Selasa, 03 Maret 2009

* OBRAL IKLAN POLITIK PARA CALEG ( A r t i k e l )

OBRAL IKLAN POLITIK PARA CALEG

Oleh : M. Alinapiah Simbolon. SH


Konstelasi persaingan ambisi politik antar calon legislatif (caleg) semakin tinggi, sebab pertarungan mencari dukungan rakyat tidak lagi pada tataran persaingan para caleg beda partai, tapi sudah menjadi persaingan antar caleg dalam satu partai.

Pemicu hangatnya kondisi persaingan tersebut terjadi paskah lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir nomor urut untuk menentukan caleg terpilih pada pemilu legislatif 2009 ini. Putusan yang sangat surprise dan menjadi catatan emas sejarah demokrasi Indonesia yang itu membawa angin segar terkhusus bagi para caleg Pemilu 2009. Kini status strata para caleg pun tak ada lagi perbedaan, dinding yang sebelumnya memisahkan dan membedakan peluang diantara caleg pun telah dirubuhkan oleh sebuah keputusan pro demokrasi yang di keluarkan oleh Mahkamah Konstitusi

Para caleg yang semula adem-adem saja karena bertengger di nomor urut bawah daftar caleg dan merasa sulit atau tak mampu meraih kuota 30 persen atau caleg yang awalnya sekedar ikut-kutan menjadi caleg untuk meramaikan bursa caleg termasuk para caleg perempuan yang menjadi caleg untuk memenuhu kouta keterwakilan perempuan ataupun caleg yang menjadi caleg karena dibiayai oleh caleg nomor urut atas dengan tujuan sekedar membantu mendongkrak suara, kini geliat dan semangat nya pun langsung berkobar. Panji-panji ke Caleg an nya yang terhias jargon-jargon politik manis dan menggiurkan tampak semarak berkibar kehampir semua pelosok daerah pemilihan dengan tujuan agar dikenal dan tercitra figurnya sebagai caleg, plus mencari perhatian dan simpati rakyat agar mendapat dukungan untuk melaju ke kursi terhormat di lembaga legislatif. Lalu para caleg yang bertengger dipuncak klasemen daftar caleg yang semula merasa diatas anginpun tak mau kalah, meski terkejut dan kecewa dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi, apa boleh buat, terpaksa menambah amunisi dan harus all out karena persaingan ambisi politik antar caleg semakin tinggi konstelasinya. Pertarungan ketat mencari dukungan rakyat tidak lagi hanya pada tataran persaingan para caleg yang beda partai, tapi sudah menjadi persaingan antar caleg dalam satu partai.

Memang akhirnya peluang yang telah di berikan Mahkamah Konstitusi ibarat mesin otomatis merubah wajah demokrasi bangsa ini, khususnya dalam menghadapi kehadiran perhelatan demokrasi lima tahunan kali ini. Tampak jelas memang perubahan tersebut, momentum pemilu yang tinggal hitungan hari pun langsung tak disia-siakan oleh para calon legislatif. Seantero negeri ini pun drastis berubah semakin semarak dan norak oleh aneka ragam dan bentuk iklan politik beserta gambar para caleg yang menyunggingkan rona ekspresi ambisi. Baliho, spanduk, selebaran dan stiker para caleg dengan background partai masing-masing, bahkan ada yang berbackground sosok tokoh terkenal, tampak berdiri dan terpampang dalam berbagai ukuran hampir disetiap simpang dan pinggiran jalan, dan menempel menghiasi dinding gedung-gedung maupun rumah-rumah penduduk, pastinya masing-masing berupaya agar pariwaranya berada ditempat strategis sehingga mudah terlihat dan terbaca khalayak ramai. Tak ketinggalan pula kartu nama caleg yang tak terhingga jumlahnya beredar ke tangan-tangan masyarakat. Bahkan para caleg yang berkantong tebal pun tak sungkan meng iklankan diri melalui mass media.

Sangat fantastis memang semarak dan meriahnya situasi menjelang pemilu kali ini, kondisi ini terlahir oleh ambisi politik para caleg untuk meraih tempat terhormat menjadi pejabat dengan predikat wakil rakyat, sehingga mereka berupaya berbuat maksimal melancarkan rayuan politik maut kepada rakyat untuk menggapai ambisi politiknya. Memang tampaknya rayuan politik melalui pariwara atau iklan politik sebagai salah satu cara yang mereka anggap efektif dan itu dilakukan hampir sebagian besar para caleg. Dan barangkali puncak kemeriahan ber iklan ria para caleg akan terjadi ketika nanti masa kampanye resmi berlangsung dan ini pasti terjadi karena masa kampanye sebagai momen resmi untuk jor-jora berpromosi diri untuk meraih simpati.

Kondisi persaingan para caleg yang terjadi menjelang pemilu ini memang harus diakui merupakan efek terbukanya kran demokrasi dinegara kita. Semarak dan kemeriahan menghadapi pemilu kali ini terkesan menjadi ajang obral iklan dan mengarah kepada perang iklan, merupakan konsekwensi akibat ambisi besar para caleg maupun partai yang mengusungnya untuk memenangkan kompetisi liga politik pada 9 aprul 2009, dan ini juga merupakan hal yang wajar dalam proses perjalanan demokrasi, meskipun agak vulgar unsur persaingannya. Namun yang perlu menjadi perhatian dan penilaian bagaimana sikap rakyat melihat kondisi persaingan politik yang disana sini tampak semarak dan dimeriahkan tebaran iklan politik para caleg tersebut. Lantas, mungkinkah dengan kondisi kemeriahan menjelang pesta demokrasi ini, bisa memotivasi dan mempengaruhi rakyat untuk terpanggil ikut berperan ikut juga memeriahkan, atau minimal menyadarkan rakyat memenuhi undangan untuk menggunakan hak pilihnya, ataupun justru menjadi sebuah kebalikan yaitu karena kondisi sekarang ini malah semakin membingungkan rakyat untuk menentukan pilihan, atau semakin menjadikan rakyat berpikir apatis menghadapi pemilu.

Kalaupun rakyat berpikir demikian juga menjadi hal yang wajar, bagaimana rakyat tak bingung melihat banyaknya caleg dengan berbagai macam atributnya. Yang terjadi saat ini memang hal yang membuat bingung, ironis memang kalau jauh lebih banyak tertempel iklan para caleg didinding sebuah rumah warga ketimbang jumlah pemilih yang menghuni dirumah tersebut, ataupun jauh lebih banyak caleg yang datang minta dukungan untuk dipilih daripada jumlah pemilih yang menghuni sebuah rumah warga yang didatangi para caleg tersebut. Melihat kondisi ini bukan tidak mungkin dan sudah pasti ada rakyat pemilih terutama yang terkatagori kegolongan ekonomi pas-pasan ataupun kurang mampu akan berpikir dan bersikap bahwa para caleg yang obral iklan adalah figur yang tak pantas untuk dipilih, disamping dinilai sebagai figur pemain sandiwara politik musiman, figure para caleg demikian oleh karena ambisi politiknya, telah mempertontonkan prilaku mubazir. Mereka berpikir bahwa para caleg demikian lebih rela membuang uang untuk beriklan ria daripada mengeluarkan uang untuk membantu rakyat lemah, padahal akhirnya semua iklan yang berbiaya besar itu sudah pasti akan menjadi sampah. Kalaupun ada diantara para caleg bersikap seolah perhatian sama rakyat dengan menggelar acara pemberian bantuan dan santunan, itu juga terjadi sifatnya musiman tepatnya acara lima tahunan dan bukanlah murni didasari kepedulian dan keikhlasan dan hanya untuk sekedar mengharap pahala, tapi karena orientasinya yang jelas-jelas mencari suara untuk mendapatkan piala yaitu piala politik berupa kursi legislatif. Pantas memang jika rakyat memiliki penilaian dan pemikiran seperti itu, malah rakyat yang berpikiran seperti itu bisa lebih sedikit ekstrim lagi berpikir dan menilai bahwa para caleg pengobaral iklan juga sama halnya dengan pengobral janji dan akan cenderung sebagai orang pengingkar janji.

Contoh sikap apatis rakyat yang sedemikian terutama melihat meriah dan semaraknya situasi menjelang pemilu merupakan bahagian episode dalam sketsa kehidupan perjalanan demokrasi menjelang pemilu ini, dan ini juga sebuah fenomena kehidupan poliitik yang ter anekdot secara alamiah ditengah masyarakat akibat kondisi kontradiktif yang dipertontonkan para caleg dengan kondisi ketertekanan kehidupan prihatin yang dialami sebahagian besar rakyat pemilih, ditambah lagi pengalaman pahit dikecewakan para ambisius politik para caleg di pemilu terdahulu.

Yang jelas apapun bentuk sikap dan penilaian rakyat melihat maraknya obral iklan menjelang pemilu tahun iini, itulah kondisi yang memang terjadi saat ini. Seberapa besar kemampuan para caleg melalui obral iklan nya untuk mendapat simpati dan dukungan rakyat, semua tergantung seberapa besar keterpanggilan hati rakyat, apakah rakyat akan bersikap apatis karena berada pada posisi bingung menentukan pilihan, ataukah memang pengaruh iklan politk para caleg akan efektif untuk mempengaruhi rakyat, itu juga tergantung kepada rakyat untuk menyikapinya. Kalau kita katakan rakyat pesimis itu, juga belum pasti menjadi kenyataan, dan kalau kita bilang rakyat akan menggunakan haknya menetukan pilihan, juga belum bisa kita pastikan, semua kenyataan dan kepastiannya hasil pemilulah yang menentukan.

Penulis adalah

Direktur Eksekutif Government Monitoring (GoMo)

Dan Vocal Point Institute for Judicial Monitoring (IJM)

Siantar Simalungun

e-mail: ali-dolisimbolon@yahoo.com

http//www.ali-dolisimbolon.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Running Teks ANTARA


Berita Terkini dari ANTARA