Sabtu, 11 Desember 2010

Perubahan Atau Perseteruan Lanjutan (Tulisan /Artikel)

Perubahan Atau Perseteruan Lanjutan

Oleh : M Alinapiah Simbolon SH


Siapa pun yang ditanya, tentu sangat menginginkan terjadi perubahan pasca dilantiknya Hulman Sitorus dan Koni Ismail Siregar sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar periode 2010-2015. Perubahan menjadi sesuatu hal yang paling diidamkankan masyarakat, mengingat dua periode kepemimpinan Walikota dan Wakil Walikota sebelumnya, selalu diwarnai konflik politik yang kerap memanas, dan berimbas kepada terhambatnya program pemerintahan.

Harapan terhadap dua sosok yang telah resmi berpasangan sebagai penguasa pemerintahan ini, utamanya adalah bisa menjadi inspirator dan aktor terjadinya perubahan dalam konteks adanya kemajuan dan terciptanya harmonisasi dalam pemerintahan Siantar, meskipun saat pencalonan keduanya tidak secara eksplisit meggiring isu perubahan.

Terlepas apakah kemenangan yang diraih Hulman dan Koni pada pemilukada lalu, diraih dengan fair atau tidak, yang jelas kemenangan mereka patut diberikan apresiasi, setidaknya karena dinilai mampu menaklukkan incumbent, dan sekaligus mampu menghentikan atau membuat tidak berlanjutnya kekuasaan yang bergaya monarkhi dibawah kekauasaan RE Siahaan. Dan tidak hanya itu kemenangan tadi juga diharapkan menjadi tonggak untuk mewujudkan impian masyarakat yang tak mau lagi melihat dan mendengar adanya disharmonisasi yang antar elit politik dan tak ingin Siantar sebagai kota yang wajah pemerintahannya carut marut akibat kentalnya praktek nepotisme dan merebaknya prilaku korupsi.

Yang menjadi pertanyaan, apakah perubahan sebagaimana yang diharapkan masyarakat akan dapat terwujud dibawah kepemimpinan Walikota dan Wakil Walikota yang baru, ? Secara objektif memang belum bisa dinilai, kendati demikian dikalangan masyarakat banyak pendapat yang muncul kepermukaan. Mungkin dikalangan masyarakat yang mendukung Hulman-Koni merasa optimis bahwa dibawah kepemimpinan Hulman dan Koni, Siantar akan ada perubahan, setidaknya akan lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya. Sah-sah saja penilaian itu, meskipun didasarkan pada faktor emosional dan bukan berdasarkan nilai objektivitas. Dan sebaliknya sah-sah saja ketika ada juga sebagian masyarakat yang secara emosional, karena bukan pendukung Hulman dan Koni, juga merasa pesimis tidak terjadi perubahan, bahkan memperkirakan kepemimpinan sekarang akan lebih parah dari kepemimpinan sebelumnya.

Berbagai estimasi pro kontra yang muncul ditengah-tengah masyarakat, setidaknya bisa menjadi atensi, mengingat bahwa kondisi pemerintahan Siantar selama ini dan sampai saat ini yang masih penuh persoalan. Dan kondisi itu telah mempeneltrasi pemikiran masyarakat untuk ikut menilai kinerja pemerintahan. Tak hanya itu, kekhawatiran masyarakat juga cukup besar, sehingga harapan terjadinya perubahan, dinilai berpotensi besar untuk tidak terwujud atauppun sulit terwujud. Hal itu tergambar di pemikiran masyarakat, akibat masih bersemayamnya bibit perseteruan antara eksekutif dan legislatif, yang saat ini dinilai sudah terkondisi.

Awal perseteruan sudah terjadi dan puncaknya terkait persoalan pelantikan Walikota dan Wakil Walikota, dan ini dinilai akan terus berlanjut. Bendera start perseteruan babak baru, dengan tidak mengakui Walikota dan Wakil Walikota, sudah diproklamirkan ke publik oleh Ketua DPRD Pematangsiantar yang dari awal memang tidak mau ikut terlibat dalam pelantikan penguasa baru Siantar itu. Sudah barang tentu gendering perang yang dicetuskan Ketua DPRD itu akan berimbas kesegala arah, terutama akan menghambat jalannya program dan kinerja pemerintahan. Jika demikian yang bakal terjadi, dapat dipastikan kalau pembahasan beberapa agenda pemerintahan di DPRD khususnya Pembahasan PAPBD 2010, juga diperkirakan akan terkendala.

Anggota DPRD Pematangsiantar, secara substansi juga belum mengejewantahkan diri sebagai wakil rakyat, karena terkadang lebih mementingkan kepentingan pribadi, dan tak terlepas juga ada kepentingan politisnya. Dan situasi di lembagai DPRD Siantar yang demikian, jelas tak menjamin lancarnya proses pembahasan berbagai agenda yang terkait dengan pemerintahan, dan kedepan juga tak menjamin terjalinnya hubungan harmonis antara eksekutif dan legislatif. Hubungan harmonis belum tentu terjalin, tetapi perseteruan babak babak baru berpeluang bakal terjadi, itulah realita dari gambaran kondisi yang diprediksi bakal terjadi untuk lima tahun kedepan.

Memang tak sepenuhnya beban dan tanggung jawab untuk memajukan kota Siantar berada di pundak Walikota dan Wakil Walikota, namun sebagai kepala daerah dan kepala pemerintahan, Walikota dan Wakil Walikota lah yang berperan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, termasuk berperan menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif dengan lembaga legislatif, serta dengan lembaga lain dan komponen masyarakat yang ada.

Sekarang ini yang ada dihadapan penguasa baru kota ini, adalah harapan masyarakat yang menginginkan terjadi perubahan, apakah itu dapat diwujudkan, tentunya, tergantung kemauan dan kemampuan Hulman Sitorus dan Koni Ismail sebagai pasangan pemimpin. Pastinya, untuk menciptakan perubahan ditengah kondisi masih bersemayamnya bibit perseteruan antar elit politik, dan banyaknya persoalan pemerintahan peninggalan penguasa lama yang harus mereka hadapi, bukan segampang membalikkan telapak tangan. Perubahan tak bisa diprogram dan diwujudkan hanya dengan janji-janji. Terwujudnya perubahan adalah dengan pembuktian, paling tidak berusaha untk melakukan langkah awal untuk membuktikannya, tak bisa direalisasikan dengan iming-iming baik dalam bentuk apapun termasuk dalam bentuk voucher. Namun begitu pun kita tunggu saja apakah harapan masyarakat itu bisa terwujud di bawah kepemimpinan penguasa baru, atau kondisinya akan tetap pada posisi status quo yaitu kembali berlangsung perseteruan lanjutan.. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA