Selasa, 26 Juli 2011

Bupati Otoriter ( Tulisan )


Melihat Model Kepemimpinan

JR Saragih

Bupati Otoriter

Oleh :

M Alinapiah Simbolon SH

Sebenarnya ada hal yang mendasar yang menjadi motivasi agar kepala daerah dinilai berhasil memimpin daerah dan pemerintahan, yaitu niat baik untuk menjadikan daerah yang dipimpinnya menjadi daerah yang maju, dan menjadikan pemerintahan di pimpinnya menjadi pemerintahan baik dalam arti pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.

Secara konseptual. semua kepala daerah punya niat baik untuk memajukan daerah yang dipimpinnya, serta punya niat baik membuat baik jalannya roda pemerintahan yang dipimpinnya. Meskipun tak bisa kita pungkiri jika seorang kepala daerah juga pasti punya niat lain selain niat baik itu, karena sudah jadi rahasia umum bahwa menjadi seseorang kepala daerah yang saat mencalonkan tidak bisa hanya modal konsep visi dan misi serta modal niat baik, tapi harus mengeluarkan kost politik yang sangat besar.

Kemudian untuk mengetahui apakah seorang kepala daerah, secara implisit punya niat baik untuk memajukan daerah dan mewujudkan pemerintahan yang baik, dapat dilihat dan dinilai dari berbagai aspek penilaian. Tapi yang yang paling prinsip untuk jadi penilaian adalah model dan gaya kepemimpinan seorang kepala daerah, karena itulah yang jadi terapan dan ternilai langsung.

Kepemimpinan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun, sangat menggelitik dan responsif untuk dinilai. Siapapun orangnya, mulai dari pengamat kelas kedai kopi, sampai pengamat yang expert dan berbacground akademik, akan memberikan penilaian serius, melihat dan menilai model kepemimpinan JR Saragih selama lebih kurang 10 bulan menjabat Bupati yang nota bene merupakan kepala daerah dan kepala pemerintahan di Kabupaten Simalungun.

Gaya kepemimpinan yang diaplikasikan JR Saragih, membiaskan berbagai efek yang sangat kental forsi nilai negatifnya, Apa sebab ? Karena imbas dari model kepemimpinan Bupati Simalungun JR Saragih menimbulkan berbagai persoalan. Diantaranya kecanggungan dan ketidaknyamanan aparatur pemerintahan di semua satuan perangkat kerja, terutama pimpinan satuan perangkat kerja, yang diakibatkan kebijakan JR dalam hal copot mencopot pejabat secara mendadak serta terkesan mengabaikan mekanisme di lingkungan Pemkab Simalungun.

JR kerap mencopot dan mengangkat pejabat secara suka-suka tanpa pertimbangan profesionalisme dan etika. Korban kebijakan pencopotan pejabat yang dilakukan JR sudah cukup banyak. Sejumlah pejabat yang dicopot pun banyak yang merasa tak mengetahui secara pasti penyebat pencopotannya, malah ada pejabat yang dicopot tanpa nilai toleransi dan nilai etika serta kemanusian, dengan cara dicopot ditempat. Ironisnya JR melakukan pencobotan juga tanpa pertimbangan masa waktu, seolah tanpa diberi kesempatan JR kerap mencopot pejabat yang yang masih terhitung singkat menjabat sebuah jabatan, istilahnya baru diangkat tak lama kemudian langsung dicopot.

Yang lebih tragis lagi ada sejumlah pejabat yang punya prestasi, tapi dicopot tanpa alasan yang jelas, dan anehnya setelah dicopot lalu ditempatkan dijabatan yang tak pantas secara jabatan dan kepangkatan karena lebih rendah dari jabatan sebelumnya. Dan sebaliknya ada pejabat yang diangkat JR juga belum memenuhi syarat memempati jabatan yang diduduki pejabat tersebut. Itu semua terbukti memang dilakukan JR. Yang pasti hal yang paling berimbas dari hobbi JR melakukan copot-mencopot ala dadakan, adalah rasa waswas dan tak optimalnya para pejabat yang sedang menjabat menjalankan kinerjanya, karena ter phobia oleh kebijakan dadakan JR tersebut.

Itu soal copot mencopot dan mengangkat pejabat, Lain lagi soal sejumlah kebijakan-kebijakan JR yang dinilai negative, diantaranya masalah pengolahan anggaran yang belakangan terkuak banyaknya jumlah anggaran yang tak jelas juntrungannya alias raib tak tahu kemana. Seperti anggaran pembayaran kepentingan insentif guru, uang lauk pauk dan berbagai anggaran lainnya. Banyak lagi penyimpangan anggaran yang peruntukannya dialihfungsikan untuk kepentingan hal yang tak signifikan, serta penyimpangan dalam bentuk pengalihan peruntukan anggaran yang tak sesuai seseuai aturan. Penyimpangan peruntukan pembagian insentif upah pungut PBB tahun sebelumnya bisa dijadikan sebagai contoh real.

Sejumlah kebijakan JR yang lain, secara kasat mata acap menabrak aturan yang ada, seperti pengalihan fungsi sejumlah gedung kantor pemerintahan, kemudian membuat Peraturan Bupati untuk kepentingan tertentu seperti penundaan pembayaran uang lauk pasuk PNS dan guru, serta Peraturan Bupati untuk pendirian Rumah Sakit Daerah di Raya. Ironisnya pembuatan Perbup terkesan dipaksakan tanpa konsideran hukum yang jelas dan tanpa melalui mekanisme pembentukan perundang undangan.

Harus kita akui bukan tidak ada kebijakan JR Saragih yang positif, namun tidak sedikit pula kebijakan yang dibuat JR ternilai negatif. Hal itu disebabkan gaya kepemimpinan JR yang mungkin menurutnya bentuk sebuah ketegasan, namun ternyata bersifat negatif, sebab dinilai tak normatif, makan banyak korban serta kental nilai arogansinya dan tak ada nilai profesionalnya. Tak kita pungkiri kepemimpin JR juga terkesan melakukan pemanfaatan jabatan bupati yang disandangnya untuk kepentingan pengembangan bisnis usaha pribadinya Konsekwensinya timbul penilaian negatif dari fakta riil selama kepemimpin JR sebagai Bupati dalam kurun waktu sekitar 10 bulan. Dan konsekwensi lainnya, pemerintahan yang dikomandoi JR bukanlah pemerintahan yang baik dan bebas KKN alias "Non Good Government".

Dengan kondisi seperti ini, tidak terlalu dini kalau dikatakan gaya kepemimpinan yang diterapkan JR Saragih Bupati Simalungun adalah gaya kepemimpinan yang otoriter. Kesan otoriter sangat jelas dan sangat kental, apalagi kalau dinilai secara mendalam jabatan Bupati yang dijabat JR, sudah terusik oleh sikap arogan dan otoriternya. Padahal pada hakikatnya jabatan Bupati adalah punya makna pengayoman karena di jabatan itu ada nilai kepamongan. Yang jelas Bupati adalah jabatan murni yang berkaitan dengan tujuan memperjuangkan kepentingan masyarakat yang ada di wilayah kabupaten, bukan jabatan komisaris atau direktur utama di sebuah perusahaan pribadi atau keluarga. JR harus tahu dan semua orang juga perlu tahu bahwa gaya kepemimpinan di jabatan Bupati tak etis dilakoni ataupun dipadukan dengan dengan gaya bos sebuah perusahaan. (***)


1 komentar:

  1. Buat Rekan-rekan,dengan kepimpinan yang otoriter sistem pemerintahan abal-abal alias hukum rimba dan peraturan rimba,sudah saatnya elemen masyarakat yang peduli atas kebenaran dan keadilan untuk mencegah tindakan-tindakan dari seorang otoriter yang sesalu merugikan orang banyak dan mematikan sendi-sendi kebenaran..

    BalasHapus

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA