Minggu, 20 Juni 2010

Pemilukada Berlumur Noda (Tulisan / Artikel)

Pemilukada Berlumur Noda

Oleh : M. Alinapiah Simbolon SH



Helatan pemilukada Siantar, telah usai digelar. Tak disangka pesta demokrasi dalam rangka suksesi kepemimpinan Kota Siantar tersebut hanya berlangsung satu putaran, dan hasilnya pun telah diketahui dan pemenangnya telah ditetapkan oleh pihak penyelenggara. Pragmentasi pemilukada mulai dari proses awal hingga penetapan siapa yang menjadi pemenangnya, kini hanya tinggal cerita, dan mungkin akan menjadi catatan sejarah, itupun kalau kelak masih diingat dan dikenang.

Yang menang, untuk sementara sembari menunggu legalitas kemenangannya, pasti merasa berbahagia dan merasa bersyukur, meskipun masih ada rasa kekhawatiran karena kemenangannya masih diusik oleh pihak yang tak bisa menerima kekalahan.. Yang tak berhasil meraih kemenangan, dengan terpaksa harus menerima kekalahan, kendati masih ada yang tak bisa terima dengan kekalahan dan tak terima dengan kemenangan pasangan pemenang, dan kemungkinan akan melakukan upaya resistensi melalui jalur hukum untuk menggagalkan hasil kemenangan pasangan pemenang.

Jika memang ada perlawanan dari pihak yang kalah, maka tak tertutup kemungkinan kemenangan yang telah diraih pasangan pemenang bisa digagalkan melalui gugatan, dan efektifitas gugatan itu tergantung hasil keputusan lembaga yang berwenang memutuskan persoalan pemilukada yaitu Mahkamah Konstitusi. Namun untuk sementara pasangan pemenang, adalah calon yang diprioritaskan untuk dinobatkan sebagai pemegang tampuk kekuasaan. Jika akhirnya tak ada yang merasa keberatan, ataupun perlawanan tak berhasil menggagalkan kemenangan, maka kemenangan tadi dipastikan akan dilegalkan pada saat acara pelantikan sebagai puncak kemenangan. Dan pada tahap ini akan paripurna lah rasa bahagia dan rasa syukur sang pasangan pemenang.

Terlepas apapun hasilnya, sudah menjadi rahasia umum kalau pemilukada Siantar diwarnai berbagai persoalan, dan persoalan-persoalan itu menjadi lumuran noda dan catatan buruk dalam proses perjalanan pemilukada di Kota Pematangsiantar. Perseturuan antara KPU dan Panwaslukada, yang kemudian diakuinya Panswaslukada setelah jadwal Pemilukada ditetapkan, adalah sebuah ketimpangan dari perjalanan awal proses pemilukada di Siantar. Lalu, persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda dan banyaknya masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT, juga menjadi problema yang tidak bisa di antisipasi oleh penyelenggara. Tidak hanya itu, persoalan dukungan sah terhadap lima pasangan calon perseorangan juga menjadi sangat diragukan kebenarannya, dan tak sesuai dengan kenyataan, jika di bandingkan dengan total hasil suara yang diraih ke lima calon perseorangan setelah pemungutan suara.

Persoalan lain yang lebih dilematis adalah terkuaknya masalah Ijazah SD dan menyusul Ijazah Sarjana Burhan Saragih Calon Walikota Pasangan RE Siahaan. Terkuaknya masalah ijazah tersebut membuktikan kebobrokan KPUD Siantar yang ternyata tidak maksimal ataupun tidak memaksimalkan diri melakukan verifikasi terkait masalah ijazah para calon. Anehnya, KPUD Siantar juga dinilai tak berani mengambil sikap tegas untuk mendiskualifikasi Pasangan RE Siahaan-H Burhan Saragih dari bursa calon, padahal pihak Universitas Amir Hamzah dan Kopertis Wilayah I Sumut-Aceh pada prisnsipnya telah menyatakan Ijazah S1 Burhan Saragih tidak sah. Dan kebobrokan KPUD Siantar seputar verifikasi Ijazah para calon pun kembali terkuak, dengan terkuaknya keraguan atas keabsahan Ijazah SMP Calon Walikota Hulman Sitorus, setelah berhasil menjadi pemenang pemiluka.

Terjadinya praktek money politik yang dilakukan beberapa calon, juga menembah deretan persoalan di pemilukada. Praktek jual beli suara di pemilukada Siantar dari awal sudah menggema, dan tak dipungkiri kalau hal itu tetap berlangsung pada detik akhir menjelang pemungutan suara, bahkan modus jual beli suara melalui voucher yang diduga dilakukan calon pemenang pun berlangsung efektif dan relatif aman, meskipun pada saat pemungutan suara, beberapa warga ada yang berhasil ditangkap mengunakan hak pilih orang lain untuk mencoblos calon tertentu.

Beragam persoalan yang terjadi di pemilukada Siantar, hanya bisa menjadi renungan bagi kita, paling tidak membuat kita berpikir, ternyata hanya sebatas inilah nilai demokrasi pemilukada Siantar. Apapun hasilnya, ataupun hasilnya akan bisa memberi perubahan atau tidak kepada Kota Siantar lima tahun kedepan, yang pasti sterilisasi pemilukada Siantar telah tercederai oleh berbagai persoalan. Siapa pun yang bertanggung jawab atas terjadinya persoalan-persoalan itu, kita kah…? penyelenggara kah…? atau para calon kah…? Pastinya persoalan-persoalan itu telah membuat pemilukada Siantar berlumur noda.


Penulis adalah :

Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo) Siantar-Simalungun,
dan Ombusdman Harian Siantar 24 Jam


Catatan :
Tulisan ini telah diterbitkan
di Harian Siantar 24 Jam, Senin 21 Juni 2010

Selasa, 08 Juni 2010

Ketika Kita Harus Memilih (Tulisan / Artikel)


Ketika Kita Harus Memilih


Oleh : M. Alinapiah Simbolon SH


Judul tulisan ini memang agak melankolis laksana judul sebuah novel, namun dalam konteks judul tulisan ini, penulis sedikit ingin menggambarkan tentang kisah asmara pemilukada di negeri yang bernama Siantar ini. Kisah asmara politik ini bermuara kepada keteguhan hati kita selaku pemilik mutlak hak pilih untuk membuat pilihan, yaitu pilihan untuk memilih ataupun pilihan untuk tidak memilih.

Perlu kita sadari selaku pemilik hak pilih yang bermukim di kota ini, bahwa kita sedang ditaksir berat dan dicintai oleh sepuluh pasangan yang berambisi menjadi pemegang tampuk pimpinan sekaligus kepala rumah tangga di Kota Raja Sangnawaluh ini. Sejak ditetapkan secara resmi sebagai orang yang diposisikan untuk dipilih, sejak saat itulah sepuluh pasang calon tersebut telah berupaya untuk menarik simpati dan mencurahkan perhatian dan cintanya kepada kita dan ratusan ribu orang seperti kita, dan itu semata untuk mengincar hak pilih yang kita miliki. Dan harus kita sadari pula, hari ini merupakan masa injury time buat kita merasakan rasa cinta dari mereka, dan harus kita sadari cinta sementara dari mereka hanya sampai esok hari saja, karena itulah limit waktunya. Lalu besok akan kita buktikan, akankah kita akan merespon rasa cinta mereka kepada kita atau tidak ? dan respon dari perhatian dan rasa cinta kita akan kita jawab esok hari, karena memang besoklah hari penentuan dan pembuktiannya.

Hak pilih yang diberikan Undang-Undang kepada kita, memang betul-betul mujarab, ibarat pesugihan yang betul-betul punya daya pikat. Kita telah dibuat cantik dan ganteng serta punya daya tarik dengan hak pilih tersebut. Khasiatnya memang telah dirasakan, bahkan tak sedikit dari kita yang punya hak pilih, telah merasakan manisnya pemberian mereka saat mereka merayu kita pada ajang sosialisasi maupun kampanye. Itu semua mereka lakukan karena ingin menikmati madu dari hak pilih yang kita miliki, dan mereka berharap agar hak pilih yang seperti pelet berkhasiat tinggi yang kita miliki itu, besok pada hari keramat yang telah ditetapkan KPU, sasarannya kita arahkan kepada mereka.

Berbagai macam cara telah mereka lakukan untuk meraih simpati, dukungan dan mendapatkan hak pilih kita. Mulai dari bersikap santun, alim, peduli, dermawan dan merakyat pun mereka lakoni. Tidak hanya itu, untuk meraih simpati dan dukungan tadi, malah ada diantara kesepuluh pasangan itu, menjadikan panggung politik pemilukada sebagai panggung sandiwara. Ada diantara pasangan berkoar mengkalim bahwa mereka telah memberikan bukti nyata, meskipun nyataannya tak terbukti, dan ada pula yang menyamar sok santun, sok alim, sok peduli dan sok merakyat padahal aslinya tak seperti itu. Serta banyak hal lain yang mereka lokankan yang pada hakikatnya adalah sebatas sandiwara satu babak dibabak pemilukada. Yang lebih ironis ada diantara para calon menganggap kita-kita yang memiliki hak pilih, sebagai orang-orang mata duitan, dan menjadikan hak pilih kita sebagai komoditas yang bisa diperjual belikan. Dengan cara arogan mereka pun memberanikan diri membeli hak pilih itu dengan rupiah dengan nilai variatif. Karena dianggap produk dagangan, maka harga untuk mendapatkan hak pilih tersebut pun terjadi persaingan.

Intensitas para calon untuk mencari dukungan semakin tinggi, sejalan dengan semakin dekatnya menuju hari pemilihan yang dianggap keramat dan telah ditasbihkan esok hari tanggal 9 Juni 2010. Pada kondisi ini, para calon semakin was-was, sehingga frekwensi penggalangan pun semakin diperkuat, ada yang masih tetap melakukan sosialisasi tersembunyi, untuk menjaga komitmen pemilih yang telah digalang selama ini, dan ada pula yang melakukan usaha illegal termasuk dengan cara melakukan serangan pajar. Tak heran para tim sukses pun diluncurkan untuk melakukan misi rahasia untuk membeli suara buat calonnya. Mereka pun melakukan segala cara untuk bisa membeli hak pilih kita. Formulir C 6 dan kartu pemilih milik kita pun jadi objek foto copian para tim sukses, sebagai bukti administrasi dalam rangka membeli suara tadi.

Menghadapi hari penentu lima tahun masa depan negeri Siantar, tentunya kita punya wewenang dan kebebasan untuk mengarahkan hak pilih kita kemana sasarannya. Bahkan kita juga punya wewenang dan kebebasan untuk tidak mengarahkan hak pilih itu kepada siapapun. Itu semua tergantung kepada kemauan kita. Meskipun dianjurkan untuk memilih, tapi yang jelas tidak ada sanksi kalaupun kita mengambil sikap untuk tidak memilih, karena masalah penggunaan hak pilih sifatnya partisipatif.

Namun ketika kita mengambil sikap untuk memilih, tentu sikap kita itu dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Ada diantara kita memilih karena kedekatan dengan calon, ada yang karena faktor persamaan komunitas dan banyak faktor lainnya yang hanya kita sendiri yang tahu. Tak kita pungkiri juga, ternyata banyak diantara kita yang setuju dianggap mata duitan oleh para calon, sehingga kita akan mengambil sikap memilih karena hak pilih kita telah dan akan ditukar dengan sejumlah rupiah. Betapa sangat disayangkan, jika hanya karena rupiah kita terpaksa harus memilih para calon yang tak pantas untuk dipilih, hanya karena rupiah kita harus memilih calon yang sudah dicap politisi busuk dan sebenarnya sudah tak laku lagi, dan karena rupiah kita harus memilih calon yang bermasalah dan tak punya jati diri. Ironis memang kalau itu yang akan terjadi

Penulis selaku pemilih berharap agar kita memilih secara cerdas dan berdasarkan hati nurani, kalau pun ada beberapa faktor yang menyebabkan kita menjatuh pilihan, idealnya faktor itu adalah hasil dari penilaian dan pertimbangan yang cerdas dan hasil godokan hati nurani kita, dan bukan karena faktor yang bersifat instant. Perlu jadi renungan buat kita, bahwa esok kita akan memilih orang yang akan memimpin kita untuk kurun waktu lima tahun mendatang, dan hasil pilihan kita akan menentukan nasib kota yang kita huni ini, bahkan akan menentukan nasib kita sebagai rakyat yang akan dipimpin oleh pemimpin hasil pilihan kita.


Penulis adalah
Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo)
Siantar-Simalungun


Catatan :
Tulisan ini telah diterbitkan
di Harian Siantar 24 Jam, Selasa 8 Juni 2010

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA