Selasa, 27 September 2011

Rezim Pemerintahan Yang Tak Punya Arah (Tulisan)

Setahun Kepemimpinan Walikota Siantar Hulman Sitorus

Rezim Pemerintahan Yang Tak Punya Arah

Oleh : M Alinapiah Simbolon SH

Siantar Mantap, Maju dan Jaya adalah jargon pemerintahan dibawah kepemimpinan Walikota Siantar Hulman Sitorus dan Wakil Walikota Koni Ismail Siregar. Bagi penulis kata Mantap, Maju dan Jaya adalah tiga buah kata yang terangkai sangat sistemik yang begitu ideal dan terarah untuk program sebuah pemerintahan.

Itu menurut pemahaman penulis, entahlah kalau menurut Hulman dan Koni selaku empunya jargon. Apakah mereka mengerti makna dan maksud tiga rangkaian kata itu ? Hanya merekalah yang tahu. Yang pasti jargon itu adalah lead dari visi dan misi mereka saat mereka mencalonkan diri jadi Walikota dan Wakil Walikota Siantar, lalu kemudian digiring menjadi jargon pemerintahan saat mereka memimpin pemerintahan Kota Siantar, yang masih berjalan saat ini.

Namun kalau melihat kondisi kota Siantar, di usia setahun Hulman dan Koni mengemban tugas sebagai Walikota dan Wakil Walikota Siantar, tampaknya kepemimpinan Hulman dan Koni masih hanya sebatas menang di jargon. Untuk sementara hanya jargon Mantap Maju dan Jaya yang kerap terdengung dan terpampang. Patut diragukan kalau mereka memang mengerti arti dan tujuan jargon milik mereka tersebut. Atau jargon itu adalah visi dan misi tempahan alias buatan orang lain, yang digunakan hanya sekedar untuk melengkapi syarat ketika mereka maju sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Siantar tahun 2010 lalu, tanpa ada rasa tanggung jawab untuk mengaplikasikannya. Penulis prediksi demikian, sebab kebijakan dan sikap Hulman selama setahun memimpin pemerintahan, tak ada yang signifikan memberikan peluang untuk kemajuan dalam aspek apapun. Kenyataannya, dari awal roda pemerintahan sudah tidak lagi tersistem, karena sudah melanggar azas dan mekanisme pemerintahan yang baik dan ideal.

Diawal pemerintahan, Hulman Sitorus selaku Kepala Pemerintahan telah mengejewantahkan sebagian besar tugas dan fungsinya kepada oknum yang berada diluar sistem pemerintahan. Sehingga, sudah menjadi rahasia umum kalau para pejabat SKPD Kota Siantar, masih punya lagi atasan tak resmi selain Hulman dan Koni, yaitu Eliakim Simanjuntak.

Penulis dan sebagian masyarakat Siantar tak lagi merasa heran kalau Eliakim Simanjuntak yang telah diberi anugrah Staf Khusus yang tak pernah ada dalam sejarah tata pemerintahan daerah, punya kekuasaan yang begitu “sakti”, malah pada kenyataannya jauh lebih “sakti” dari kekuasaan deputi resmi Hulman yaitu Koni Ismail Siregar yang punya jabatan resmi sebagai Wakil Walikota Siantar. Kesaktiannya memang sudah teruji dan sudah menjadi rahasia umum. Konon menurut beberapa sumber dan hasil investigasi kalangan jurnalis, saat Eliakim "ngekos" di Lembaga Permasyarakatan Siantar sebagai tahanan, karena terganjal kasus judi, para SKPD juga terlihat keluar masuk LP membawa berkas, yang tujuannyan melakukan penghadapan kepada Eliakim.

Kalau pun sejak awal, kata Hulman, keberadaan Eliakim adalah untuk membantu tugasnya dan gajinya tak di tampung di APBD, tapi yang pasti Hulman telah mengacaukan sistem pemeritahan yang ada, karena telah mengeluarkan surat yang notabene surat pemerintahan yaitu SK Walikota untuk mengangkat Eliakim sebagai Staf Khusus. Dan kenyataannya Eliakim juga bukan sekedar Staf khusus Hulman, tapi sudah lebih dari itu, bahkan konon sampai urusan,proyek mutasi dan penempatan pejabat pun menjadi kompentensi Eliakim, meskipun semua itu diluar administrasi pemerintahan. Inilah hal-hal paling urgen yang merusak rangkaian sistem pemerintahan di kota Siantar.

Kondisi lain pemerintahan, adalah tak terlihatnya terobosan Walikota Hulman Sitorus untuk memajukan kota Siantar kearah yang lebih baik. Hulman masih berada pada level pimpinan yang bersifat kemaruk dengan tahkta atau jabatan ke walikotaanya, namun terkesan tak mau mengerti dan tanpa mau memahami, serta tak tersirat ambisi untuk belajar apa tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang kepala pemerintahan dan kepada daerah. Buktinya peran yang dijalankan Hulman selama memasuki setahun usia kepemimpinannya, hanya sekedar memimpin rapat, menghadiri acara, pidato, ataupun kunjung sana dan kunjung sini,sementara tugas urgen yang seharusnya ditangani Hulman, sebagian besar sudah di jewantahkannya kepada Eliakim. Sementara Koni yang bertindak jadi deputi Hulman juga tak jauh beda dengan yang dilakukan Hulman, justru porsinya lebih sedikit, dan terkadang hanya sekedar jadi peran pengganti untuk acara seremonial, karena lebih banyak diperani Hulman. Sementara Kalau pun ada program yang tampak berjalan di pemerintahan Hulman, itu merupakan program pemerintahan atasan yang memang wajib dilaksanakan pemerintah kota, namun itupun belum bisa dinilai berhasi.

Yang lebih ironis, Hulman juga membuat kebijakan yang memperlihatkan terjadinya disintegrasi antara pemerintah dan legislatif. Hulman tanpa beban bertindak mengadopsi pola kepemimpinan Walikota terdahulu RE Siahaan. Meskipun caranya tak sefrontal yang dilakukan RE Siahaan, dia juga menerbitkan sebuah Perwa (Peraturan Walikota) seperti yang dilakukan RE Siahaan, yaitu Perwa mengatur Perubahan APBD tahun 2011, yang seharusnya diatur melalui Peraturan Daerah yang melibatkan kewenangan DPRD Kota Siantar. Tak hanya itu Hulman, dinilai tak mampu berindak cepat dan tanggap melaksanakan pembangunan infrastruktur, sementara anggarannya sudah ditampung di APBD 2011.

Dilihat dari sisi sikap, umumnya masyarakat Siantar tahu bagaimana sikap Hulman, terutama bicaranya yang terkesan arogan. Itu sudah berulang kali terbukti dan menjadi konsumsi publik. Mulai dari pernyataannya yang alergi terhadap media, bahasa kotornya dihadapan para siswa dan guru yang tengah berunjuk rasa, serta ucapan-ucapannya yang acapkali nyeleneh sehingga menimbulkan ketersinggungan dan persoalan.

Keberadaan Hulman dan Koni selaku pimpinan dan wakil pimpinan tertinggi pemerintahan, dengan kondisi yang demikian, tentunya tak punya peluang mencerminkan kemajuan kota Siantar. Mantap, Maju dan Jaya yang menurut penulis merupakan tiga langkah menuju kemajuan kota Siantar, tak punya arti dan nilai dalam kondisi sekarang ini,dan penulis perkirakan juga bakal tak punya arti dan nilai, untuk sisa kepemimpinan Hulman empat tahun kedepan.

Yang pasti rusaknya mekanisme pemerintahan berawal dari adanya oknum luar struktur yang mempunyai kewenangan lebih diberikan oleh Hulman, dan itu sangat kontradiktif dengan makna Mantap, Maju dan Jaya yang menjadi jargon pemerintahan Hulman dan Koni. Jelaslah kontradiktif, sebab kondisi pemerintahan sudah tak lagi Mantap, karena sudah dirusak oleh Hulman sendiri. Kalau sudah tak lagi Mantap, sudah bisa dipastikan langkah kearah Maju dan Jaya, sulit untuk tercapai. Inilah kondisi pemerintahan Hulman Sitorus yang merupakan sebuah rezim pemerintahan yang tak punya arah, karena fundasinya sudah rapuh dari awal oleh tangan dan kebijakan Hulman sendiri.



Merima Aksi Unjuk Rasa Serikat Petani SistimHutan Kerakyatan ke Kantor Harian SIANTAR METROPOLIS


Saat menerima dan berbicara menanggapi tuntutan ratusan pengunjukrasa
dari Serikat Petani Sistim Hutan Kerakyatan, yang datang berunjukrasa Ke kantor Redaksi Harian SIANTAR METROPOLIS.
Lokasi Halaman Kantor Redaksi Harian SIANTAR METROPOLIS di Jalan Kartini No 29 C Pematangsiantar, Senin, 19 September 2011

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA