Jumat, 27 Maret 2009

* Catatan dan Informasi tentang Artikelku

Catatan dan Informasi tentang Artikelku

Artikelku yang berjudul

" HELATAN DEMOKRASI YANG MEMBINGUNGKAN "
telah diterbitkan di Harian Metro Siantar
pada tanggal 25 Maret 2009

Kamis, 26 Maret 2009

* HELATAN DEMOKRASI YANG MEMBINGUNGKAN ( A r t i k e l )

HELATAN DEMOKRASI YANG MEMBINGUNGKAN

Oleh : M. Alinapiah Simbolon, SH


Memang hingga detik ini masih ada persoalan yang menjadi ganjalan menuju proses pemilihan umum, yakni belum ada kepastian aturan caleg terpilih (calih) pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut, serta penilaian atas kinerja penyelenggara Pemilu yang dianggap masih kurang maksimal, sementara Hari Mencontreng sudah semakin dekat, menyikapi hal itu, lalu muncul pula pendapat dari berbagai kalangan meminta ditundanya pemilu dan ini belakangan mewacana kepermukaan. Namun bagi para kompetitor politik yang ikut bertarung di Pemilu kali ini, hal itu seakan tak mempengaruhi proses perjalanan menuju puncak helatan demokrasi. Seolah tampak tak perduli apakah Aturan Caleg Terpilih mau keluar atau tidak, yang penting bagi para caleg adalah memanfaatkan waktu yang tinggal sedikit lagi dengan meningkatkan intensitas gerakan politiknya dalam rangka mendulang suara dengan satu tekad yaitu menang dan meraih suara terbanyak di hari H.

Tanggal 9 April hanya menunggu hitungan hari, Rakyat Indonesia terkhusus para kompetitor politik diantaranya partai politik dan para penghuni partai politk yang berpredikat caleg (Calon Legislatif) untuk DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Propinsi dan DPR RI serta Calon non partai alias calon perseorangan untuk DPD, sudah pasti fokus menanti kehadiran tanggal keramat tersebut, karena tanggal itu merupakan tanggal penentu nasib mereka sebagai peserta yang ikut mempertarungkan diri di liga politik nasional yang diselengarakan 5 tahun sekali itu.

Bagi hampir semua kalangan, tentunya hasil pertarungan di tanggal 9 April nanti akan menjadi informasi aktual dan pasti menjadi issu menarik untuk dibahas dan diperbincangkan secara nasional Bayangkan saja lebih dari 500.000 atau setengah juta jiwa jumlah para pertarung politik yang berbandrol dan bermerek caleg, dalam kondisi sport jantung menanti hasil contrengan sekitar 171,2 juta rakyat Indonesia yang telah ditetapkan sebagai pemilih. Apakah mereka akan berhasil menduduki 17.792 kursi yang telah disediakan atau tidak ( dengan perincian 560 kursi DPR, 132 kursi DPD dan 17.100 kursi DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota), itu semua terpulang dan tergantung kepada hasil contrengan 171,2 juta rakyat pemilih yang hadir di TPS pada hari H. Berapapun jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih pada tanggal 9 April, yang pasti hasilnya tetap menentukan nasib lebih 500.000 juta caleg tersebut.

Dalam pemilu yang baru pertama kali ini dilakoni dengan mekanisme demokrasi yang sesungguhnya terutama tanpa menggunakan nomor urut, sangat wajar melahirkan tingkat ambisi yang tinggi dari para caleg, dan hasilnya juga sudah pasti akan melahirkan sebuah konsekwensi terpahit yang akan dialami oleh sekitar 482 ribu jiwa lebih caleg yang tak mendapat kepercayaan rakyat. Berarti dengan demikian jauh lebih besar persentase jumlah caleg (hitungan kasarnya sekitar 98 persen lebih) yang keok alias tetap menyandang gelar bekas caleg, dan hanya sekitar 17.792 jiwa caleg (sekitar kurang dari 2 persen) dari sekitar 500 ribu caleg, yang akan tersenyum manis karena berhasil meraih kursi panas legislatif alias menjadi pejabat negara dengan embel-embel wakil rakyat terhormat.

Tragis memang membayangkan dan rakyat awam mungkin bisa dibikin bingung jika menghitung-hitung budget yang terbuang sia-sia, dan sangat sulit rasanya untuk menghitung secara terperinci maupun secara global berapa besaran nominal pundi uang yang keluar dari kantong para caleg tereleminasi yang jumlahnya sangat fantastis yaitu 482 ribu lebih caleg. Yang jelas rupiah yang telah keluar dan tak terhitung jumlahnya itu hanya

dikenang sebagai biaya ambisi politik yang gagal dari para caleg, dan kalau boleh sedikit agak guyon yaitu biaya yang telah mengucur yang sebahagian besar terbuang untuk kepentingan jual tampang melalui iklan, ternyata hanya efektif untuk membeli gelar “Mantan Caleg” yang resmi disandang setelah kalah dikompetisi pemilu.

Mungkin hanya segelintir dari caleg yang kalah akan menganggap sebagai hal yang biasa dalam sebuah pertarungan di ranah politik, dan itupun tentu bagi para caleg terkatagori berkantong tebal dan siap menerima kekalahan dan dengan segala macam kerugiannya. Namun apakah demikian bagi caleg diluar katagori seperti itu ? terutama para caleg yang menganggap kursi legislatif sebagai lowongan kerja yang sangat menjanjikan sehingga berjuang mati-matian dengan mengorbankan segala sesuatu untuk meraihnya. Tentu kita masih akan meraba apa yang akan terjadi. Mungkin untuk sementara kita hanya bisa berprediksi bahwa helatan demokrasi kali ini membingungkan, ataupun akan melahirkan hal yang membingungkan.

Sebenarnya banyak aspek yang membuat bingung, diantaranya bingung melihat amburadulnya persiapan penyelenggaraan pemilu termasuk aturan caleg terpilih yang masih mengambang dan tak jelas, bingung melihat banyaknya partai peserta pemilu beserta pampangan para calegnya dan bingung siapa yang mau dipilih serta bingung memprediksi siapa yang terpilih, bahkan tidak hanya kita yang bingung, negara luar juga bingung melihat pemilu kita dan dianggap sebagai pemilu yang terumit karena melibatkan sekitar 9, 4 juta orang sebagai penyelenggara pemilu. Dan hal yang membingungkan lainnya mungkin akan terjadi dan perlu menjadi perhatian adalah bingungnya para caleg, karena kemungkinannya banyak para caleg yang akan bingung sekaligus linglung jika tak terpilih.


Penulis adalah

Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo)

dan Vocal Point, Institute for Judicial Monitoring (IJM)

Siantar-Simalungun

e-mail : m.alinapiahs@yahoo.com

http//www.ali-dolisimbolon.blogspot.com



Rabu, 18 Maret 2009

MEMBERIKAN KATA SAMBUTAN PADA ACARA SYUKURAN HARIAN SIANTAR 24 JAM


Memberikan Kata Sambutan selaku Aktivis LSM dan Pemerhati/Pengamat di Siantar-Simalungun, pada Acara SYUKURAN HARIAN SIANTAR 24 JAM DAN TATAP MUKA DENGAN MUSPIDA DAN TOKOH MASYARAKAT SIANTAR-SIMALUNGUN, di Sawit Restourant Room Siantar Hotel Pematangsiantar (Jumat, 13 Maret 2009)

MENYERAHKAN SANTUNAN KEPADA ANAK YATIM DI ACARA SYUKURAN HARIAN SIANTAR 24 JAM

Saat Aku ikut menyerahkan santunan kepada anak yatim
pada Acara Syukuran HARIAN SIANTAR 24 JAM dan Tatap Muka dengan Muspida dan Tokoh Masyarakat Siantar-Simalungun
di Sawit Restourant Room Siantar Hotel Pematangsiantar
(Jumat, 13 Maret 2009)

BERNYANTI DI PESTA PERKAWINAN KEMANAKANKU

Saat Aku bernyanyi di Pesta Perkawinan Kemanakanku
(Sabtu, 7 Maret 2009)

MEMBERIKAN KATA NASEHAT DI PESTA PERKAWINAN KEMANAKANKU




Saat Aku memberikan Kata-kata Nasehat, sebagai Tulang (Paman) pada Pesta Perkawinan Kemanakanku Juanda Abdi Jaya dan Ulfa Afriana, di kediaman Kakakku Jalan Sriwijaya Bawah No. 136 Pematangsiantar (sabtu, 7 Maret 2009)



ACARA ADAT PESTA PERNIKAHAN KEMANAKANKU

Aku saat Acara Tepung Tawar dan Acara Adat (Manortor dan Mangulosi)
pada Pesta Perkawinan Kemanakanku Juanda Abdi Jaya dan Ulfa Afriana
di Kediaman Kakakku Jalan Sriwijaya Bawah Pematangsiantar
(Sabtu, 7 Maret 2009)


Rabu, 04 Maret 2009

* Catatan dan Informasi tentang Artikelku

Catatan dan Informasi tentang Artikelku
Artikelku yang berjudul " OBRAL IKLAN POLITIK PARA CALEG " telah terbit di
Harian Siantar 24 Jam secara bersambung sebanyak 2 kali berturut-turut
yaitu pada tanggal 3 dan 4 Maret 2009

Selasa, 03 Maret 2009

* OBRAL IKLAN POLITIK PARA CALEG ( A r t i k e l )

OBRAL IKLAN POLITIK PARA CALEG

Oleh : M. Alinapiah Simbolon. SH


Konstelasi persaingan ambisi politik antar calon legislatif (caleg) semakin tinggi, sebab pertarungan mencari dukungan rakyat tidak lagi pada tataran persaingan para caleg beda partai, tapi sudah menjadi persaingan antar caleg dalam satu partai.

Pemicu hangatnya kondisi persaingan tersebut terjadi paskah lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir nomor urut untuk menentukan caleg terpilih pada pemilu legislatif 2009 ini. Putusan yang sangat surprise dan menjadi catatan emas sejarah demokrasi Indonesia yang itu membawa angin segar terkhusus bagi para caleg Pemilu 2009. Kini status strata para caleg pun tak ada lagi perbedaan, dinding yang sebelumnya memisahkan dan membedakan peluang diantara caleg pun telah dirubuhkan oleh sebuah keputusan pro demokrasi yang di keluarkan oleh Mahkamah Konstitusi

Para caleg yang semula adem-adem saja karena bertengger di nomor urut bawah daftar caleg dan merasa sulit atau tak mampu meraih kuota 30 persen atau caleg yang awalnya sekedar ikut-kutan menjadi caleg untuk meramaikan bursa caleg termasuk para caleg perempuan yang menjadi caleg untuk memenuhu kouta keterwakilan perempuan ataupun caleg yang menjadi caleg karena dibiayai oleh caleg nomor urut atas dengan tujuan sekedar membantu mendongkrak suara, kini geliat dan semangat nya pun langsung berkobar. Panji-panji ke Caleg an nya yang terhias jargon-jargon politik manis dan menggiurkan tampak semarak berkibar kehampir semua pelosok daerah pemilihan dengan tujuan agar dikenal dan tercitra figurnya sebagai caleg, plus mencari perhatian dan simpati rakyat agar mendapat dukungan untuk melaju ke kursi terhormat di lembaga legislatif. Lalu para caleg yang bertengger dipuncak klasemen daftar caleg yang semula merasa diatas anginpun tak mau kalah, meski terkejut dan kecewa dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi, apa boleh buat, terpaksa menambah amunisi dan harus all out karena persaingan ambisi politik antar caleg semakin tinggi konstelasinya. Pertarungan ketat mencari dukungan rakyat tidak lagi hanya pada tataran persaingan para caleg yang beda partai, tapi sudah menjadi persaingan antar caleg dalam satu partai.

Memang akhirnya peluang yang telah di berikan Mahkamah Konstitusi ibarat mesin otomatis merubah wajah demokrasi bangsa ini, khususnya dalam menghadapi kehadiran perhelatan demokrasi lima tahunan kali ini. Tampak jelas memang perubahan tersebut, momentum pemilu yang tinggal hitungan hari pun langsung tak disia-siakan oleh para calon legislatif. Seantero negeri ini pun drastis berubah semakin semarak dan norak oleh aneka ragam dan bentuk iklan politik beserta gambar para caleg yang menyunggingkan rona ekspresi ambisi. Baliho, spanduk, selebaran dan stiker para caleg dengan background partai masing-masing, bahkan ada yang berbackground sosok tokoh terkenal, tampak berdiri dan terpampang dalam berbagai ukuran hampir disetiap simpang dan pinggiran jalan, dan menempel menghiasi dinding gedung-gedung maupun rumah-rumah penduduk, pastinya masing-masing berupaya agar pariwaranya berada ditempat strategis sehingga mudah terlihat dan terbaca khalayak ramai. Tak ketinggalan pula kartu nama caleg yang tak terhingga jumlahnya beredar ke tangan-tangan masyarakat. Bahkan para caleg yang berkantong tebal pun tak sungkan meng iklankan diri melalui mass media.

Sangat fantastis memang semarak dan meriahnya situasi menjelang pemilu kali ini, kondisi ini terlahir oleh ambisi politik para caleg untuk meraih tempat terhormat menjadi pejabat dengan predikat wakil rakyat, sehingga mereka berupaya berbuat maksimal melancarkan rayuan politik maut kepada rakyat untuk menggapai ambisi politiknya. Memang tampaknya rayuan politik melalui pariwara atau iklan politik sebagai salah satu cara yang mereka anggap efektif dan itu dilakukan hampir sebagian besar para caleg. Dan barangkali puncak kemeriahan ber iklan ria para caleg akan terjadi ketika nanti masa kampanye resmi berlangsung dan ini pasti terjadi karena masa kampanye sebagai momen resmi untuk jor-jora berpromosi diri untuk meraih simpati.

Kondisi persaingan para caleg yang terjadi menjelang pemilu ini memang harus diakui merupakan efek terbukanya kran demokrasi dinegara kita. Semarak dan kemeriahan menghadapi pemilu kali ini terkesan menjadi ajang obral iklan dan mengarah kepada perang iklan, merupakan konsekwensi akibat ambisi besar para caleg maupun partai yang mengusungnya untuk memenangkan kompetisi liga politik pada 9 aprul 2009, dan ini juga merupakan hal yang wajar dalam proses perjalanan demokrasi, meskipun agak vulgar unsur persaingannya. Namun yang perlu menjadi perhatian dan penilaian bagaimana sikap rakyat melihat kondisi persaingan politik yang disana sini tampak semarak dan dimeriahkan tebaran iklan politik para caleg tersebut. Lantas, mungkinkah dengan kondisi kemeriahan menjelang pesta demokrasi ini, bisa memotivasi dan mempengaruhi rakyat untuk terpanggil ikut berperan ikut juga memeriahkan, atau minimal menyadarkan rakyat memenuhi undangan untuk menggunakan hak pilihnya, ataupun justru menjadi sebuah kebalikan yaitu karena kondisi sekarang ini malah semakin membingungkan rakyat untuk menentukan pilihan, atau semakin menjadikan rakyat berpikir apatis menghadapi pemilu.

Kalaupun rakyat berpikir demikian juga menjadi hal yang wajar, bagaimana rakyat tak bingung melihat banyaknya caleg dengan berbagai macam atributnya. Yang terjadi saat ini memang hal yang membuat bingung, ironis memang kalau jauh lebih banyak tertempel iklan para caleg didinding sebuah rumah warga ketimbang jumlah pemilih yang menghuni dirumah tersebut, ataupun jauh lebih banyak caleg yang datang minta dukungan untuk dipilih daripada jumlah pemilih yang menghuni sebuah rumah warga yang didatangi para caleg tersebut. Melihat kondisi ini bukan tidak mungkin dan sudah pasti ada rakyat pemilih terutama yang terkatagori kegolongan ekonomi pas-pasan ataupun kurang mampu akan berpikir dan bersikap bahwa para caleg yang obral iklan adalah figur yang tak pantas untuk dipilih, disamping dinilai sebagai figur pemain sandiwara politik musiman, figure para caleg demikian oleh karena ambisi politiknya, telah mempertontonkan prilaku mubazir. Mereka berpikir bahwa para caleg demikian lebih rela membuang uang untuk beriklan ria daripada mengeluarkan uang untuk membantu rakyat lemah, padahal akhirnya semua iklan yang berbiaya besar itu sudah pasti akan menjadi sampah. Kalaupun ada diantara para caleg bersikap seolah perhatian sama rakyat dengan menggelar acara pemberian bantuan dan santunan, itu juga terjadi sifatnya musiman tepatnya acara lima tahunan dan bukanlah murni didasari kepedulian dan keikhlasan dan hanya untuk sekedar mengharap pahala, tapi karena orientasinya yang jelas-jelas mencari suara untuk mendapatkan piala yaitu piala politik berupa kursi legislatif. Pantas memang jika rakyat memiliki penilaian dan pemikiran seperti itu, malah rakyat yang berpikiran seperti itu bisa lebih sedikit ekstrim lagi berpikir dan menilai bahwa para caleg pengobaral iklan juga sama halnya dengan pengobral janji dan akan cenderung sebagai orang pengingkar janji.

Contoh sikap apatis rakyat yang sedemikian terutama melihat meriah dan semaraknya situasi menjelang pemilu merupakan bahagian episode dalam sketsa kehidupan perjalanan demokrasi menjelang pemilu ini, dan ini juga sebuah fenomena kehidupan poliitik yang ter anekdot secara alamiah ditengah masyarakat akibat kondisi kontradiktif yang dipertontonkan para caleg dengan kondisi ketertekanan kehidupan prihatin yang dialami sebahagian besar rakyat pemilih, ditambah lagi pengalaman pahit dikecewakan para ambisius politik para caleg di pemilu terdahulu.

Yang jelas apapun bentuk sikap dan penilaian rakyat melihat maraknya obral iklan menjelang pemilu tahun iini, itulah kondisi yang memang terjadi saat ini. Seberapa besar kemampuan para caleg melalui obral iklan nya untuk mendapat simpati dan dukungan rakyat, semua tergantung seberapa besar keterpanggilan hati rakyat, apakah rakyat akan bersikap apatis karena berada pada posisi bingung menentukan pilihan, ataukah memang pengaruh iklan politk para caleg akan efektif untuk mempengaruhi rakyat, itu juga tergantung kepada rakyat untuk menyikapinya. Kalau kita katakan rakyat pesimis itu, juga belum pasti menjadi kenyataan, dan kalau kita bilang rakyat akan menggunakan haknya menetukan pilihan, juga belum bisa kita pastikan, semua kenyataan dan kepastiannya hasil pemilulah yang menentukan.

Penulis adalah

Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo)

Dan Vocal Point Institute for Judicial Monitoring (IJM)

Siantar Simalungun

e-mail: ali-dolisimbolon@yahoo.com

http//www.ali-dolisimbolon.blogspot.com

Senin, 02 Maret 2009

AKU DAN NUR JANNAH

Aku bersama NUR JANNAH
Wartawan dan Assisten Redaktur
Harian METRO SIANTAR

AKU DAN YUSNI

Aku bersama Y U S N I
Wartawan Harian SIANTAR 24 JAM

AKU DAN DOSMARIA Br SARAGIH

Aku bersama DOSMARIA Br SARAGIH
Wartawan Harian SIANTAR 24 JAM

* Catatan dan Informasi tentang Artikelku

Catatan dan Informasi tentang Artikelku
Artikelku yang berjudul " INDAHNYA JIKA HUKUM BERLAKU ADIL " telah terbit di Harian Metro Siantar secara bersambung sebanyak 3 kali berturut-turut
yaitu pada tanggal 26, 27 dan 28 Februari 2009

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA