yang dinilai bersih,
jujur, tulus , peduli dan merakyat, untuk
sementara masih hanya ada satu nama yaitu Jokowi. Bukan berarti tak ada figur lain yang sesuai kategori demikian. tapi diantara
yang muncul, untuk sementara terbukti
lebih bersih, lebih jujur, lebih tulus,
lebih peduli dan lebih merakyat, adalah memang Jokowi. Sosok Gubernur DKI
Jakarta itu masuk nominasi kategori itu secara utuh.
Lalu dari semua figur
yang ada, yang berpeluang mampu melakukan perubahan dengan bukti dan pengalaman
memimpin, juga hanya ada satu nama yaitu Jokowi. Dan bukan tak ada nama lain
yang dianggap mampu melakukan perubahan, tapi dari semua nama yang ada, yang
berpengalaman sebagai memimpin pemerintahan dan memimpin rakyat serta sudah terbukti
mampu melakukan perubahan selama dan masih dalam kondisi memimpin, hanya satu
nama yakni Jokowi. Pertimbangannya, dari figur yang muncul di bursa capres, hanya Jokowi figur
berlatar belakang kepala pemerintahan sekaligus kepala wilayah dan pemimpin
rakyat. Jokowi pernah menjadi Walikota Solo, dan sekarang menjabat Gubernur DKI
Jakarta. Walikota Solo yang pernah dijabat Jokowi dan Gubernur DKI
Jakarta yang tengah dijabat Jokowi, notabena adalah jabatan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan, dan pengayoman
terhadap rakyat serta yang berkaitan dengan pelayanan kepentingan
rakyat.
Tak ditampik Jokowi
termasuk pemimpin yang berhasil dan mampu membuat perubahan saat menjabat
Walikota Solo. Dan kepemimpinannya sebagai walikota Solo, membuat Jokowi masuk urutan ketiga sebagai walikota
terbaik di dunia pada pemilihan World Mayor Project 2013 yang diselenggarakan
oleh The City MayorsFoundation (Yayasan
Walikota Dunia) berbasis di london. Sebagai
Gubernur DKI yang masih setahun lebih dijabatnya, harus diakui kepemimpinannya
juga banyak mambuat perubahan di DKI
Jakarta. Kinerja positifnya sebagai
Gubernur DKI membuat Jokowi masuk daftar 134 Tokoh Terkemuka Dunia (The Leading
Global Thinkers of 2013) versi Majalah
Foreign Policy terbitan Amerika Serikat.
Memang ada segelintir
kalangan mengatakan Jokowi tak berhasil saat jadi Walikota Solo dan saat
menjabat Gubernur DKI sekarang ini. Tentu harus dilihat dulu dari sisi mana
segelintir kalangan tersebut menilai demikian. Dari sejumlah kalangan yang tak
mengakui keberhasilan Jokowi, Ruhut Sitompul dan Amin Rais adalah orang yang
paling ngotot dan paling sering mengatakan Jokowi tak berhasil sebagai
pemimpin. Kedua orang ini terkesan antipati dengan Jokowi dan partai PDIP,
sehingga menilai dari aspek pandangan yang sempit. Selain itu kedua orang ini adalah partisan
dan punya calon yang dijagokan ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dan calon
keduanya ditaklukkan Jokowi di Final Pilgub DKI saat itu. Lalu untuk calon
presiden mendatang kedua orang ini juga punya calon masing-masing. Amin Rais
tentu menjagokan Hatta Rajasa dan Ruhut kini mendukung Pramono Edhi yang saat
ini masih ikut seleksi konvensi Capres Partai Demokrat. Lalu, calon keduanya juga
tak mampu menandingi elektabilitas Jokowi yang masih digadang-gadang sebagai
capres PDIP.
Sayangnya kedua
politisi tersebut adalah segelintir kalangan yang berpikiran dangkal dan picik
dan berada pada posisi tak independent ketika menyatakan Jokowi sebagai
pemimpin yang tak berhasil, sementara sebagian besar kalangan atau mayoritas
publik menilai Jokowi adalah pemimpin yang berhasil. Bahkan tak sedikit
politisi yang berbeda partai dengan Jokowi, dan tak mendukung Jokowi jadi
capres, mengakui keberhasilan Jokowi. Kalau
soal banjir Jakarta yang menjadi ukuran Jokowi dianggap tak berhasil, itu juga
tanggapan yang tidak fair dari segelintir orang, dan tanggapan itu tenggelam
oleh derasnya tanggapan positif terhadap sosok Jokowi dalam bertindak
menghadapi persoalan banjir. Hal itu
dibuktikan dari respon mayoritas warga Jakarta yang menjadi korban banjir,
justru tak menilai Jokowi sebagai Gubernur yang gagal. Malah kehadiran ditengah
banjir selalu mendapat sambutan positif para korban banjir Jakarta.
Kalaupun muncul
pertanyaan, bahwa Jokowi belum teruji jadi presiden, memang tak bisa
dipungkiri, karena dia memang belum pernah jadi presiden, bahkan figur yang
lain juga belum teruji jadi presiden. Tapi yang menjadi catatan penting, bahwa jabatan
Walikota Solo yang pernah dipegang Jokowi, dan jabatan Gubernur DKI Jakarta
yang kini masih disandang Jokowi adalah jabatan yang fungsi dan kewenangan sama
persis dengan jabatan presiden, yaitu sama-sama kepala pemerintahan, kepala
wilayah serta sama-sama sebagai pemimpin
dan pengayom dan pelayan rakyat masyarakat, hanya saja ruang lingkup
kekuasaannya saja yang berbeda. Sebagai kepala wilayah hanya sebutannya saja
yang berbeda karena disesuaikan dengan ruang lingkup wilayahnya. Presiden
disebut kepala negara karena ruang lingkung kekuasaannya adala wilayah negara,
sementara Gubernur dan Walikota disebut Kepala Daerah karena ruang rimgkup
kekuasaannya wilayah propinsi dan wilayah kota.
Jabatan walikota dan Gubernur adalah jabatan politis begitu juga dengan
jabatan Presiden yang juga jabatan politis.
Pernyataan politisi Partai
Demokrat Ramadhan Pohan yang mengatakan bahwa Jokowi akan terbenam oleh sosok
Dahlan Iskan dan Gita Wiryawan seperti Jakarta dibenam banjir, dan dikatakannya
pula bahwa Jokowi belum pantas jadi
presiden dan lebih cocok menjadi menteri karena belum matang dan minim
pengalaman dalam menghadapi permasalahan nasional, merupakan pernyataan yang
menggelikan. Ramadhan terkesan asal cuap dan alasannya mengatakan demikian juga
di luar realita yang ada alias tak faktual. Pernyataan Ramadhan pohan juga
bagian dari pendapat minoritas. tak ubahnya seperti pernyataan Amin Rais dan
Ruhut, dan dia juga berada di posisi berpihak. Selain sebagai kader Partai
Demokrat, Ramadhan juga terkesan condong mendukung Dahlan dan Gita yang ikut
konvensi Capres Partai Demokrat.
Pendapat yang
mengatakan Jokowi tak berhasil sebagai pemimpin, ataupun yang menyatakan Jokowi
belum pantas jadi presiden, adalah pendapat minoritas yang bisa dihitung
jumlahnya dan yang berpendapat demikian kebanyakan pada posisi berpihak alias
tak netral, serta jelas muatan kepentingan politik, karena yang melontarkannya kebanyakan
adalah orang partai politik yang tak satu partai dengan Jokowi. Malah alasan
yang dikemukakan sangat dangkal dan tak beralasan. Tujuannya juga sangat jelas
untuk menjatuhkan citra Jokowi yang berelektabilitas tinggi dan sebagai figur
yang mendapat dukungan kuat menjadi capres.
Pastinya sampai detik
ini pernyataan tersebut tak ada pengaruhnya menjatuhkan citra Jokowi. Isu
apapun termasuk isu banjir yang digelontorkan untuk menjatuhkan citra Jokowi,
juga tak ada pengaruhnya. Pernyataan
tersebut justru tenggelam oleh pernyataan
positif menilai figur dan kepemimpinan Jokowi. Jauh lebih banyak
kalangan yang mengakui keberhasilan Jokowi baik ketika menjadi walikota Solo
maupun saat menjadi Gubernur DKI saat sekarang ini. Bahkan lebih banyak
politisi partai lain yang mengaku memberikan apresiasi atas kepemimpinan Jokowi
dari pada yang mendiskreditkan Jokowi. Yang pasti dunia Internasional mengakui
keberhasilan Jokowi baik saat menjabat Walikota Solo maupun Gubernur DKI yang
masih setahun lebih dijabatnya.
Memang sebagian besar
figur selain Jokowi, dianggap cukup berpengalaman memegang jabatan tinggi di pemerintahan. Ada mantan menteri dan masih
menjabat sebagai menteri, mantan Panglima TNI dan mantan Kepala Staf Angkatan
di TNI dan Mantan Danjes Kopasus atau mantan Dan Kostrad, namun jabatan yang
dipegang dan pernah dipegang figur-figur tersebut adalah jabatan subordinasi
atau bagian dari kekuasaan kepala pemerintahan ataupun bagian dari salah satu
institusi pemerintahan. Lalu ada juga figur mantan pemimpin salah satu lembaga
tinggi negara ataupun masih memimpin salah satu lembaga tinggi negara, tapi
jabatan itu bukan jabatan kekuasaan pemerintahan.
Meskipun tak dipungkiri
pengalaman mereka sebagai pejabat pemerintahan dan pejabat lembaga tinggi
negara menjadi modal berharga untuk menjadi presiden. namun harus digaris bawah
figur-figur tersebut adalah figur yang tak pernah atau tak berpengalaman
memegang pemimpin kekuasaan pemerintahan, tak berpengalaman memimpin rakyat dalam
suatu wilayah atau daerah, karena jabatan yang mereka pegang bukan jabatan yang
berkenaan dengan itu. Memang ada juga figur yang pernah menjabat sebagai wakil
presiden, tapi jika dalam hal-hal tertentu atau nilai untuk kategori figur
jujur, tulus, khususnya kategori figur yang peduli dan merakyat, masih jauh
kalah dibanding Jokowi.
Berdasarkan fakta,
pengakuan, termasuk seluruh hasil survei yang tetap menempatkan Jokowi ditempat
teratas sebagai capres yang berelektabilitas tertinggai dan berpeluang menang
jika mencapres, ditambah lagi apresiasi termasuk apresiasi dunia internasional terhadap
kepemimpinan Jokowi, dan besarnya dukungan terhadap Jokowi untuk menjadi
presiden, tak salah kalau saya katakan
Jokowi figur yang tak perlu diragukan nilai kepantasannya menjadi presiden
selanjutnya. Saya yakin banyak orang yang setuju dengan penilaian saya, sebab
ukuran bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat serta mampu melakukan perubahan, yang jadi
ukuran kepantasan jadi presiden di republik ini adalah ukuran yang sangat layak
dan objektif. Apa mau dikata kalau yang
sesuai ukuran itu secara utuh memang untuk sementara hanya Jokowi.
Bukan mengecilkan
figur-figur yang lain. Kalaupun ada (itupun kalau ada) diantaranya memenuhi
standar ukuran (bersih, jujur, tulus, peduli dan merakyat serta mampu membuat
perubahan) itu secara utuh, tapi kualitasnya masih jauh dibawah Jokowi. Namun,
dari sejumlah nama yang sudah muncul sebagai capres atau yang sedang
digadang-gadang dan tengah ikut seleksi sebagai capres, sebagian besar tak
memenuhi standar ukuran tersebut secara keseluruhan, sehingga kepantasannya jadi preseiden sangat diragukan. Silahkan
keberatan kalau saya anggap tak pantas menjadi presiden karena tak memenuhi
kategori itu. Tapi jangan mempersalahkan saya membuat penilaian menurut ukuran
yang demikian, dan jangan mempersalahkan rakyat yang secara mayoritas
mengingginkan dan menganggap Jokowi pantas jadi presiden berikutnya.
Klik dan baca juga di :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar