Sabtu, 26 Februari 2011

Melihat Dominasi Kepentingan Pribadi Di DPRD Siantar...... Persetan lah Denganmu Anggota Dewan…..!!! ( Artikel /Tulisan )


Melihat Dominasi Kepentingan Pribadi Di DPRD Siantar

Persetan lah Denganmu Anggota Dewan…..!!!

Oleh : M Alinapiah Simbolon SH

Melihat karakter dan prilaku sebagian besar anggota DPRD Siantar, tentunya jauh dari harapan, untuk mengharapkan kepada mereka agar menjalankan. tugas dan fungsinya sebagai penyambung lidah rakyat dan pejuang aspirasi dan kepentingan rakyat. Faktanya memang demikian, karena bagi wakil rakyat yang terhormat di kota ini, fungsi dan tugas sebagai anggota DPRD, tampaknya hanya sebatas yang tersurat di atas kertas undang-undang. Aktifitas yang dilakoni sebagian besar bahkan seluruh legislator tersebut, lebih kental memperjuangkan kepentingan pribadi masing-masing, padahal apapun yang mereka kerjakan, baik dalam setiap gerak langka bahkan dalam setiap hembusan napas mereka, terkait jabatannya, selalu melekat yang namanya pejuang kepentingan masyarakat dan jabatan mereka adalah habatan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Wakil rakyat Siantar periode-periode terdahlu, tampaknya sama saja dengan yang sekarang, setali tiga uang,. Tapi ironisnya wakil rakyat yang sekarang malah terlihat lebih murahan dan permainannya agak amatir, kasar dan acapkali memalukan. Menyikapi suatu persoalan, awalnya saja vocal, setelah dapat rahkmat berupa “titipan” eh spontan mulutnya terbungkam alias tak bersuara lagi.

Lihat saja, ketika para legislator Siantar itu menyikapi sejumlah persoalan yang ada di kota ini. Sebagai contoh barang dan masih segar dalam ingatan kita adalah ketika para legislator terhoemat itu menyikapi persoalan pembangunan gedung RSUD dr Djasamen Saragih, yang pengerjaannya tak tepat waktu. Tak ada ending dari perjuangan menyoroti pembangunan gedung yang sudah menyalahi aturan itu. Justru para anggota dewan yang awalnya ngotot menyoroti proyek yang di addendum itu, belakangan tak lagi memperlihatkan kengototannya. Sorotan putus ditengah jalan, malah parahnya lagi tak satu pun anggota dewan bereaksi ketika masa addemdun sudah habis, sementara proses pengerjaannya tak kunjung selesai. Ironis memang dan betul-betul mengecewakan dan mengkhianati kepercayaan rakyat.

Saat kalangan pers mencoba konfirmasi tindak lanjut sorotan terhadap ketidak becusan proyek tersebut, termasuk rencana pemanggilan terhadap pemborong, nyatanya para anggota dewan secara berjemaah membungkan seribu bahasa, dan secara ketepan mereka pun berubah menjadi jagoan buang badan. Apa boleh buat, kondisi itu akhirnya jadi pembenaran terhadap isu yang berkembang kalau mereka sudah ‘dapat siraman’ yang menurut informasi nilainya tak seberapa alias recehan. Betul-betul Menjijikkan dan menggeramkan…… Namun begitulah memang model dan begitulah murahnya harga diri para anggota dewan yang katanya berpredikat wakil rayat terhormat.

Itulah salah satu contoh faktual pragmen murahan, yang di perontonkan para anggota dewan yang menyandang status wakil rakyat yang terhormat dihadapan rakyatnya. Tak dipungkiri, banyak lagi praktek-praktek model serupa itu telah mereka perlihaktkan. Yang pasti itu jelas mencoreng dan mempermalukan status terhormat yang mereka sandang, sehingga mereka berani berkorban, meski dibayar murah, hanya karena kepentingan pribadi

Kalau kepentingan politis itu mungkin merupakan hal yang wajar, karena mereka bisa jadi penghuni lembaga itu juga sebagai perwakilan partai politik. Tapi di DPRD Siantar kepentingan pribadi kerap terlihat mengambil peran yang sangat dominan. Justru itu pula yang paling dominan terlihat ketika ada ajang rutin yaitu pembahasan yang bersifat untuk kepentingan publik. Miris kita melihat setiap pembahasan APBD atau P APBD selalu dijadikan ancak untuk merengkuh kepentingan pribadi yang lebih besar dari para legislator, dan gerilya kepentingan pribadi itu menjadi himne bersama alias satu suara, serta akhirnya menjadi punishing dan .finishingnya.

Memang tak dapat dibuktikan, tapi dapat dilihat dan dirasakan kalau hasrat pemenuhan kepentingan pribadi para anggota dewan selalu menggelitik saat ada momen pembahasan APBD maupun pembahasan P APBD. Dan bukan rahasia umum lagi kalau eksekutif harus terlebih dahulu menggelontorkan dana segar yang tak masuk dalam nomenklatur APBD, untuk memuluskan pengesahan R APBD atau R PAPBD atau Ranperda yang diajukan.

Itu adalah bagian nilai tawar dan nilainya sesuai permintaan. Kalau tidak sesuai, lihat aja apa yang terjadi, bukan tak mungkin ada aksi merajuk yang dilakukan para anggota dewan, meski dengan dalih yang tak masuk akal, sementara aksi merajuk berjemaah itu akan efektif, karena sang eksekutif merasa takut kalau rancangan yang diajukannya tak dapat pengesahan, apalagi para anggota dewan sengaja melakukan pembahasan pada penghujung waktu yang ditetapkan oleh peraturan per undang-undangan.

Masih segar diingatan kita pembahasan APBD Kota Siantar tahun 2011, beberapa waktu yang lalu. Sebagian besar anggota dewan sempat melakukan aksi merajuknya. Apakah aksi itu bagian dari nilai tawar atau tidak, namun belakangan isu berkembang kalau para anggota dewan sudah terima siraman, karena pada akhirnya yang merajuk ikut juga mengesahkan APBD itu.

Anehnya lagi, tampaknya masih ada saja cara bagi anggota dewan membuat eksekutif ketar-ketir, yang ujung-ujungnya bisa menjadi nilai tawar.. Meskipun mereka sudah mengesahkan rancangan APBD tersebut. Dua pimpinan dewan Siantar itu, bisa-bisanya tak mau menandatangi hasil pengesahan RAPBD untuk disampaikan kepada Gubernur dan Mendagri, hanya dengan alasan tak masuk akal dan terkesan dibuat-buat yaitu ada kekurangan administrasi. Merekalah yang tahu apa maksud dan tujuannya, sehingga tak mau menandatangani pengesahan anggaran itu. Tapi masyarakat bisa saja menilai secara apriori kalau sikap dua pimpinan dewan itu, punya maksud tersendiri, bisa saja dinilai untuk membuat nilai tawar, yang nuansanya untuk meraih keuntungan pribadi.

Sebenarnya masih banyak rakyat kota ini tak sadar, kalau sudah menjadi objek pembodohan yang dilakukan oleh para anggota dewan. Bagi yang sadar dan mengerti juga terkadang kurang merespon dan tak memberikan resistensi atas sikap memuakkan dan memalukan yang dilakoni anggota dawan kota ini. Menyedihkan memang, kalau kita mendengar dan menyaksikan, bahwa kalau kepentingan menghabiskan uang rakyat, dalam bentuk jalan-jalan dengan judul studi banding, dan termasuk saat mendapat jatah laptop, mereka langsung respon dan menyetujuinya, meskipun itu mendapat sorotan dan kritikan bertubi-tubi. Malah mereka tak sungkan dan tak merasa malu meng counter sorotan dan kritikan itu. Tapi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, respon mereka terkadang tampak hanya setengah hati, malah kadang mereka tak punya hati dengan mengkhianatinya. Jika demikian, maka sangat pantas dan wajar jika ada rakyat yang ber kata kasar, “Persetan lah denganmu anggota dewan…..!”, mungkin bisa saja ada yang berkata yang lebih kasar dari itu.

Penulis adalah

Ombudsman Harian METRO 24 Jam/SIANTAR 24 Jam, dan Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo) Siantar-Simalungun


Jumat, 18 Februari 2011

Hulman Sitorus, Walikota Yang Tak Berani Hadapi Kenyataan ( Tulisan/Artikel )

Hulman Sitorus

Walikota Yang Tak Berani Hadapi Kenyataan

Oleh : M Alinapiah Simbolon SH

Sukses yang didulang Hulman Sitorus bersama Koni Usmail Siregar, mendapatkan dukungan mayoritas suara rakyat, memang berhasil mendudukkan mereka di tahta kepemimpinan pemerintahan di kota Siantar. Meskipun akhirnya, telah menjadi rahasia umum kalau ternyata dukungan mayoritas suara yang membuat keduanya jadi pasangan penguasa, merupakan dukungan instant, karena mayoritas rakyat pemilik suara yang memilih mereka, merasa ditipu dan dibohongi, karena sebelumnya telah diiming dengan rangsangan berupa dana stimulus fiktif dalam bentuk voucher, yang ternyata tak kunjung dicairkan.

“ Apa boleh buat, nasi telah jadi bubur, dan penyesalan memang datangnya terlambat ”, begitulah ujar-ujar sebuah pepatah mengatakan. Penyesalan baik yang terbersit dihati maupun yang keluar dari mulut sebagian besar orang-orang yang mengaku memilih Hulman dan Koni, hanya tinggal penyesalan. Legalitas Hulman dan Koni sebagai penguasa, tak bisa dianulir, bahkan tak bisa lagi di judicial review kan oleh siapapun. Meskipun ramai-ramai rakyat mendeklarasikan kekecewaannya karena merasa sudah ditipu dan dibohongi Hulman dan Koni, anugrah sebagai penguasa yang punya kekuasaan, telah melekat pada diri mereka, telah diuji dan dimenangkan oleh kekuatan hukum, serta pengukuhan mereka sebagai penguasa pemerintahan telah di stempel, secara resmi, meskipun stempelnya sempat di tuding sebagai stempel palsu.

Namun demikian, disebalik itu, ada juga konsekwensi negatif yang diterima Hulman dan Koni, disaat keduanya masih dalam hitungan bulan berkuasa, yaitu tudingan dan cap sebagai penipu dan pembohong besar. Tudingan itu belakangan layaknya seperti telah melekat pada diri mereka. Meskipun predikat sebagai penipu dan pembohong besar itu, tak dinobatkan atau tak dilantik secara resmi.. Tapi predikat itu secara de facto telah menjadi sebuah bukti, seiring dengan adanya pengakuan banyak orang yang kecewa, yaitu kecewa karena vouher yang dijadikan tiket untuk meraih kemenangan bagi Hulman dan Koni, dan sempat disimpan erat-erat oleh orang-orang yang memegang voucher itu, akhirnya menjadi voucher palsu ibarat cek kosong yang tak ada dananya.

Belakangan, tak hanya tudingan sebagai penipu dan pembohong besar yang melekat pada mereka karena janji palsunya. Selama dalam perjalanan kepemimpinan mereka yang masih dalam hitungan bulan, tudingan dengan embel-embel palsu-palsu lainnya juga terkuak dan dan kembali dikuakkan secara bertubi-tubi. Dan itu semua tertuju khusus kepada sang Walikota Siantar Hulman Sitorus, tudingan hal yang berbau palsu itu diantaranya tudingan menggunakan sample urine palsu dan darah palsu pada saat cek kesehatan Hulman Sitorus ketika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, sampai dengan tudingan dugaan menggunakan ijazah palsu saat mencalonkan sebagai walikota. .Terlepas benar atau tidak, semua tudingan dengan embel-emberl palsu itu, muasalnya dari kekecewaanaan atas tak terealisasinya janji Hulman dan Koni, maupun akibat dari kebijakan Hulman yang membuat ada pihak lain yang kecewa.

Tak hanya itu, keharmonisan antara Hulman dan Koni juga dinilai banyak kalangan sebagai keharmonisan palsu, sebab ditenggarai kalau hubungan diantara keduanya sudah seperti musuh dalam selimut. Dan tanda-tandanya kearah itu juga terlihat pada beberapa momen acara tertentu, dimana mereka terlihat tak menunjukkan kedewasaan, karena masih menyempatkan diri saling sindir pada momen-momen acara tertentu. Disamping sempat beredarnya informasi bahwa Koni berniat menggulingkan Hulman dan berada dibalik pengungkapan darah dan urine palsu serta dibalik unjuk rasa yang dilakukan salah satu organisasi.

Selanjutnya kekecewaan terhadap kepemimpinan Hulman dan Koni selama menjalankan roda kekuasaan pemerintahan yang masih hitungan bulan itu, juga mendapat penilaian negatif dari berbagai kalangan. Hulman dan Koni dinilai tak menunjukkan tanda-tanda menuju perubahan, Keduanya masih hanya sebatas melakukan pencitraan, meskipun mereka berdua akan susah mengembalikan citra nya karena sudah terlanjur dicap sebagai penipu dan pembohong besar. Optimalisasi kinerja mereka masih hanya berkutat pada sidak ke instansi dan menghadiri acara-acara resmi maupun tak resmi, tanpa ada terobosan yang signifikan untuk perubahan kota Siantar disegala aspek. Bagaimana mereka bisa merealisasikan visi dan misi mereka yaitu “Menuju Siantar Mantap Maju dan Jaya ”, kalau awal kinerjanya saja tak ada terobosan yang innovatif untuk mengarahkan dan menggairahkan agar membuat Siantar menjadi mantap, menjadi maju dan menjadi jaya.

Yang sangat disayangkan, Hulman ternyata bukan pemimpinan yang kooperatif dan komunikatit. Malah reaksinya selalu bernuansa arogansi, terutama menyikapi tudingan-tudingan dengan akhiran palsu yang diarahkan kepadnya. Acapkali dari mulutnya terlontar cuap-cuap yang membuat geram orang banyak, terutama orang-orang yang telah merasakan dikecewakannya. Beraninya dia berucap, kalau saat mencalonkan diri sebagai Walikota, dialah calon yang paling sedikit mengeluarkan uang dibandingkan dengan calon lain, dan dia malah mengaku kalau dia lebih hebat dari professor karena calon yang dikalahkannya saat pemilihan salah sartunya bertitel profesor.

Selain itu Hulman juga blak-blakan mengaku tak suka dengan media yang yang kerap membuat pemberitaan kritis, khususnya media lokal, bahkan terang-terangan mengaku tak mau membaca media lokal Tak hanya itu, sang walikota itu pun dengan tegas mengaku sebagai sosok walikota yang anti di demo, dengan mengatakan takkan menggubris dan tak menanggapi penyampaian aspirasi melalui aksi demo atau unjuk rasa yang dilakukan masyarakat.

Jika ditelusuri, sikap Hulman yang demikian, selain sebuah wujud dari sikap arogansinya, juga merupakan sikap kekhawatirannya terhadap berbagai gelombang tudingan negatif terhadap dirinya . Sebenarnya dia menyadari kalau citranya diawal pemerintahannya sudah anjlok dimata banyak orang terutama orang-orang yang memilihnya saat pencalonan, akibat kekecewaan terkait janji palsunya itu. Dia juga menyadari kalau dia takut dengan tudingan sebagai penipu dan pembohong besar akibat voucher yang tak dicairkannya itu, dan dia tahu kalau itu telah menjadi bumerang terhadap dirinya dan bisa menghancurkan kredibilitasnya sebagai pemimpin besar kota Siantar. Perimbangan itu pula lah, maka Hulman sejak awal mengklaim sebagai anti demo dan anti media yang memberitakan masalah vouchernya itu

Tentu alangkah naifnya seorang Hulman yang sudah walikota, karena vochergate itu ditambah borok kepalsuannya lainnya, yang belakangan terkuat, akhirnya membuat dia mengambil sikap menutup ataupun membatasi komunikasi dengan masyarakat dan media. Memang harus diakuainya kalau itu merupakan kelemahannya dan menjadi bumerang terhadap dirinya. ataupun menjadi senjata buat orang lain untuk menghancurkan kredibilitasnya. Tapi alangkah gobloknya sorang walikota kalau karena boroknya akhirnya membatasi diri dengan mengklaim dirinya sebagai anti demo dan anti media. Itu namanya dia memelihara umur boroknya itu untuk terus jadi bumerang baginya dan jadi senjata orang lain untuk mengkonyolkannya. Tapi mungkin saja langkah dan sikap seperti itu yang diambil seorang Hulman yang walikota Siantar itu adalah yang terbaik menurutnya, meskipun itu merupakan hal yang tergoblok yang pernah dilakukan seorang walikota. Yang pasti sikap yang dipertontonkan Walikota Hulman Sitorus yang membalut berbagai kepalsuannya dengan cara seperti itu adalah sikap seorang walikota yang tak berani menghadapi kenyataan.

Penulis adalah :

Ombudsman Harian Metro 24 Jam / Siantar 24 jam

Dan Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo) Siantar Simalungun



Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA