Antara Ambisi dan Visi Misi
Oleh : M. Alinapiah Simbolon SH
Sepuluh pasangan calon, sudah dipastikan akan bertarung untuk memperebutkan gelar jabatan kekuasan yang bernama Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. Tak dipungkiri kalau jabatan itu menjadi incaran dan target utama untuk diraih. “Ambisi” kesepuluh pasangan untuk menggapai singgasana yang konon katanya memang empuk dan menjanjikan itu, memang tak perlu diragukan dan sudah jadi harga mati bagi para calon. Sehingga tak ada alasan lain kecuali karena “ambisi”, yang menjadi faktor utama penyebab para calon mau bertarung habis-habisan untuk meraih posisi jabatan puncak itu.
Memang tak salah, kalau pun ada alasan dari pasangan calon, yang konon katanya maju, karena terpanggil untuk membangun dan memajukan kota Siantar atau alasan alasan yang senada dengan itu, atau pun alasan yang lebih mengkerucut dan tendensius yaitu ingin mensejahterakan rakyat Siantar, ingin menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, rasanya semua alasan itu secara politis sudah dianggap jamak dan sudah menjadi alasan yang mentradisi, dan sah-sah saja dijadikan alasan, meskipun sebenarnya bukan alasan yang substansial,. Yang pasti semua itu adalah alasan sekunder, yang dikondisikan menjadi alasan utama yang secara lebih terperinci pasti mereka tuangkan dalam visi misinya masing-masing.
Membuktikan kebenaran bahwa “ambisi” yang menjadi alasan utama pasangan calon maju, memperebutkan singgasana tertinggi di negeri Siantar, jelas bukan hal yang sulit. Pastinya para calon adalah orang yang berduit, tapi meskipun berdompet tebal, sejatinya takkan mungkin seseorang berani maju dengan menghabiskan finansial ratusan juta hingga miliaran bahkan puluhan miliar rupiah, hanya untuk alasan klasik tadi. yaitu ingin membangun dan memajukan
Tak hanya itu, karena ambisi jugalah, membuat para calon berlomba-lomba menjelmakan diri menjadi dermawan musiman. Kegiatan sumbang
Tak hanya itu, karena didorong untuk mewujudkan ambisinya, para calon pun tak merasa risih, tak merasa jengah dan tak merasa sungkan melakoni pragmen murahan yang gampang ditebak endingnya. Selain menjadi dermawan musiman, para calon pun tiba-tiba berfriksi dari sosok aslinya, dan tanpa latihan dan niat uang tulus berubah menjadi sosok yang santun, alim, peduli dan berperilaku merakyat. Bahkan karena ambisi untuk meraih kekuasan pula, para calon juga tak ketinggalan mengeksploitasi suku, agama dan komunitas-komunitas tertentu seolah-olah calon tersebut memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap hal-hal itu. Yang lebih ironis lagi, supaya ambisinya bisa terwujud, sampai-sampai ada calon yang nekat mengelabui dan membohongi publik, hanya karena ingin menunjukkan diri sebagai calon yang dinilai seorang intelek.
Mungkin itulah beberapa contoh dari sekian banyak contoh yang secara realita memang kerap terjadi menjelang pemilukada
Sebagai bukti bahwa visi dan misi dianggap tak berperan oleh sebagian calon, saat ketidakhadiran sebagian kandidat tersebut dibeberapa acara debat kandidat yang digelar beberapa elemen masyarakat.. Dan dapat ditangkap dari ketidakhadiran mereka di ajang debat kandidat, menunjukkan bahwa bagi mereka visi an misi bukanlah hal yang penting, meskipun kemungkinan ketidakhadiran pasangan calon tersebut karena takut dan tak mampu berdebat, ataupun mungkin karena tak menguasai visi dan misinya saat diperdebatkan.
Sebenarnya antara ambisi dan visi misi adalah hal yang efektif untuk mendulang dukungan dari masyarakat, jika diantara keduanya berjalan sinkron. Ambisi para calon untuk menjadi pemenang di pemilukada, lebih berpotensi dapat terwujud, jika visi misinya tersosialisasi dan bisa jadi bahan penilaian, apalagi jika visi dan misi tersebut dinilai berpeluang untuk diaplikasikan dan gampang diterima dan dicerna masyarakat.
Tapi kenyataannya, sebagian besar masyarakat Siantar khususnya yang memiliki hak pilih mengenal sosok para pasangan calon hanya secara fisiknya saja, dan itupun lebih banyak dikenal via baliho dan spanduk. Untuk soal visi dan misi para calon, sebagian besar masyarakat memang tak tahu banyak. Kunjungan para calon ketengah tengah masyarakat saat melakukan sosialisasi, selalu minus visi misi.
Dengan kondisi yang demikian, sangat wajar jika masyarakat hanya tahu sekelumit tentang siapa sebenarnya para calon, dan sangat wajar pula jika masyarakat tak punya rekomendasi lebih rinci tentang para pasangan calon yang akan berkompetisi di pemilukada.. Dan tak bisa dipungkiri munculnya sikap apatis dari masyarakat, keputusan tidak menggunakan hak pilihnya, Kalaupun masyarakat menentukan sikap untuk menggunakan hak pilihnya, lebih cenderung didasarkan pengaruh pragmatis yang bersifat instant ataupun karena keterkaitan komunitas yang sifatnya cenderung primordial.
Kendati demikian kita masih berharap agar masyarakat jeli untuk melakukan penilaian secara sadar dan cerdas sebelum mentukan pilihan. Kita berharap pemimpin Siantar kedepan lahir dari ajang demokrasi yang benar-benar demokratis, dan dari hasil pilihan masyarakat yang menginkan pemimpin yang pantas jadi pemimpin. Semoga !!!
Penulis
Direktur Eksekutif Governement Monitoring (GoMo)
Siantar-Simalungun
Catatan :
Tulisan ini telah diterbitkan di Harian Siantar 24 Jam, Jumat, tanggal 21 Mei 2010.